Mubadakah.id – Menikah dengan Larissa Chou 5 tahun yang lalu, akun instagram @alvin_44 yang sekaligus putra sulung pendakwah kondang almarhum Arifin Ilham seringkali memposting keromantisan biduk rumah tangga nikah muda. Setali tiga uang, akun @larissachou pun memposting hal serupa.
Saling berbalas caption kemesraan untuk menunjukkan kebahagiaan rumah tangga yang mereka jalani seringkali membuat netizen menjadi baper. Hal ini terbukti dengan adanya ribuan komentar yang membanjiri akun @alvin_44 setiap memposting kebersamannya dengan Larissa.
Selain karena terlahir dari pendakwah kondang, pernikahan Alvin menjadi pembicaraan berbagai media karena menikah di usia yang sangat muda yaitu 17 tahun. Jauh dibawah usia kedewasaan yang diatur dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974. Dan ia menikahi seorang wanita muallaf yang merupakan keturunan Tionghoa yang saat itu berusia 20 tahun. Beberapa jam setelah melaksanakan akad nikah, Alvin mengadakan pers convrence dengan tema nikah muda dan dilanjutkan dengan penggunaan tagar #NikahMuda dalam caption selanjutnya.
Kampanye nikah muda juga ia terus gaungnya melalui beberapa acara TV swasta maupun nasional. Ia menegaskan bahwa keputusannya nikah muda mengamalkan anjuran agama. Bahwa satu-satunya jalur untuk menyalurkan fitrah hati dan nafsu seksual adalah melalui ikatan perkawinan. Maka bagi semua yang sudah mampu dan tidak sanggup untuk menahan pacaran, zina hati, dan zina mata disarankan untuk segera mencari pendamping hidup.
Tidak ada yang tahu dan tidak bisa ditebak kapan hubungan keduanya mengalami keretakan. Karena beberapa hari sebelum munculnya berita gugatan perceraian yang diajukan Larissa Chou ke Pengadilan Agama, keduanya masih membagikan momen kebersamaan di social media masing-masing. Sontak publik juga bertanya apa yang menyebabkan perceraian keduanya.
Tidak cukup sampai disitu, publik lebih dikejutkan lagi dengan aksi saling berbalas story antara akun @alvin_44 dan @larissachou tentang klarifikasi penyebab perceraian antara keduanya. Bahkan dengan tanpa ditutup-tutupi akun @larissachou menjelaskan ketidakmampuan Alvin dalam memimpin rumah tangga, tidak adanya bimbingan keagamaan, abai terhadap pendidikan anak dan bahkan perzinahan pernah dilakukan Alvin selama menjalin hubungan suami istri dengan Larissa. Hingga Larisa menjuluki Alvin sebagai laki-laki penghancur mental.
Seberapa urgen-kah negara mengatur mengenai batasan usia perkawinan?
Berkaca dari apa yang sedang dialami oleh Alvin dan larissa maka menjadi relevan jika pembahasan mengenai batasan usia perkawinan dimunculkan kembali. Bukan tanpa alasan, tuntutan perubahan usia perkawinan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tentunya melalui kajian yang cukup panjang. Baik kajian secara normatif, maupun secara sosial dan fakta lapangan.
Hingga pada akhirnya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 menghasilkan UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974. Melalui undang-undang ini ditetapkan usia minimal perkawinan adalah 19 tahun baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Secara tegas undang-undang tersebut menjelaskan bahwa naiknya usia perkawinan ini bertujuan untuk menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jika dilahirkan dari orang tua yang masih labil secara emosional, sering bertengkar, belum siap secara finansial dan psikologis tentunya akan berdampak pada pertumbuhan anak.
Sebagaimana kasus yang terjadi antara Alvin dan Larissa Chou, sudah barang tentu perseteruan keduanya yang menjadi konsumsi publik ini akan berdampak pada anaknya yang masih balita. Kemungkinan ini memang bisa terjadi pada siapapun, bahkan pada pasangan yang menikah di usia yang dewasa. Justru berdasarkan pertimbangan tersebut, jika yang sudah dewasa saja berpotensi untuk berseteru akibat ego yang tinggi, apalagi dengan pasangan muda yang secara emosional lebih labil dibanding orang dewasa?
Masih dalam UU yang sama, juga dinyatakan bahwa batas 19 tahun yang ditetepkan UU dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Pada tahun 2015 sebuah penelitian dilakuan di Pengadilan Agama Kisaran menyimpulkan bahwa 60% pasangan muda mengajukan perceraian. Rata-rata usia perkawinannya berada di bawah 5 tahun, dan usia keduanya berada di bawah 20 tahun.
Kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin diharapkan mampu menekan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Penelitian Eddy Fadlyana menyimpulkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun.
Data Unicef merilis bahwa anak usia di bawah 20 tahun secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri, partner seks, ibu. Sehingga jelas bahwa pernikahan anak menyebabkan imbas negatif terhadap kesejahteraan psikologis serta perkembangan kepribadian mereka. Hal ini relevan dengan apa yang disampaikan Larissa dalam story instagramnya, bahwa kehadiran sang ayah tidak dirasakan oleh anaknya, sehingga ia harus menjalani beban ganda dan mengalami stres selama menikah dengan Alvin.
Maka, dengan disahkannya UU 16 Tahun 2019 tentang batas usia perkawinan yang bersamaan dengan memanasnya konflik rumah tangga pasangan menikah muda ini, seharusnya bisa menjadi evaluasi dan bahan pertimbangan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Bahwa menikah tidak hanya bertujuan untuk pemuasan nafsu semata. Apalagi bertujuan untuk mencapai keamanan sosial dan finansial setelah menikah. Jika hanya itu tujuan yang ingin dicapai, maka ketika finansial tidak terpenuhi dan kepuasan seksual tidak didapat, perseteruan dan konflik yang justru akan terus menghantui.
Dogma agama yang acapkali dilegitimasi sebagai pembenaran nikah muda meskipun tanpa bekal yang matang juga harus ditinjau kembali. Nikah muda bukanlah satu-satunya cara yang bisa diambil para remaja untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjerumus ke lubang zina. Memperbanyak amal shalih, mendekatkan diri dengan Tuhan, menyibukkan diri dengan aktifitas sosial keagamaan, dan berpuasa adalah salah satu cara yang juga dianjurkan oleh agama.
Menolak nikah muda sama sekali bukan berarti mendukung pacaran dan perzinahan. Namun lebih pada analisis jangka panjang mengenai keharmonisan, kesehatan baik mental, fisik, dan reproduksi, keberlangsungan rumah tangga dan juga pertimbangan perkembangan anak yang lebih baik. Karena anak adalah aset masa depan yang akan menjadi penerus perjuangan agama, bangsa dan negara. []