• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Prinsip Wa Laa Tusrifuuu dalam Mengurangi Konsumerisme pada Perayaan Lebaran

Mari ciptakan raya yang membahagiakan berkumpul bersama keluarga tersayang dengan mengesampingkan atribut duniawi yang merisaukan.

Muhammad Syihabuddin Muhammad Syihabuddin
30/03/2025
in Personal
0
Perayaan Lebaran

Perayaan Lebaran

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perayaan Lebaran sebagai momen penting dalam kalender Islam, sering kali kita maknai sebagai waktu untuk berbagi kebahagiaan dan merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Namun, dalam praktiknya, perayaan Lebaran sering kali terpenuhi dengan perilaku konsumtif yang berlebihan.

Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengedepankan prinsip kesederhanaan. Salah satu ajaran yang relevan untuk kita terapkan dalam mengurangi tingkat konsumerisme selama Lebaran adalah prinsip “wa laa tusrifuuu” yang artinya “jangan berlebihan” (Q.S. Al-A’raf: 31).

Prinsip ini mengajarkan umat Islam untuk selalu menghindari pemborosan dan menyikapi segala sesuatu dengan moderasi. Pinsip “wa laa tusrifuuu” ini dapat kita terapkan dalam mengurangi konsumerisme pada perayaan Lebaran. Di mana melalui tulisan ini membahas pentingnya prinsip “wa laa tusrifuuu”, dampak konsumerisme yang berlebihan, dan cara penerapan prinsip tersebut dalam konteks Lebaran.

Pentingnya Prinsip Wa Laa Tusrifuuu dalam Ajaran Islam

Prinsip “wa laa tusrifuuu” atau “jangan berlebihan” mengandung pesan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Allah SWT dalam Al-Qur’an berulang kali mengingatkan umat manusia agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang berlebihan. Baik dalam hal makan, minum, berpakaian, maupun dalam segala bentuk konsumsi lainnya.

Dalam surah Al-A’raf ayat 31, Allah berfirman:

Baca Juga:

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

“Wahai anak-anak Adam, ambillah perhiasanmu pada setiap mesjid, dan makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Ayat ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap aspek kehidupan, kita harus menjaga keseimbangan dan menghindari pemborosan.

Prinsip ini bukan hanya kita terapkan dalam konteks ibadah atau amalan sehari-hari, tetapi juga dalam aspek sosial dan ekonomi, termasuk dalam perayaan hari besar seperti Lebaran. Prinsip kesederhanaan yang terkandung dalam “wa laa tusrifuuu” menjadi pedoman bagi umat Islam untuk menghindari sikap berlebihan. Di mana sering kali mewujud dalam bentuk konsumsi yang tidak terkendali.

Penerapan prinsip ini akan membantu menciptakan keseimbangan antara hak individu dan kepentingan sosial. Selain itu mencegah terjadinya ketimpangan dalam masyarakat akibat perilaku konsumtif yang tidak terkendali.

Dampak Konsumerisme Berlebihan dalam Perayaan Lebaran

Perayaan Lebaran sering kali kita maknai dengan kemeriahan, seperti membeli pakaian baru, makanan berlimpah, dan memberi hadiah kepada keluarga atau kerabat. Meskipun tindakan-tindakan ini memiliki niat baik, namun ketika kita lakukan secara berlebihan, hal ini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.

Salah satu dampaknya adalah meningkatnya konsumerisme yang mendorong individu atau keluarga untuk berbelanja melebihi kebutuhan mereka.

Konsumerisme yang berlebihan dalam perayaan Lebaran dapat menyebabkan pemborosan sumber daya yang seharusnya bisa kita gunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

Misalnya, pembelian pakaian baru, meskipun dalam jumlah yang berlebihan, sering kali tidak memberikan nilai tambah yang signifikan, kecuali sebagai bentuk kesenangan semata. Selain itu, konsumsi makanan yang berlebihan dapat menyebabkan pemborosan pangan. Hingga akhirnya berkontribusi pada kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan.

