Mubadalah.id – Dalam rangka menuju Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II, panitia penyelenggara KUPI menggelar silaturahim bersama pimpinan pondok pesantren dan majelis taklim se-jawa bagian barat di Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy, Babakan Ciwaringin Cirebon, pada Selasa-Rabu, 13-14 September 2022.
Pimpinan pondok pesantren dan majelis taklim se-jawa bagian barat itu telah sepakat mendukung dengan penuh penyelenggaraan KUPI II di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara Jawa Tengah.
“Kami perempuan pesantren jawa bagian barat mendukung penuh penyelenggaraan KUPI II di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara Jawa Tengah,” ucap seluruh pimpinan pondok pesantren dan majelis taklim se jawa bagian barat.
Pimpinan pondok pesantren dan majelis taklim se-jawa bagian barat itu di antaranya, Hj. Neneng Siti Shalihah (Muslimat Mathla’ul Anwar Banten), Hj. Asdirwati Ali (Jakarta), Hj. Neneg Nur Laila, M.Pd (Pesantren Cipasung, Tasikmalaya), Hj. Masriyah Amva (Pesantren Kebon Jambu Cirebon).
Lalu, Hj. Nenah (Pesantren al-Masthuriyah Sukabumi), Hj. Ia Kurniati (Ketua Aisyiah Jabar), Hj. Roudhotul Jannah (Pesantren Gedongan Cirebon), Hj. Hud Aisiyah (Pesantren Garut), Hj. Nuryati Murtadho (Jakarta), Hj. Yati Priyati (Jakarta), Hj. Wiwi Siti Sajaroh (Banten), dan Hj. Neng Romdhon Farihah (Pesantren MALNU Menes Banten).
KUPI adalah Ruang Perjumpaan Ulama Perempuan
Ketua Panitia KUPI II, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menyampaikan, dalam kongres ulama perempuan ini memang bukan kongres untuk memilih ketua dan menentukan struktural, tetapi kongres ini adalah ruang perjumpaan para ulama perempuan untuk melakukan musyawarah keagamaan.
“Jadi, KUPI bukan gerakan struktural tetapi gerakan sosial, gerakan pengetahuan untuk meneguhkan eksistensi ulama perempuan dalam membangun peradaban. Kami mempunyai visi kemanusiaan, keislaman, kebangsaan, dan kesemestaan,” kata Nyai Badriyah, saat memberikan sambutan, pada Selasa, 13 November 2022.
Lebih lanjut, Nyai Badriyah menegaskan bahwa KUPI merupakan ruang perjumpaan dengan para pemangku kebijakan, para aktivis dan para penyintas.
“KUPI merupakan ruang perjumpaan 700 ulama perempuan dan jaringan, dari 14 negara, 20 provinsi. Dan nanti di KUPI II insya Allah akan dihadiri oleh jaringan KUPI yang tersebar di 34 provinsi,” jelasnya.
Metodologi Fatwa KUPI
Pengasuh Pesantran Mahasina Darul Qur’an wal Hadits yang juga dipercaya sebagai Ketua Majelis Musyawarah (MM) KUPI itu juga mengungkapkan, dalam musyawarah keagamaan KUPI, kami memakai metodologi dan sumber yang dijadikan dasar, yaitu al-Qur’an, hadist, Aqwalul ulama, Konstitusi negara (Pancasila dan UU) dan pengalaman perempuan.
“Inilah yang khas dalam musyawarah keagamaan KUPI, yaitu pengalaman perempuan. Kami meyakini bahwa pengalaman perempuan itu bisa dijadikan sumber pengetahuan. Karena untuk merumuskan suatu hukum yang berhubungan langsung dengan perempuan, penting sekali untuk mendengar pengalaman perempuan tersebut,” paparnya.
Nyai Badriyah mencontohkan, misalnya dalam merumuskan hukum pernikahan anak.
“Dalam pandangan KUPI pernikahan anak wajib untuk dicegah, karena praktik ini dapat mendangatangkan madharat yang besar bagi perempuan,” tukasnya. (Fit)