Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menceritakan bahwa sejarah pahlawan di Nusantara menjadi contoh dan bukti bahwa penulisan sejarah didominasi oleh sejarah tentang laki-laki.
Bahkan, Nyai Badriyah menyebutkan, penulisan sejarah belum memberikan proporsi yang adil kepada kaum perempuan yang sejatinya memiliki tingkat kelayakan tinggi untuk ditulis dalam sejarah.
Dengan ungkapan lain, sejarah negeri ini, termasuk sejarah islamnya, masih menjadi “his story” belum banyak menuliskan “her story”.
Nyai Badriyah merasa bersyukur, pasca-era 1990-an, bersamaan dengan menggelinding kencangnya penulisan sejarah sosial, dari yang sebelumnya historiografi lebih mendominasi sejarah politik dan militer, penulisan sejarah perempuan pun mendapat perhatian.
Pengarusutamaan gender, kata Nyai Badriyah, memang sangat nyata berperan dalam proses ini. Kita menyambut baik dan ikut terlibat dalam proses penggalian khazanah keteladanan dan kepeloporan tokoh-tokoh muslimah Nusantara ini, salah satunya melalui rubrik Muslimah in History di majalah Noor.
Sementara itu, Nyai Badriyah juga mengungkapkan, penulisan sejarah yang adil, proporsional dan berimbang memang sebuah keharusan yang perlu terus mengupayakannya.
Termasuk sejarah pahlawan dan keulamaan perempuan di Indonesia di samping keulamaan laki-laki yang saat ini menjadi fokus para panitia Kongres Ulama Perempuan Indonesia.
Penelitian dan publikasi tentangnya perlu mendapat dukungan dari kampus, pemerintah, maupun masyarakat.
Dengan demikian, kita berharap penulisan sejarah Indonesia dan sejarah Islam Indonesia menampakkan wajahnya yang lengkap, yakni maskulin sekaligus feminin. Sebuah sejarah yang tidak hanya berisi “his story” tapi juga “her story”. (Rul)