Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menyebutkan sejak pertengahan 1980-an, seiring dengan situasi politik yang lebih akomodatif terhadap segala sesuatu yang menampakkan Islam dan bangkitnya gerakan mengenakan jilbab semakin masif.
Terutama di kampus-kampus umum, gerakan muslimah berjilbab, menurut Nyai Badriyah, semakin marak.
Para guru madrasah yang sebelumnya mengenakan kerudung panjang beralih menggunakan jilbab yang menutup rambut, leher dan dada.
Di kampus-kampus Islam, hal yang sama juga terjadi. Akhir 1980-an, seluruh mahasiswi di kampus-kampus Islam sudah tidak ada lagi yang mengikuti kegiatan kuliah di kampus tanpa menggunakan jilbab.
Kebebasan Berjilbab Mulai Terbuka
Nyai Badriyah mengungkapkan, reformasi 1998 yang diikuti dengan terbukanya kran kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Serta penghormatan kepada hak asasi manusia telah menjadi jalan yang lapang bagi muslimah Indonesia untuk mengekspresikan identitasnya, termasuk cara berpakaiannya.
Tak ada lagi kendala politis apapun untuk mengenakan jilbab. Muslimah Indonesia bebas berjilbab tanpa rasa takut atau malu, sekaligus bebas berekspresi dan berkreasi secara leluasa.
Lebih lanjut, Nyai Badriyah juga menyebutkan, jilbab dan busana muslimah pun memasuki era baru karena memakainya secara masif dengan beragam model dan kreasi.
Jilbab model A, B, C, D, (sebagian menggunakan nama artis) pun membanjiri pasaran. Minat muslimah mengenakan jilbab meningkat drastis. (Rul)