Mubadalah.id – Jika menggunakan argumentasi Imam Ibn Hazm, seharusnya sudah selesai terkait pertanyaan-pertanyaan benarkan shalat terbaik perempuan adalah di dalam rumah. Karena dasarnya lemah dan bertentangan dengan dasar hukum yang lebih sahih, kuat, dan banyak.
Akan tetapi, jika mau diterima teks Hadis Umm Humaid al-Sa’idi r.a. ini, maka ia harus dianggap sebagai kondisi khusus dan untuk situasi khusus.
Nabi Saw. hanya mengucapkan hal tersebut kepada sahabat Umm Humaid r.a. Ucapan itu tidak berlaku umum untuk semua perempuan. Kondisi dan situasi khusus ini, sayangnya, tidak ada yang menceritakan. Sehingga beberapa ulama menebak dan memperkirakan logika fitnah perempuan yang melekat pada dirinya.
Jika logika fitnah hanya khusus pada individu Umm Humaid r.a. saja, mungkin juga sudah cukup dan selesai. Namun, diarahkan juga kepada seluruh perempuan, sehingga mereka dianggap tidak baik ketika datang dan ikut aktivitas di masjid.
Jika demikian, apakah semua orang, laki-laki dan perempuan, karena kata al-Qur’an berpotensi fitnah, juga tidak baik untuk datang ke masjid? Tentu saja tidak.
Artinya, logika fitnah ini sama sekali tidak berdasar, dan tidak bisa berlaku kepada seluruh perempuan, sebagaimana juga tidak bisa berlaku kepada seluruh laki-laki.
Karena pemberlakuan logika fitnah bertentangan dengan al-Qur’ an dan Hadis. Terutama tentang Hadis partisipasi para perempuan pada masa Nabi Muhammad Saw. di masjid. Sekali lagi, teks Hadis ini jauh lebih banyak dan lebih sahih.
Perempuan adalah Subjek Utuh Kehidupan
Jadi, jika kita beriman bahwa perempuan adalah manusia, subjek utuh kehidupan, hamba Allah Swt, yang al-Qur’an maupun Hadis sebut, dan kita mau meneladani kehidupan para perempuan pada masa Rasulullah Saw. Maka tidak ada alasan sama sekali untuk melarang perempuan beraktivitas di masjid atau di ruang publik.
Jika ada alasan yang logis dan syar’i untuk pelarangan itu, maka ia harus berlaku secara umum kepada semua orang. Ini semua agar kebaikan hidup di ruang publik bisa dinikmati oleh perempuan. Sebagaimana juga dinikmati laki-laki.
Mari kita resapi kembali nilai-nilai kesalingan relasi laki-laki dan perempuan yang sudah al-Qur’an suarakan lima belas abad yang lalu:
“Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, satu sama lain adalah mitra saling menolong dalam kerja-kerja mewujudkan kebaikan, menghentikan keburukan, menyelenggarakan shalat, menunaikan zakat, dan mentaati (mengimplementasikan prinsip-prinsip ajaran) Allah dan Rasul-Nya. Merekalah (yang bermitra dalam kerja-kerja tersebut) yang akan dirahmati Allah Swt. Sesungguhnya Allah Mahaagung dan Bijaksana.” (QS. al-Taubah ayat 71). []