Mubadalah.id – Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil baru saja meresmikan Masjid Al-Jabbar pada Jumat, 30 Desember 2022 lalu. Setelah peresmian, banyak warga berbondong-bondong melihat megahnya masjid tersebut. Namun ada yang mencuri perhatian dari para pengunjung ketika banyak anak kecil berenang di kolam halaman Masjid Al-Jabbar.
Ridwan Kamil yang juga menjadi arsitek masjid, membuat desain kolam itu tentu sebagai penambah nuansa keindahan. Tapi siapa sangka, kemudian setelah pembukaan resmi justru seakan berubah fungsi menjadi waterboom bagi anak-anak. Kejadian tersebut pun menjadi viral di media sosial Instagram dan juga Tik Tok. Beragam komentar turut mewarnai perbincangan para netizen tanah air, baik positif maupun negatif.
Berenang di Kolam Masjid
“Ahhh, namanya juga anak-anak, memang masanya mereka adalah bermain, belajar, makan, dan tidur, mereka butuh tempat rekreasi sepertinya,” tulis salah seorang netizen.
Ada juga salah satu warganet yang berkomentar, “Kudu rada diamankeun pak ku satpol PP (harus sedikit diamankan pak oleh satpol PP),” sambil menandai akun Ridwan Kamil.
“Pak @kangemil, kumaha ieuu nembe ge dibuka, tos aya aya wae nya warga teh (Pak, gimana ini, baru saja dibuka, sudah ada-ada saja kelakuan warga itu),” komentar warganet lain.
“Memang membuat masjid itu bukan hanya untuk tempat ibadah aja tapi juga untuk tempat wisata, tapi apa memang bisa dipake berenang juga kang,” kata pengguna lain juga menandai akun Gubernur Jawa Barat itu.
Fenomena ini memang terjadi spontan dan menarik. Tapi perlu juga kita telaah dengan baik, bagaimana menyikapinya dengan bijak dan tentu sesuai dengan perspektif Islam. Sebenarnya harus bagaimana? Karena kejadian seperti yang dilakukan anak-anak berenang di kolam masjid seolah waterboom tidak elok kita lihat. Namun di sisi lain, mereka sebagai anak-anak juga perlu kita biasakan untuk ke masjid sedari kecil agar mengenal tempat ibadahnya.
Kita Marahi atau Biarkan?
Mengenai membawa anak kecil ke masjid, tidak ada larangan secara syara’. Bahkan hal itu kita anjurkan jika usia mereka mencapai mumayyiz. Dalam Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq mengatakan, meski salat belum wajib bagi anak-anak, namun walinya harus mengenalkan salat kepada mereka. Terlebih jika usia mereka mencapai tujuh tahun.
Ada sejumlah hadis yang menggambarkan situasi bagaimana Rasulullah SAW menyikapi anak-anak saat bermain-main di masjid. Dalam sebuah riwayat hadist menyatakan;
“Rasulullah suatu ketika tengah berkhotbah di mimbar masjid. Lantas, kedua cucunya (Hasan dan Husein) datang bermain-main ke masjid tersebut dengan memakai baju kembar berwarna merah serta berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun karena memang masih bayi. Lalu Rasulullah saw turun dari mimbar masjid lalu mengambil kedua cucunya itu serta membawanya naik ke mimbar kembali dan berkata, ‘Maha Benar Allah, kalau harta serta anak-anak itu yaitu fitnah, bila telah lihat kedua cucuku ini saya tidak dapat sabar’. Kemudian Rasulullah kembali meneruskan khotbahnya.” (HR. Abu Dawud)
Dalam hadist lain juga disebutkan, “Kalau Rasulullah shalat dan apabila beliau sujud, Hasan serta Husein bermain menaiki belakang Rasulullah. Lantas, jika ada beberapa teman dekat Rasulullah yang hendak melarang Hasan dan Husein, Rasulullah memberikan isyarat untuk membiarkannya. Jika sesudah selesai salat, Rasulullah kemudian memangku kedua cucunya tersebut.” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Pandangan Imam Al-Ghazali
Terkait hal tersebut Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin juga menukil sebuah hadist yang menyatakan bahwa,
“Rasulullah SAW berdiam demi Aisyah ra. yang menyaksikan anak-anak Habasyah menari dan bermain perisai dari kulit dan berperang-perangan pada hari Idul Fitri di masjid. Tidak diragukan lagi bahwa anak-anak Habasyah itu seandainya menjadikan masjid tempat bermain, niscaya mereka akan dilarang bermain. Rasulullah SAW tidak memandang anak-anak yang bermain itu sebagai sebuah kemunkaran, sehingga beliau, Nabi SAW ikut menyaksikannya karena saking jarang dan langkanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan dalil tersebut, Imam Ghazali menyatakan tidak masalah anak-anak masuk ke masjid. Bermain di masjid tidak haram bagi mereka. Membiarkan mereka bermain di masjid juga tidak ia haramkan. Namun menjadikan masjid sebagai tempat khusus bermain anak tidak kita perbolehkan dan harus kita larang.
