• Login
  • Register
Selasa, 21 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Perempuan Madura dan Problematika Perkawinan Anak

Berbagai kasus yang menimpa perempuan di berbagai belahan bumi Indonesia nyatanya masih belum cukup untuk membuka pandangan kita terkait persoalan ketidakadilan.

Muallifah Muallifah
08/06/2021
in Publik
0
Perempuan

Perempuan

176
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “Miris”. Begitu saya mengawali tulisan atas kasus bunuh diri seorang anak lulus SMP di Kepulauan Arjasa Sumenep, Madura  yang sudah tidak kuat menahan kenyataan perjodohan oleh orang tuanya. Pada kenyataannya, pernikahan tersebut dilakukan sudah kedua kalinya. Pertama, pernikahan siri yang dilakukan membuat korban melarikan diri.

Kedua, pernikahan secara paksa ini sudah disetting oleh orang tuanya, dengan memasukkan si anak ke dalam kamar. Kamar tersebut sudah ada calon mempelai. Singkat cerita, masyarakat berpura-pura melakukan penggrebekan dengan niat bahwa sang anak mau menikah. Nyatanya, pada siang siang menjelang sore, sang anak meninggal lantaran meminum racun. Gadis tersebut sebenarnya ingin sekali melanjutkan SMA.

Membaca kabar tersebut saya justru amat sedih. Menjadi anak perempuan, menjadi seorang ibu, atau menjadi apapun perannya sesama perempuan. Sebagai perempuan yang sama dilahirkan di pulau Madura, setidaknya kasus ini cukup menjadikan pukulan yang amat sakit bagi saya melihat berbagai fenomena ketidakadilan yang dialami oleh perempuan.

Kesadaran pendidikan, misalnya. Saya turut ingin bersuara bahwa hingga hari ini, tidak sedikit orang tua di Madura yang masih buta soal pendidikan. Perempuan masih dianggap asing untuk memperoleh pendidikan, sebab apalah gunanya pendidikan bagi perempuan. Sebab akhirnya, perannya adalah domestik.

Saya masih ingat betul, bagaimana meyakinkan orang tua untuk bisa melanjutkan jenjang perguruan tinggi dengan berbagai pendekatan dan penjelasan yang amat panjang. Kekhawatiran akan tidak bisa menikah, atau menjadi perawan tua, hingga tidak akan ada laki-laki yang akan menikahi sebab sang perempuan berpendidikan tinggi menjadi phobia yang berlebihan bagi orang tua.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam
  • Membincang Perempuan Pemimpin, dan Pemimpin Perempuan
  • Ketika Mahasantriwa SUPI ISIF Belajar Keberagaman
  • Intervensi Langsung Perkara Dispensasi Perkawinan

Baca Juga:

Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Membincang Perempuan Pemimpin, dan Pemimpin Perempuan

Ketika Mahasantriwa SUPI ISIF Belajar Keberagaman

Intervensi Langsung Perkara Dispensasi Perkawinan

Pola relasi patriarki dalam hubungan suami-istri yang menghendaki bahwa laki-laki harus lebih tinggi masih mengakar kuat. Misalnya jika laki-laki lulusan sarjana, maka sang istri maksimalnya lulusan sarjana. Menjadi sebuah aib, jika pendidikan perempuan lebih tinggi daripada suami. Begitu kiranya untuk menggambarkan.

Relasi semacam ini barangkali sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat yang hidup di perkotaan, seiring dengan berjalannya waktu dan keterbukaan berbagai ragam ilmu dan jenjang pendidikan yang ditempuh oleh orang tersebut. Namun, di pelosok Madura, daerah yang sulit dijangkau oleh sinyal internet, dengan kesadaran orang tua yang rendah, budaya semacam ini terus mengakar.

Bagaimana dengan Perkawinan Anak?

Dengan kompleksitas problem menjadi perempuan Madura, perkawinan anak juga menjadi persoalan serius. Anehnya, jika dilingkungan saya, perkawinan anak justru tidak hanya dikehendaki oleh orang tua, anak lulusan SD-SMP turut menghendaki sebuah pernikahan. Sebab bagi mereka, tidak ada yang perlu dikejar soal pendidikan bagi perempuan.

Saya justru berpikir bahwa menikah tidak lagi menjadi ajang yang sakral, pilihan hidup yang akan dijalani seumur hidup. Melainkan menjadi perlombaan, setiap perayaan lulus sekolah, maka selalu ada saja yang menikah. Hanya beberapa perempuan saja yang berani melanjutkan pendidikannya. Tidak banyak perempuan Madura yang tinggal di perkampungan saya memiliki mimpi, semangat untuk sekolah, memperoleh pengetahuan dan mengejar cita-cita.

Berada di lingkungan yang terus-terusan membahas pernikahan, mempermasalahkan soal pernikahan, turut terbawa arus agar bisa sama seperti yang lain, yakni menikah. Saya masih ingat bagaimana orang tua turut mempersoalkan pernikahan lantaran anak tetangga yang hanya lulusan SMP atau SD sudah menikah semuanya, sedangkan anaknya yang lulusan sarjana belum kunjung menikah. Katanya ini aib, dan ini benar-benar tidak masuk akal bagi saya.

Namun, kasus bunuh diri lantaran pemaksaan pernikahan terhadap korban kiranya menjadi persoalan serius bagi saya. Berapa banyak anak perempuan yang tidak memperoleh hak pendidikan, hak hidup, hak memilih lantaran pemaksaan pernikahan. Kasus ini saya rasa tidak hanya di Madura. Di Indonesia yang masih sangat kental budaya patriarki turut menjadi kacamata kita untuk terus mengkawal berbagai regulasi yang mengatur persoalan ini.

Maka penting, untuk terus menyuarakan RUU-PKS dalam ruang apapun. Berbagai kasus yang menimpa perempuan di berbagai belahan bumi Indonesia nyatanya masih belum cukup untuk membuka pandangan kita terkait persoalan ketidakadilan. Jika tidak melihat perempuan, setidaknya melihat dari kacamata kemanusiaan yang seharusnya memperoleh hak-haknya sebagai manusia. Sebab Tuhan menciptakan perempuan bukan hanya untuk menikah, bereproduksi. Lebih dari itu, perempuan sama-sama manusia yang memiliki  hak sekolah, hidup, bekerja, dll. []

 

Tags: IndonesiaKekerasan Pada PerempuanPemaksaan PerkawinanPerempuan Maduraperkawinan anakTradisi
Muallifah

Muallifah

Penulis asal Sampang, sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tinggal di Yogyakarta

Terkait Posts

Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Pembahasan Childfree

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

18 Maret 2023
Bimbingan Skripsi, Kekerasan Seksual

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

17 Maret 2023
Kekerasan Simbolik

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

16 Maret 2023
Berbuat Baik pada Non Muslim

Meneladani Akhlak Nabi dengan Berbuat Baik pada Non Muslim

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri
  • Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist