• Login
  • Register
Kamis, 19 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Perempuan dalam Al-Qur’an

Napol Napol
02/09/2020
in Ayat Quran, Hikmah, Khazanah
0
496
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Hai orang-orang yang beriman! Jagalah jiwamu sendiri; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu semua kembali. Dialah yang akan menerangkan kepadamu kebenaran dari apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 105).

Al-Qur’an berfungsi sebagai pedoman moral bagi umat manusia, dan karenanya, merupakan sejarah yang memuat nilai moral. Al-Qur’an mengusulkan nilai-nilai moral yang bersifat ‘ekstrahistoris’, yang selektif tentang detail sejarah yang membantu memenuhi tujuannya sebagai pedoman universal.

Al-Qur’an tidak hanya memberi catatan tentang peristiwa sejarah itu sendiri, tapi cenderung mempromosikan penerapan aturan yang dicontohkan oleh tokoh-tokoh yang disebutkan dalam ayat-ayat tertentu. Dalam meninjau tokoh yang diperkenalkan dalam Al-Qur’an, kita tahu bahwa ada sebagian besar tokoh perempuan yang menjadi teladan. Ada sekitar 24 tokoh perempuan dalam Al-Qur’an. Peran mereka dapat dibagi menjadi dua kategori:

(1) Tokoh-tokoh tanpa signifikansi independen, yang sedikit disebutkan atau disinggung. Mereka umumnya dimasukkan untuk membawa koherensi ke sebuah cerita atau peristiwa. Ada sekitar 18 perempuan dalam kategori ini. Contoh tokoh perempuan dari kategori ini adalah istri Nabi Zakariya a.s. (berbagai sumber menyebutkan nama yang berbeda-beda, antara lain; Isya binti Fuqudza, Elisabeth, Al-Yashbi’, dll.), di mana Nabi Zakariya berkata, “Ya Tuhanku! Bagaimana aku bisa memiliki seorang putra sedangkan aku sudah sangat tua dan istriku seorang yang mandul?” (QS. ‘Ali Imran: 40).

(2) Tokoh-tokoh yang menggambarkan suatu poin moral. Mereka berfungsi sebagai tokoh teladan sehingga kita dapat mencontoh dan belajar dari pribadi mereka. Ada lima perempuan dalam kategori ini: Hawa (Eve) yang merupakan simbol kesetaraan, Umm-Musa (Ibu Nabi Musa a.s.) yang mencontohkan semangat pengasuhan, Biqlis (Ratu Sheba) yang cerdas dan bijaksana, Hannah (Ibu Siti Maryam) yang memiliki keturunan yang mulia, dan Maryam (Maria) yang memancarkan esensi kebajikan. Dari dua kategori ini, tulisan ini akan fokus pada tokoh perempuan dalam kategori kedua, yang menjadi teladan bagi umat Muslim.

Baca Juga:

Ulasan Crime and Punishment: Kritik terhadap Keangkuhan Intelektual

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

1. Hawaa’ (Eve)
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari seorang diri, dan dari sifat alami yang sama, Allah menciptakan pasangannya. Dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang terpencar-pencar (seperti benih) yang tak terhitung jumlahnya; Bertakwalah kepada Allah, yang dengan (atas) nama-Nya kamu meminta (hak) untuk saling menguntungkan, dan (muliakanlah) rahim yang melahirkanmu. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisaa’: 1).

Dalam ayat ini, pesan kesetaraan jelas sekali. Ciptaan pertama bukanlah tentang ‘laki-laki’ atau ‘perempuan’, tetapi tentang seorang ‘diri’. Lalu, ‘pasangan’nya. ‘Pasangan’ yang serasi, yang secara alami setara. Lebih lanjut, masing-masing (laki-laki dan perempuan) telah disebarluaskan di seluruh bumi secara merata, seperti benih.

