Mubadalah.id – Di Indonesia, perayaan maulid Nabi Muhammad Saw diselenggarakan di surau-surau, masjid-masjid, majelis-majelis taklim, di pondok-pondok pesantren dan di berbagai lembaga sosial, keagamaan bahkan instansi-instansi pemerintahan.
Tradisi peringatan Maulid, di Cirebon biasa disebut Muludan, paling megah dan dihadiri ratusan ribu orang diadakan di Keraton-Keraton di Jawa dan luar Jawa, terutama Yogya, Solo, dan Cirebon.
Di Keraton Yogya dan Solo, puncak peringatan Maulid mereka sebut “Grebeg Muludan”. Sebuah ritual di mana raja membagi-bagikan makanan dalam bentuk seperti gunung untuk para rakyatnya. Ia mengadakannya pada setiap malam 12 Rabiul Awal.
Perayaan maulid sudah mereka mulai sejak siang hari. Masyarakat berbondong-bondong menyusuri jalanjalan menuju pusat peringatan. Biasanya di masjid-masjid atau di alun-alun. (Baca juga: Bagaimana Sikap Orang Tua Ketika Anak Mengalami Kekerasan Seksual?)
Mereka menyelenggarakan berbagai kegiatan, antara lain pawai keliling kampung atau kota, yang anak-anak, para pelajar, pemuda dan orang-orang tua ikuti dan meriahkan.
Di beberapa daerah juga mengadakan “khitanan massal” gratis, terutama untuk warga yang tidak mampu. Anak-anak yang ikut khitanan, mereka akan panitia beri seperangkat pakaian.
Malam hari tanggal 12 Maulid merupakan puncak nya dengan acara seremonial yang masyarakat tunggu-tunggu dengan penuh minat.
Pada umumnya mereka mengundang penceramah terkenal untuk mengurai sejarah Nabi dari semenjak lahir sampai wafatnya. Atau mendatangkan grup shalawat, semacam Jama’ah Rasul untuk menyanyikan Madah-madah Nabi. []