Dampak lain dari konsumerisme berlebihan adalah ketimpangan sosial. Ketika sebagian orang membelanjakan uang mereka untuk barang-barang yang tidak diperlukan. Sementara di sisi lain, masih banyak orang yang hidup dalam kemiskinan dan kesulitan ekonomi. Hal ini dapat memperburuk ketidakadilan sosial.

Oleh karena itu, sangat penting bagi umat Islam untuk memahami bahwa perayaan Lebaran tidak seharusnya menjadi ajang pamer kekayaan atau pemborosan. Melainkan waktu untuk meningkatkan solidaritas dan berbagi dengan sesama.

Penerapan Prinsip Wa Laa Tusrifuuu dalam Mengurangi Konsumerisme pada Perayaan Lebaran

Agar prinsip “wa laa tusrifuuu” dapat diterapkan dalam mengurangi konsumerisme selama Lebaran, ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh umat Islam, baik secara individu maupun kolektif.

Pertama, menjaga kesederhanaan dalam membeli barang-barang. Salah satu cara yang paling langsung untuk menghindari konsumerisme berlebihan adalah dengan tidak terburu-buru membeli barang-barang yang tidak diperlukan, seperti pakaian baru atau pernak-pernik Lebaran yang hanya untuk kepuasan sesaat.

Sebaliknya, kita dapat memanfaatkan apa yang sudah dimiliki dengan bijak. Misalnya, menggunakan pakaian yang masih layak pakai dan tidak perlu membeli yang baru hanya untuk sekadar mengikuti tren atau ajakan sosial. Ini akan membantu mengurangi pemborosan dan mendukung gaya hidup yang lebih berkelanjutan.

Kedua, mengatur pengeluaran secara bijaksana. Salah satu bentuk konsumerisme berlebihan pada saat Lebaran adalah pengeluaran yang tidak terkontrol untuk berbagai kebutuhan, baik itu makanan, hadiah, atau perjalanan.

Sebelum merencanakan belanja Lebaran, penting untuk membuat anggaran yang jelas dan menetapkan prioritas berdasarkan kebutuhan yang lebih mendesak. Dengan mengatur pengeluaran, kita bisa menghindari pemborosan dan lebih fokus pada aspek spiritual perayaan Lebaran, seperti berbagi dengan yang membutuhkan atau menyantuni anak yatim.

Ketiga, memperkuat nilai kebersamaan dan kepedulian sosial. Salah satu cara terbaik untuk menghindari konsumerisme yang berlebihan adalah dengan mengalihkan fokus perayaan Lebaran dari hal-hal yang bersifat konsumtif menuju kegiatan yang lebih bermanfaat. Misalnya, melaksanakan kegiatan sosial seperti berbagi makanan atau memberikan sedekah kepada yang membutuhkan.

Pentingnya Berbagi dan Menjaga Solidaritas

Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya berbagi, saling tolong-menolong, dan menjaga solidaritas antar sesama. Dengan demikian, kita dapat merayakan Lebaran dengan hati yang lebih lapang tanpa terjebak dalam konsumsi yang tidak perlu.

Prinsip “wa laa tusrifuuu” memberikan pedoman yang jelas dalam menghindari perilaku berlebihan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam perayaan Lebaran. Dengan menerapkan prinsip ini, kita tidak hanya dapat mengurangi dampak negatif konsumerisme, tetapi juga menciptakan suasana perayaan yang lebih bermakna dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Sebagai umat yang mengedepankan kesederhanaan dan kebersamaan, kita diajarkan untuk merayakan Lebaran dengan cara yang tidak hanya mengutamakan kesenangan pribadi, tetapi juga kepedulian terhadap sesama.

Dengan demikian, Lebaran dapat menjadi waktu untuk meningkatkan kualitas spiritualitas dan sosial kita tanpa terjebak dalam perilaku konsumtif yang berlebihan. Mari ciptakan raya yang membahagiakan berkumpul bersama keluarga tersayang dengan mengesampingkan atribut duniawi yang menyebabkan kerisauan! []

Tags: Hari Raya IdulfitrikeluargaKonsumerismePerayaan LebaranRelasi
Muhammad Syihabuddin

Muhammad Syihabuddin

Santri dan Pembelajar Instagram: @syihabzen

Terkait Posts

Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela
  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID