Mubadalah.id – Kehadiran Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) dinilai dapat memberikan perlindungan menyeluruh terhadap korban kekerasan seksual, mulai dari pencegahan, penanganan, perlindungan hingga pemulihan.
“Kami percaya DPR-RI segera mensahkan RUU P-KS menjadi Undang-Undang P-KS, sebelum masa pergantian jabatan berakhir,” kata Program Manajer Womens Crisis Center (WCC) Mawar Balqis, Sa’ada saat konferensi pers di kawasan Yayasan Fahmina, pada Jumat, 06 September 2019.
Menurut Sa’adah, hingga tanggal 2 September 2019 kemarin, komisi VIII DPR-RI masih belum memberikan keputusan yang pasti. Wakil rakyat itu, kata dia, masih tarik ulur untuk mengesahkan RUU P-KS.
“Kita masih percaya pada komisi VIII DPR-RI memenuhi janjinya untuk mengesahkan RUU P-KS pada periode ini,” ungkapnya.
Sebab sampai hari ini, lanjut dia, kehadiran RUU P-KS masih terus dinantikan oleh seluruh masyarakat, terutama para korban kekerasan seksual. Apalagi semakin banyak kasus kekerasan seksual terungkap.
“Sementara proses hukum yang ada belum memenuhi rasa keadilan para korban dan keluarganya,” tegasnya.
Sa’adah mengungkapkan, di Kabupaten Cirebon sendiri tidak kurang dari 321 kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh lembaga pengada layanan WCC Mawar Balqis selama 3 tahun terakhir. “Sampai saat ini, kasus kekerasan tersebut masih terus berlanjut,” tutupnya.
Untuk diketahui, Jaringan Cirebon Untuk Kemanusiaan yang terdiri dari Womens Crisis Center (WCC) Mawar Balqis, Fahmina Institute, KOPRI PMII, Institut Studi Islma Fahmina (ISIF), Fatayat Nahdlatul Ulama (NU), IPPNU, Bayt al-Hikmah, Cherbon Feminist, YPKP Cirebon, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan organisasi masyarakat sipil lainnya mengirim surat terbuka dan menaruh harapan besar kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) agar mempercepat pengesahan Undang-Undang P-KS. (RUL)