Inilah selanjutnya tugas orang tua dan takmir masjid bagaimana membimbing anak-anak yang hadir di masjid agar tidak sekadar bermain-main dan membuat kegaduhan, dengan cara yang lembut dan bijak agar mereka tetap senang datang ke masjid. Tidak sebaliknya, dengan membentak atau marah yang dapat berakibat buruk membuat anak justru enggan ke masjid lagi.
Masjid Ramah Anak
Terkait fenomena Masjid Al Jabbar ini, juga bisa kita jawab secara komprehensif dengan konsep Majid Ramah Anak (MRA) yang menjadi program Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Dalam pandangan MRA, masjid sebagai ruang publik untuk beribadah, kita kembangkan menjadi tempat anak-anak berkumpul. Yakni dengan melakukan kegiatan positif, inovatif, kreatif dan rekreatif, yang aman dan nyaman, dengan dukungan orang tua beserta lingkungannya.
Jika berkaca dari sejarah masjid di zaman Rasulullah SAW., program MRA ini memang tidak bertentangan dengan fungsi utama dari masjid. Bahkan juga selaras dengan fungsi masjid sendiri. Sebab, pada masa Rasulullah masjid selain berfungsi sebagai tempat beribadah, juga menjadi tempat belajar, musyawarah, kegiatan sosial, merawat orang sakit, dan bahkan juga asrama.
Perspektif yang menarik dari konsep MRA adalah tidak memandang “ramah anak” sekadar sebagai sebuah sikap dan sistem yang terbentuk oleh takmir masjid bersama orang tua. Hal ini sebagai upaya membuat anak nyaman dan aman beraktivitas di masjid.
Baik apakah dalam belajar beribadah, belajar mengaji, dan juga bermain dengan kondusif. Tapi sekaligus juga memberikan panduan terkait prasarana dan sarana di masjid, didesain dengan memperhatikan “ramah anak” atau tidak membahayakan keselamatannya.
Idealnya bangunan masjid selain kita desain dengan memperhatikan estetika (keindahannya) juga perlu memperhatikan keamanan buat anak. Misalnya seperti tangga, didesain bagaimana agar anak aman saat naik ke tangga. Lantai tingkat diberikan batas aman untuk keselamatan anak agar tidak jatuh.
Demikian juga tempat wudhu dan toiletnya. Kita desain bagaimana agar aman dan nyaman buat anak. Termasuk berbagai sarana yang kita adakan untuk memperindah masjid. Di mana harus memperhatikan keramahan bagi anak, seperti kolam masjid dan tamannya.
Perlu ada Edukasi dan Informasi
Perlu ada tulisan perhatian kepada orang tua, di tempat-tempat tertentu yang boleh dan tidak boleh anak bermain, yang bisa mengganggu kenyamanan ibadah orang dewasa. Atau tulisan perhatian untuk sarana yang tidak diperbolehkan anak-anak bermain di sana.
Misalnya kolam Masjid Al-Jabbar, kita berikan sebuah tulisan perhatian ke orang tua agar anak-anak tidak bermain di sana. Serta pengurus masjid juga siaga untuk memberikan pemberitahuan dengan santun dan bijak kepada pengunjung dan anak-anak agar tidak bermain di kolam.
Di samping itu perlu papan pemberitahuan atau peringatan agar tidak merusak fasilitas, senantiasa membuang sampah pada tempatnya, kita tempelkan di beberapa tempat, sehingga bisa menjadi perhatian bagi orang tua dan juga anak-anak yang sudah mampu membaca.
Tentu, alangkah baiknya lagi jika desain masjid memang memberikan ruang untuk bermain bagi anak-anak. Namun sekaligus juga bisa bernilai edukasi bagi mereka. Karena bisa menjadi daya tarik dan memberikan kenyamanan bagi anak untuk datang ke masjid sejak dini, sekaligus juga bisa belajar.
Tidak ada hal yang kebetulan di dunia. Setiap kejadian pasti mengandung hikmah tersendiri bagi mereka yang mau mengambil nilai pembelajarannya. Termasuk fenomena anak-anak yang berenang di kolam Masjid Al-Jabbar seakan-akan seperti di waterboom. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita dan semua pihak, untuk menjadikan masjid lebih baik lagi, indah, nyaman untuk ibadah. Selain itu semakin banyak dikunjungi, serta banyak manfaat bagi kemaslahatan umat. Wallahu a’lam bish-shawab. []