• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan dan Laki-laki tak Ubahnya Siang dan Malam

Pola penilaian masyarakat masih saja di taraf rendah, penilaian mereka belum bisa lepas dari jerat fisik dan tabiat. Karena fisik laki-laki lebih kuat, tentu mereka lebih baik dari perempuan. Sehingga, berakhir pada kesimpulan, ‘Perempuan adalah makhluk lemah yang mudah dikalahkan’

Ahmad Dirgahayu Hidayat Ahmad Dirgahayu Hidayat
08/06/2022
in Personal
0
Perempuan dan Laki-laki

Perempuan dan Laki-laki

408
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bagi para penjaga malam, dipandang dari sudut dunia kerja dan penghasilan, maka malam adalah waktu terbaik. Gelapnya adalah begroun keindahan, dinginnya adalah selimut paling setia walau mungkin tak selamanya mengasyikkan, dan suara isapan rokok yang bersahutan dengan riak seruputan kopi adalah nada indah yang temani mereka hingga fajar. Begitulah gambaran perempuan dan laki-laki, yang diumpamakan bagai siang dan malam.

Hitung-hitungan setiap bulannya bisa sampai satu juta. Sehingga, mereka yang hidup tidak mewah bisa menyisihkan dua ratus ribu per bulan sebagai tabungan keluarga. Alhasil, bagi mereka, malam adalah waktu berharga yang sangat menguntungkan.

Namun, bagi para buruh, penggembala dan petani, siang adalah waktu yang istimewa. Terik matahari di atas truk merupakan kenikmatan tersendiri untuk para pekerja kasar. Karena sekali jalan mereka bisa mengantongi seratus sampai dua ratus ribu tanpa keluar modal sepeser pun kecuali tenaga. Fakta ini tak terkecuali bagi perempuan dan laki-laki.

Begitupun penggembala dan petani, pada setiap gembalaan yang tumbuh sehat dan gemuk, juga tanaman yang subur nan hijau adalah modal cadangan masa depan. Kata mereka, siang merupakan kenikmatan terbesar yang diberi Tuhan.

Kendati demikian, masing-masing mereka juga mesti mengakui bahwa siang dan malam diciptakan sebagai anugerah terindah untuk kelangsungan hidup umat manusia, dan seluruh makhluk Tuhan pada umumnya. Sebab, para penjaga malam itu sangat menikmati istirahatnya di siang hari. Demikian juga para buruh, penggembala dan petani, baik perempuan dan laki-laki, selalu menjadikan malam sebagai waktu melepas lelah.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Sampai di sini, sudah terang bukan, bagaimana indahnya siang dan malam? Dan, bagaimana seluruh makhluk membutuhkannya? Demikianlah juga perempuan dan laki-laki, keberadaannya laik siang dan malam. Fungsi dan keutamaannya tak bisa dibanding-bandingkan. Sebab, mereka istimewa dengan perannya masing-masing. Jadi, dunia tidak mengenal istilah laki-laki lebih mulia daripada perempuan, sehingga perempuan tidak lebih mulia dari laki-laki.

Perempuan dan Laki-laki adalah sama-sama manusia

Namun, mengapa bisa demikian? Apa titik kesamaan (wajhu as-syibh) antara perempuan dan laki-laki dengan siang dan malam? Menjawab ini, tepat sekali jika merujuk Syekh Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi, seorang mufasir besar kelahiran Mesir. Dalam mukadimah salah sebuah karyanya, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah (hal. 5), ia menulis keterangan cukup panjang yang insya Allah akan saya bahasakan dengan sederhana.

Laki-laki dan perempuan, sebagaimana tidak mungkin luput diketahui, adalah satu macam yang bernaung di bawah payung besar bernama ‘manusia’. Artinya, mereka adalah bagian dari manusia yang dimuliakan Allah dalam ‘Walaqad karramna bani adam’ (Sungguh, kami memuliakan bani Adam (al-Isra’: 70)). Demikian juga siang dan malam yang menjadi bagian dari waktu (az-zaman). Waktu sendiri, termasuk makhluk mulia yang diciptakan Allah jauh sebelum menciptakan dunia dan seisinya.

Karena itu, mustahil Dia menciptakan siang dan malam-di mana merupakan bagian dari waktu yang mulia itu-dengan sia-sia alias tak berguna. Keduanya pasti memiliki fungsi masing-masing. Maka, wajar kita tidak mampu mengatakan bahwa malam lebih mulia daripada siang, juga demikian sebaliknya. Sebab, malam itu mulia dengan misinya, dan siang pun mulia dengan misinya.