Peran perempuan dalam penciptaan juga sangat diakui di sini, karena proses kehamilan dan melahirkan dimuliakan. Pesan kesetaraan ini terdengar lagi ketika, setelah Allah menciptakan Adam dan Iblis, Al-Qur’an menyatakan:
“Wahai Adam! Diamlah engkau dan pasanganmu di surga ini; dan makanlah makanan-makanan yang berlimpah di dalamnya (di mana pun dan kapan pun) kamu mau; tetapi janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Kemudian setan membuat mereka tergelincir dari surga, dan mengeluarkan mereka dari keadaan (kebahagiaan) di mana mereka berada.” (QS. Al-Baqarah: 35-36).

Demikianlah, berbeda dengan penafsiran Alkitab tentang penciptaan, dalam Al-Qur’an tidak ada rasa inferioritas Hawa: entah yang diciptakan dari tulang rusuk Adam atau menggoda Adam untuk mengikuti setan. Sebaliknya, dalam ayat tersebut dijelaskan, baik Adam maupun Hawa telah berada dalam kenikmatan surga, tetapi jatuh tergoda dan keluar dari taman surga.

2. Umm-Musa (Ibu Nabi Musa a.s.)
Ibu Musa diilhami oleh Allah Swt. untuk menyelamatkan Nabi Musa a.s., ketika ia menganggap Musa yang masih bayi berisiko dibantai atas titah Fir’aun. “Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa: ‘Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Tapi janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati: karena sesungguhnya Kami akan mengembalikan dia kepadamu, dan menjadikannya salah satu rasul Kami.’” (QS. Al-Qashash: 7).

Seperti halnya kepada Maryam di kemudian hari, Allah menghibur Umm-Musa bahwa Allah akan mengembalikan Musa dalam keadaan aman kepadanya (tanpa mengusik naluri pengasuhannya, mengingat prioritasnya untuk menyelamatkan anaknya dari risiko dibunuh). Selain itu, diserahkan kepadanya untuk memutuskan kapan saatnya bagi Musa untuk diselamatkan.

Dengan demikian, Allah mempercayai kehendak-Nya bersamanya. Yang merujuk kepada Umm-Musa kemudian: “(yaitu) Ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu pesan: ‘Letakkanlah ia (Musa) ke dalam peti, dan lemparkanlah (peti itu) ke sungai (Nil): sungai itu akan membawanya ke tepi, dan ia akan diambil oleh (Fir’aun) seseorang yang adalah musuh bagi-Ku dan musuh baginya.’” (Q.S. Thaha: 38-39).

Apa yang sangat penting tentang ayat-ayat ini adalah bahwa Umm-Musa menerima wahyu dari Allah, sehingga menjadikannya seorang muhaddas (seorang individu yang Allah ajak bicara). Seperti yang ditunjukkan ayat-ayat tersebut, bahwa perempuan dan laki-laki adalah penerima wahyu Allah. Selain itu, ayat ini memuliakan tindakan Umm-Musa: bahwa keyakinannya pada wahyu Allah begitu kuat sehingga ia bertindak atas wahyu tersebut terlepas naluri pengasuhannya yang memprioritaskan keamanan anaknya. (bersambung)

Source: Women in The Qur'an
Napol

Napol

Terkait Posts

Dipaksa Menikah

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

19 Juni 2025
Perkawinan

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

19 Juni 2025
Pasangan Hidupnya

Jangan Rampas Hak Perempuan Memilih Pasangan Hidupnya

19 Juni 2025
Sister in Islam

Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

18 Juni 2025
Kekerasan dalam

Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

18 Juni 2025
Pemukulan

Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

18 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • SIS Malaysia

    Berproses Bersama SIS Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ulasan Crime and Punishment: Kritik terhadap Keangkuhan Intelektual
  • Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya
  • Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur
  • Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga
  • Ibnu Khaldun sebagai Kritik atas Revisi Sejarah dan Pengingkaran Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID