• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Romansa Alvin-Larissa: Dari Kampanye Nikah Muda ke Perang Sosial Media

Menolak menikah muda sama sekali bukan berarti mendukung pacaran dan perzinahan. Namun lebih pada analisis jangka panjang mengenai keharmonisan keluarga

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
05/06/2021
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Nikah Muda

Nikah Muda

371
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadakah.id – Menikah dengan Larissa Chou 5 tahun yang lalu, akun instagram @alvin_44 yang sekaligus putra sulung pendakwah kondang almarhum Arifin Ilham seringkali memposting keromantisan biduk rumah tangga nikah muda. Setali tiga uang, akun @larissachou pun memposting hal serupa.

Saling berbalas caption kemesraan untuk menunjukkan kebahagiaan rumah tangga yang mereka jalani seringkali membuat netizen menjadi baper. Hal ini terbukti dengan adanya ribuan komentar yang membanjiri akun @alvin_44 setiap memposting kebersamannya dengan Larissa.

Selain karena terlahir dari pendakwah kondang, pernikahan Alvin menjadi pembicaraan berbagai media karena menikah di usia yang sangat muda yaitu 17 tahun. Jauh dibawah usia kedewasaan yang diatur dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974. Dan ia menikahi seorang wanita muallaf yang merupakan keturunan Tionghoa yang saat itu berusia 20 tahun. Beberapa jam setelah melaksanakan akad nikah, Alvin mengadakan pers convrence dengan tema nikah muda dan dilanjutkan dengan penggunaan tagar #NikahMuda dalam caption selanjutnya.

Kampanye nikah muda juga ia terus gaungnya melalui beberapa acara TV swasta maupun nasional. Ia menegaskan bahwa keputusannya nikah muda mengamalkan anjuran agama. Bahwa satu-satunya jalur untuk menyalurkan fitrah hati dan nafsu seksual adalah melalui ikatan perkawinan. Maka bagi semua yang sudah mampu dan tidak sanggup untuk menahan pacaran, zina hati, dan zina mata disarankan untuk segera mencari pendamping hidup.

Tidak ada yang tahu dan tidak bisa ditebak kapan hubungan keduanya mengalami keretakan. Karena beberapa hari sebelum munculnya berita gugatan perceraian yang diajukan Larissa Chou ke Pengadilan Agama, keduanya masih membagikan momen kebersamaan di social media masing-masing. Sontak publik juga bertanya apa yang menyebabkan perceraian keduanya.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Tidak cukup sampai disitu, publik lebih dikejutkan lagi dengan aksi saling berbalas story antara akun @alvin_44 dan @larissachou tentang klarifikasi penyebab perceraian antara keduanya. Bahkan dengan tanpa ditutup-tutupi akun @larissachou menjelaskan ketidakmampuan Alvin dalam memimpin rumah tangga, tidak adanya bimbingan keagamaan, abai terhadap pendidikan anak dan bahkan perzinahan pernah dilakukan Alvin selama menjalin hubungan suami istri dengan Larissa. Hingga Larisa menjuluki Alvin sebagai laki-laki penghancur mental.

Seberapa urgen-kah negara mengatur mengenai batasan usia perkawinan?

Berkaca dari apa yang sedang dialami oleh Alvin dan larissa maka menjadi relevan jika pembahasan mengenai batasan usia perkawinan dimunculkan kembali. Bukan tanpa alasan, tuntutan perubahan usia perkawinan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tentunya melalui kajian yang cukup panjang. Baik kajian secara normatif, maupun secara sosial dan fakta lapangan.

Hingga pada akhirnya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 menghasilkan UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974. Melalui undang-undang ini ditetapkan usia minimal perkawinan adalah 19 tahun baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Secara tegas undang-undang tersebut menjelaskan bahwa naiknya usia perkawinan ini bertujuan untuk menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jika dilahirkan dari orang tua yang masih labil secara emosional, sering bertengkar, belum siap secara finansial dan psikologis tentunya akan berdampak pada pertumbuhan anak.

Sebagaimana kasus yang terjadi antara Alvin dan Larissa Chou, sudah barang tentu perseteruan keduanya yang menjadi konsumsi publik ini akan berdampak pada anaknya yang masih balita. Kemungkinan ini memang bisa terjadi pada siapapun, bahkan pada pasangan yang menikah di usia yang dewasa. Justru berdasarkan pertimbangan tersebut, jika yang sudah dewasa saja berpotensi untuk berseteru akibat ego yang tinggi, apalagi dengan pasangan muda yang secara emosional lebih labil dibanding orang dewasa?

Masih dalam UU yang sama, juga dinyatakan bahwa batas 19 tahun yang ditetepkan UU dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Pada tahun 2015 sebuah penelitian dilakuan di Pengadilan Agama Kisaran menyimpulkan bahwa 60% pasangan muda mengajukan perceraian. Rata-rata usia perkawinannya berada di bawah 5 tahun, dan usia keduanya berada di bawah 20 tahun.

Kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin diharapkan mampu menekan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Penelitian Eddy Fadlyana menyimpulkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun.

Data Unicef merilis bahwa anak usia di bawah 20 tahun  secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri, partner seks, ibu. Sehingga jelas bahwa pernikahan anak menyebabkan imbas negatif terhadap kesejahteraan psikologis serta perkembangan kepribadian mereka. Hal ini relevan dengan apa yang disampaikan Larissa dalam story instagramnya, bahwa kehadiran sang ayah tidak dirasakan oleh anaknya, sehingga ia harus menjalani beban ganda dan mengalami stres selama menikah dengan Alvin.

Maka, dengan disahkannya UU 16 Tahun 2019 tentang batas usia perkawinan yang bersamaan dengan memanasnya konflik rumah tangga pasangan menikah muda ini, seharusnya bisa menjadi evaluasi dan bahan pertimbangan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Bahwa menikah tidak hanya bertujuan untuk pemuasan nafsu semata. Apalagi bertujuan untuk mencapai keamanan sosial dan finansial setelah menikah. Jika hanya itu tujuan yang ingin dicapai, maka ketika finansial tidak terpenuhi dan kepuasan seksual tidak didapat, perseteruan dan konflik yang justru akan terus menghantui.

Dogma agama yang acapkali dilegitimasi sebagai pembenaran nikah muda meskipun tanpa bekal yang matang juga harus ditinjau kembali. Nikah muda bukanlah satu-satunya cara yang bisa diambil para remaja untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjerumus ke lubang zina. Memperbanyak amal shalih, mendekatkan diri dengan Tuhan, menyibukkan diri dengan aktifitas sosial keagamaan, dan berpuasa adalah salah satu cara yang juga dianjurkan oleh agama.

Menolak nikah muda sama sekali bukan berarti mendukung pacaran dan perzinahan. Namun lebih pada analisis jangka panjang mengenai keharmonisan, kesehatan baik  mental, fisik, dan reproduksi, keberlangsungan rumah tangga dan juga pertimbangan perkembangan anak yang lebih baik. Karena anak adalah aset masa depan yang akan menjadi penerus perjuangan agama, bangsa dan negara. []

Tags: Fiqih Keluargaistrikeluargalaki-lakiNikah mudaperempuanperkawinan anaksuamiusia perkawinanUU perkawinan
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version