Mubadalah.id – Siapa yang tidak mengenal Sayyidah Aisyah Ra, istri tercinta Rasulullah SAW. Dia adalah putri sahabat utama Abu Bakar Ra, satu-satunya istri Rasulullah SAW yang dipanggil dengan panggilan kesayangan “Khumaira”. Namun siapa sangka, istri termuda Rasulullah SAW ini pada kemudian hari memiliki andil besar dalam sejarah Islam. Ya, Sayyidah Aisyah Ra adalah rujukan utama bagi para sahabat, dan tabiin untuk menimba ilmu, serta meminta fatwa sepeninggal Rasulullah SAW.
Di Madinah saat itu terdapat beberapa madrasah ilmu dan keagamaan. Beberapa di antaranya diasuh oleh Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, serta para sahabat senior lainnya. Tetapi, madrasah yang paling besar di Madinah adalah madrasah yang terletak di pojok masjid Nabawi di samping Raudhah Rasulullah SAW. Letaknya persis di kediaman istri tercinta Nabi. Madrasah ini menjadi tujuan orang-orang yang hendak belajar dan meminta fatwa hukum. Dan Sayyidah Aisyah Ra adalah pengasuh madrasah tersebut.
Dalam memberikan pengajaran, Sayyidah Aisyah Ra mengelompokkan dan mengatur murid-muridnya. Untuk murid-murid yang perempuan ataupun laki-laki yang masih kerabat dan mahram akan ia didik langsung di hadapannya. Sedangkan teruntuk laki-laki yang tidak memiliki hubungan mahram dan kekerabatan maka akan belajar dari balik tirai.
Sayyidah Aisyah Ra tidak pernah bosan ataupun jengkel menanggapi pertanyaan apapun tentang persoalan-persoalan agama, termasuk sesuatu yang bersifat pribadi. Ia bahkan mendorong dan menyemangati pada orang-orang yang malu bertanya kepadanya. Sayyidah Aisyah Ra selalu berkata, “Aku seperti ibu bagimu, maka janganlah engkau malu bertanya kepadaku tentang sesuatu yang engkau tidak malu untuk menanyakannya kepada ibu kandungmu”. (HR. Ahmad).
Mendidik Bagai Anak Kandung Sendiri
Memang dalam mendidik murid-muridnya, Sayyidah Aisyah Ra sangat ikhlas dan bisa dibilang seperti ibu kandung yang mendidik anak-anaknya sendiri. Ia akan memberikan perhatian yang serius kepada murid-muridnya dalam hal apapun. Bahkan ia lah yang memberi nafkah murid-muridnya tersebut dari uang pribadinya. Hal ini dapat kita lihat pada caranya mengajar pada Urwah, Qasim, Abu Salamah, Masruq, Amrah, dan Shafiyyah.
Semangat Sayyidah Aisyah Ra dalam mengajar ini tidak lepas dari sifat bawaannya sendiri yang haus akan ilmu pengetahuan. Disebutkan dalam Sahih Bukhori bahwasanya Sayyidah Aisyah Ra tidak akan berhenti untuk mengulang-ulang suatu ilmu sampai ia benar-benar memahaminya. Dan inilah karakter yang ia tanamkan pada murid-muridnya, sifat antusiasme yang tinggi dalam memperoleh ilmu. Terbukti, banyak murid keluaran madrasahnya yang menjadi tokoh besar dan ternama dalam dunia keilmuan Islam.
Tercatat banyak dari golongan sahabat maupun tabiin yang pernah menimba ilmu dari Sayyidah Aisyah Ra. Sebut saja, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Sa’id bin Musayyab, Masruq, Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar dan lainnya. Dan banyak nama-nama perempuan seperti Amrah binti Abdurrahman bin As’ad, Shafiyyah binti Syaibah, Kultsum binti Amr al-Qurasyiyah, Aisyah binti Thalhah, Mu’adzah binti Abdullah al-Adawiyah dan banyak lagi.
Terhitung dari golongan tabiin saja ada sekitar 150 orang yang menimba ilmu pada Sayyidah Aisyah Ra. Untuk melihat secara lengkap murid-muridnya kita bisa menelaah dalam kitab ath-Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad ataupun pada kitab Tahdzibut Tahdzib karya Ibnu Hajar, karena kalau saya sebutkan satu-persatu maka tidak layak pada tulisan yang singkat ini.
Memberi Fatwa dan Nasihat
Sayyidah Aisyah Ra telah memegang posisi pemberi fatwa semenjak Rasulullah SAW meninggal dunia. Ibnu Sa’ad menuturkan “Aisyah memberikan fatwa pada masa kekuasaan Umar, Ustman, dan khalifah-khalifah lain hingga akhir hayatnya. Sahabat-sahabat senior seperti Umar dan Utsman sering mengirim utusan kepada Aisyah untuk bertanya kepadanya perihal sunnah-sunnah Rasulullah SAW”. (ath-Thabaqat al-Kubra jilid 2 hlm. 237).
Abu Musa al-Asy’ari mengatakan “Tidaklah kami janggal akan suatu masalah, kemudian kami menanyakannya pada Sayyidah Aisyah Ra, kecuali kami akan mendapati jawaban darinya“. (al-Minhal al-Lathif hlm. 214).
Sayyidah Aisyah Ra juga menjadi tempat untuk mencari nasihat, banyak orang yang meminta nasihat padanya salah satunya adalah Muawiyah bin Abu Sufyan. Muawiyah mengirim surat kepada Sayyidah Aisyah Ra yang berbunyi. “Tulislah sebuah surat yang berisi nasihat untukku, tetapi jangan terlalu banyak kau nasihati aku.”
Maka Sayyidah Aisyah Ra menulis, “Semoga keselamatan tetap untukmu. Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda; “Barang siapa mencari ridha Allah dengan membuat marah manusia, maka Allah pasti melindunginya dari mereka. Dan barang siapa mencari ridho manusia dengan membuat Allah murka, maka Allah pasti membuat orang-orang berkuasa atasnya”. (HR. Tirmidzi).
Dari sosok Aisyah ini kita bisa melihat bagaimana tugas dalam mengemban ilmu tidaklah hanya dibebankan kepada para lelaki saja. Inilah garis aturan Islam yang sesungguhnya di mana perempuan juga berhak dan punya andil dalam dunia pendidikan. Sumbangsih Sayyidah Aisyah Ra kepada peradaban Islam tidaklah terbantahkan, ia telah meriwayatkan 2210 hadist, dan disebut bahwa seperempat hukum-hukum syariat riwayatnya diambil darinya.
Semoga para perempuan hari ini bisa meneladaninya, sehingga dapat memunculkan kembali Aisyah-aisyah yang baru. Sebagai perempuan yang teguh menjaga kehormatannya. Namun tidak mau kalah dalam antusias mengembangkan ilmunya. Wallahu A’lam. []