Namun, yang super aneh dari budaya kita adalah munculnya stigma negatif dalam memandang perempuan dan laki-laki. Pola penilaian masyarakat masih saja di taraf rendah, penilaian mereka belum bisa lepas dari jerat fisik dan tabiat. Karena fisik laki-laki lebih kuat, tentu mereka lebih baik dari perempuan. Sehingga, berakhir pada kesimpulan, ‘Perempuan adalah makhluk lemah yang mudah dikalahkan’.

Apalagi para tokoh agama yang nyantri belum lama, tapi sudah jadi ustaz kondang yang meniupkan pemahaman ke mana-mana tentang hadis bahwa perempuan itu ‘Naqhishatul ‘aqli wa ad-din’ (kurang akal dan agamanya), lantara mereka punya tabiat haid, hamil dan yang serupa. Padahal, kontekstualisasi dan porsi maknanya tidak demikian.

Tidakkah kita pernah menemukan atau setidaknya mendengar cerita perempuan yang diceraikan seorang suami yang membebek hawa nafsunya secara membabi buta? Demi kebutuhan pemuasan hasrat seksual, tanggung jawab anak-istri tak lagi prioritas. Sebaliknya, yang mengambil alih tanggung jawab keluarga; dari merawat anak sejak kecil sampai di titik kesuksesan, adalah ibunya. Sedangkan suaminya tengah asyik dengan ibu-ibu lain. Pertanyaannya kemudian, siapa yang mulia di antara mereka? Suami atau istrinya? Kendatipun dari kalangan laki-laki, tidak mungkin menjawab “suami”.

Itu artinya, mulia dan tidak, jelas tidak diukur dari fisik dan tabiat. Melainkan dari ketangguhan hatinya mengemban tanggung jawab yang dititipkan Allah subhanahu wa ta’ala. Dari pada itu, tafsir yang relevan atas surah an-Nisa’ ayat 34, “ar-rijalu qawwamuna ‘ala an-nisa’” (Lelaki (suami) adalah pelindung bagi perempuan (istri)), harus digalakkan lebih masif. Orang-orang di Kantor Urusan Agama (KUA) banyak yang gagal paham di sini. Dan, ini penting diluruskan.

Apa kira-kira penyebab kegagalpahaman tersebut? Salah satunya, mungkin karena memahami teks agama di atas tidak secara mendalam, tidak beserta tafsir-tafsirnya. Sebab, jika memang mendalam, pasti menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Mari kita buktikan dengan sedikit mengintip Tafsir as-Sya’rawi (juz 4, hal. 2193). Di sana, syekh Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi menjelaskan makna kata ‘Qawwam(un)’. Ia menulis:

القوام هو المبالغ في القيام وجاء الحق هنا بالقيام الذي فيه تعب وعندما تقول: فلان يقوم على القوم أي لا يرتاح أبدا

Artinya, “al-Qawwam adalah orang yang menjalankan tanggung jawabnya dengan maksimal. Allah sengaja menggunakan derivasi kata ‘al-qiyam’ yang di dalamnya terdapat keletihan, ketika Anda mengatakan, ‘orang itu tengah mengabdi untuk umat’, maka itu bermakna ia takkan pernah istirahat untuk selamanya.”

Dari analisa teks yang dilakukan as-Sya’rawi ini, sangat tidak tepat menilai mana yang lebih mulia antara laki-laki dan perempuan dengan sudut pandang fisik dan tabiat. Karena ayat di atas tidak bicara itu. Melainkan berbicara tanggung jawab. Jadi, siapa di antara mereka yang menjalankan tanggung jawab keluarga dengan baik, maka dialah qawwam yang sebenarnya.

Sekurangnya, ada dua hal yang penting digarisbawahi. Pertama, ihwal penilaian kita kepada perempuan. Mari memandang mereka seperti kita memandang siang dan malam yang keduanya hadir dengan misi masing-masing yang sama-sama mulia. Kedua, adalah surah an-Nisa’ ayat 34 yang disalahpahami. Sebab, bila salah menggaris makna ayat ini, maka salah pula garis hidup yang kita torehkan untuk diri dan orang lain. Wallahu a’lam bisshawab. Semoga manfaat. []

Tags: GenderkeadilanKesetaraanlaki-lakiMerebut TafsirperempuanTafsir Adil Gender
Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Situbondo, dan pendiri Komunitas Lingkar Ngaji Lesehan (Letih-Semangat Demi Hak Perempuan) di Lombok, NTB.

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID