Mubadalah.id – Dalam perjalanan pulang dari ziarah ke pusara ayah, Ibunda Nabi Muhammad Saw, Aminah jatuh sakit dan tak lama kemudian wafat menyusul suaminya. Ia meninggal di Abwa, sebuah desa antara Makkah dan Madinah.
Muhammad, anak laki-laki tampan itu kini kehilangan orang-orang yang menjadi penyangga hidup dan pelabuhan hatinya. Ia kini jadi yatim-piatu.
Hati anak kecil ini tentu amat berduka atas kematian ibunya itu. Ia sangat terpukul atas peristiwa itu. Kita tentu bisa mengerti dan tahu bagaimana perasaan sepi dan duka hatinya pada momen seperti itu.
Perpisahan dengan orang-orang tercinta selalu menitipkan sepi dan luka yang mendalam.
Muhammad Saw kehilangan tumpuan harapan, kasih sayang, kelembutan, dekapan hangat sang ibu. Ia tak akan lagi merasakan tangan lembut yang menyuapinya.
Tak ada lagi senda-gurau yang mengembangkan bibir untuk tersenyum-senyum atau tawa lebar yang indah bersama seorang perempuan yang mengandung dan melahirkannya itu.
Kita semua dapat membayangkan atau merasakan betapa kebingungan, pilu dan sedihnya anak yang tak punya ibu, tak punya ayah, dan tak punya kekasih.
Bahkan tak punya dambaan kalbu, tak punya tempat mengadu, dan menumpahkan gelisah ketika hatinya luka atau terganggu.
Sabar dan Tabah
Tetapi Muhammad kecil itu menerima kehilangan orang yang sangat dicintainya dengan sangat sabar dan tabah.
Ia kemudian diasuh dan dalam perlindungan kakeknya, Abdul Muththalib. Tetapi ini hanya berlangsung dua tahun. Karena sang kakek kemudian juga wafat.
Sang paman, kakak ayahnya, Abu Thalib, menggantikannya, merawat, menjaga dan melindungi Muhammad Saw.
Tuhan tak membiarkan calon pemimpin dunia itu terus bersedih hati dan kehilangan harapan masa depan. Dia membimbing tangannya menapaki dan menyusuri jalan cahaya.
Tuhan akan selalu bersamanya dalam suka maupun duka. Melalui pengalaman hidup yang memilukan itu Dia sedang memberinya pelajaran mulia, agung dan berharga bagi masa depan kemanusiaan.
Pelajaran itu kira-kira berbunyi: “Jika kau menyayangi si fakir dan orang yang menderita, kau harus menjadi hatinya.”
Kelak anak yang mulia (Muhammad Saw) itu memang sangat peka dan amat sayang terhadap orang-orang yang miskin, yatim-piatu, terlantar dan menderita lainnya. []