Mubadalah.id – SALAM Institute, menjadi sebuah lembaga pendidikan berbasis masyarakat di Cirebon, Jawa Barat, SALAM Institute telah berhasil menarik perhatian banyak kalangan dengan pendekatannya yang unik dalam menggabungkan pendidikan dengan isu-isu lingkungan dan sosial.
Awalnya, SALAM Institute lahir dari kegiatan Pesantren Ekologi (PE) pada tahun 2019. Berangkat dari keresahan terhadap kerusakan lingkungan dan konflik agraria, SALAM Institute melanjutkan kiprahnya dengan menyelenggarakan kegiatan PE.
PE menunjukkan bahwa agama dan lingkungan tidaklah bertentangan, tapi justru saling melengkapi. Maka dari itu, program PE kemudian mengganti nama menjadi Sekolah Riset Ekologi (SRE).
SRE ini merupakan program sekolah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang inovatif, di mana peserta tidak hanya diajarkan teori lingkungan, tetapi juga diajak untuk ikut langsung terlibat dalam penelitian dan aksi nyata di lapangan. Fokus utama SRE yaitu mencangkup hubungan erat antara manusia dan alam.
SRE memandang bahwa manusia dengan alam memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain. Manusia melakukan hidup dan kehidupannya dengan memanfaatkan alam, bahkan tidak ada satupun manusia yang bisa hidup tanpa alam. Dengan memahami bahwa manusia adalah bagian integral dari ekosistem, SRE mendorong peserta untuk menghargai dan melestarikan lingkungan.
Inspirasi
Keberhasilan SRE dalam menginspirasi banyak kalangan dari anak-anak hingga dewasa, tidak lepas dari relevansi temanya tentang kehidupan sehari-hari. SRE ini mengajarkan peserta bahwa masalah lingkungan bukan hanya masalah ilmuwan tetapi masalah kita semua.
Dengan memberi ruang bagi peserta untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar sekaligus mencari solusi atas permasalahannya. SRE berhasil membangkitkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Sebagaimana yang dikatakan Bapak Syatori atau kerap dipanggil Gus Syatori selaku pembina SALAM Institute, berpandangan bahwa SALAM Institute ini mengusung prinsip belajar yang berbeda. Alih-alih berfokus pada teori pembelajaran, SALAM Institute ini justru berakar pada pengalaman langsung yaitu dengan terjun ke lapangan dan berinteraksi dengan masyarakat.
Harapannya agar peserta dapat memahami secara mendalam permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, kemudian peserta bisa mencari solusi yang relevan dengan kebutuhan atas permasalahan tersebut.
Di samping itu, sebagai organisasi masyarakat sipil, SALAM Institute juga tak hanya fokus pada pendidikan. Lembaga ini juga aktif terlibat dalam advokasi dan gerakan sosial. Dengan berpedoman pada nilai-nilai Islam, Pancasila, dan Undang-undang Dasar.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu peserta SRE, Nani Munayah, mahasiswa semester 3, Hukum Keluarga Islam (HKI) ISIF, mengatakan bahwa SRE ini lebih dari sekadar menambah wawasan dan pengetahuan saja, akan tetapi memberi ruang sekaligus menjadi wadah bagi semua orang di berbagai penjuru Indonesia.
SRE ini diikuti seluruh Indonesia umum, banyak yang dari luar Cirebon, contohnya dari Makasar, Aceh, Bandung, Semarang, dan lainnya, asalkan niat untuk menjalin relasi baru dan memperluas perspektif tentang isu-isu sosial.
Menyelami Dunia Ekologi
Nani Munayah atau yang kerap disapa Namun juga menceritakan pengalamannya selama mengikuti SRE. Selama 13 hari, peserta SRE diajak untuk menyelami dunia ekologi secara mendalam. Program ini tidak hanya menyajikan materi-materi tetapi juga memberikan pembekalan ilmu tentang ekonomi politik yang kritis terhadap sistem kapitalisme dan eksploitasi alam.
Peserta diajak untuk memahami berbagai krisis sosial yang tengah melanda dunia serta bagaimana hal tersebut berdampak pada kehidupan masyarakat.
Selama 7 hari di lapangan, peserta ditempatkan di berbagai pelosok desa di Cirebon dan Kuningan. Peserta melakukan riset di berbagai sektor, mulai dari pertanian, perindustrian, perkebunan, pertambangan, pertambakan, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Selama proses riset, peserta juga akan membuat peta sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan temuan mereka.
Salah satu keunikan SRE adalah metode pembelajarannya yang sangat partisipatif. Peserta didorong untuk aktif mencari tahu dan menggali informasi sendiri. Pendekatan ini mirip dengan Participation Action Research (PAR), di mana dalam kegiatan ini, peneliti tidak memisahkan diri dari situasi masyarakat yanng diteliti, melainkan melebur ke dalamnya dan bekerja bersama warga dalam melakukan PAR.
Selama masa riset lapangan, peserta SRE benar-benar menyatu dengan masyarakat desa. Mereka meninggalkan identitas pribadi dan berusaha untuk memahami serta mengikuti kebiasaan dan aktivitas masyarakat setempat.
Kontribusi Nyata Kepada Masyarakat
Pengalaman ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi peserta untuk belajar dari masyarakat, tetapi juga memungkinkan mereka untuk memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat tersebut. Karena, metode penelitian ini melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses penelitian.
“Kalau bisa saya bilang, ini tuh kaya KKN. Kita benar-benar bergabung dengan masyarakat dan dampaknya kerasa banget. Masyarakat setempat tidak canggung sama orang-orang yang berpendidikan, dan masyarakat desa juga enggak enggan buat ngejelasin apa yang kita cari tahu,” ujar perempuan pecinta sepeda itu.
Setelah riset lapangan berakhir, para peserta kembali dari lapangan, kemudian mempresentasikan hasil riset masing-masing kelompok dengan temuan hasil risetnya. Melalui presentasi ini, peserta berbagi pengetahuan yang telah mereka peroleh.
Dengan demikian, SRE ini telah menjadi ajang bagi siapa pun untuk belajar, beraksi, dan berkontribusi. Program ini berhasil menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan memperjuangkan keadilan sosial. []