Masih ingat beberapa waktu lalu saat ada salah satu partai politik yang menolak poligami? Kalau kamu masih ingat, tentu masih ingat pula kalau hal tersebut membuat ramai perbincangan baik dunia maya maupun nyata.
Beberapa bulan yang lalu juga ramai diperbincangkan ada istri yang mengantar suaminya untuk menikah lagi, poligami memang isu yang tidak pernah surut diperbincangkan publik. Poligami juga dikaitkan dengan feminis, feminis dianggap ‘biang kerok’ atas penolakan terhadap poligami, terlebih ketika salah satu anggota partai tesebut beragama Islam dan menentang poligami, dianggap menentang syariat dan lain sebagainya.
Sebenarnya perempuan Islam yang aktif dalam gerakan feminisme menentang poligami gak sih? Iya dalam praktik yang salah. Berarti mereka menentang syariat dong? dan melawan hukum Allah. Jawabnya adalah Tidak! Lalu kenapa sih poligami ditentang?
Hukum mempunyai istri lebih dari satu memang ada dalam Al-Qur’an dan itu diperbolehkan, namun ada syarat yang harus dipenuhi. Poligami ditentang karena praktik yang ada di sekitar kita tidak sesuai dan banyak kedzaliman didalamnya.
Seseorang suami yang poligami dituntut untuk adil dalam memberikan kebutuhan lahir, batin dan memperhatikan anak-anak. Sedangkan Imam Al-Qurthubi menjelaskan jika Allah SWT mengabarkan bahwa sifat manusia tidak mampu menguasai kecondongan hati (cinta) terhadap sebagian, tidak kepada sebagian yang lain.
Jadi ketika seseorang menjadikan Surat An-Nisa ayat 3 sebagai peluang untuk melakukan poligami tapi ketika merujuk pada Surat An-Nisa ayat 129 maka aturan tersebut menjadi sangat ketat.
Perlu diketahui bahwa poligami itu bukan tradisi Islam, poligami sudah ada jauh sejak Islam belum datang, bahkan Islam datang untuk mereduksi hal tersebut. Untuk hal ini kamu bisa membaca sejarah pernikahan Nabi Muhammad SAW, alasan beliau poligami, dan kenapa beliau menentang ketika Siti Fatimah akan dipoligami, dan kamu perlu tahu jika Rasulullah lebih lama ber-monogami lho. Lalu prakteknya bagaimana?
Poligami saat ini merupakan bentuk patriarki dalam pernikahan, di mana adanya relasi kuasa dan menganggap istri adalah ‘hak milik’ atau kepemilikan, sehingga poligami dilakukan dengan dasar pemuas nafsu (seksual).
Hal ini dalam islam tidak diperbolehkan, sebagaimana keluarga sakinah mawaddah warahamah adalah relasi suami dan istri yang setara, tidak ada ketimpangan relasi kuasa, suami dan istri saling bekerja sama dalam menghadapi masalah.
Bahkan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyebutkan bahwa poligami merupakan salah satu bentuk KDRT, hal ini disebabkan banyak hal, seperti laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu maka kebutuhan ekonomi meningkat, semakin banyak tekanan hingga pelampiasan dari tekanan tersebut berujung pada kekerasan.
Perempuan yang dipoligami mempunyai kecemburuan dan rasa persaingan dengan perempuan lainnya (istri lain). Hal ini kerap memicu pertengkaran dan KDRT, akibat dari hal itu, hak-hak anak akan terabaikan.
Jadi sekarang kamu tahu kan kalau yang ditentang itu bukan hukum Allah, tapi kedzaliman yang terbungkus poligami itu lho. Kalau kamu masih bertanya-tanya kenapa sih Rasulullah poligami? Bukannya poligami rentan akan kekerasan?
Nah disitulah indahnya Islam, mengutip dari pendapat Ibu Dr. Nur Rofiah, Bil Uzm bahwa Rasulullah berpoligami dengan mencontohkan bagaimana memperlakukan keluarga yang adil, hal ini perlu karena pada saat itu belum ada contoh riil perilaku yang adil ketika poligami belum bisa dihapuskan.
Sebelum membahas poligami Rasulullah SAW kamu perlu tahu kalau Rasulullah SAW ber-monogami selama 28 tahun kemudian sepeninggal Khadijah beliau menjadi duda, setelah itu beliau ber-poligami pada usia 51 tahun dan masa beliau poligami sekitar 8 tahun hingga beliau wafat.
Istri-istri Rasulullah SAW adalah janda, yang perawan hanya Siti Aisyah, bahkan beberapa dari istri Rasulullah SAW telah mempunyai anak dari suami sebelumnya. Dari sini sudah terlihat bahwa Rasulullah SAW melakukan poligami bukan karena nafsu, dan adanya Rasulullah SAW ber-poligami menjadikan contoh perilaku saat poligami, seperti cara berkomunikasi dengan pasangan dan bagaimana cara memperlakukan istri-istri dengan adil. []