Mubadalah.id – Saya mengagumi penuh bagaimana Al-Qur’an melindungi perempuan bahkan dalam masalah terdetail, yaitu sistem reproduksi perempuan. Saya mencoba untuk mencari tahu, seberapa jauh Al-Qur’an membahas mengenai hal ini.
Akankah Al-Qur’an hanya membahas hal ini hanya karena kepentingan ibadah saja? Seperti yang kita tahu, ada beberapa kondisi saat perempuan mengalami haid atau menstruasi yang berpengaruh terhadap Ibadah perempuan. Hal inilah yang membuat saya untuk terus mencari tau.
Konsep Sistem Reproduksi Pada Perempuan
Kalau membicarakan konsep reproduksi pada perempuan, kita setuju bahwa perempuan memiliki alat reproduksi bagian luar dan bagian dalam. Pada alat reproduksi bagian luar, terdapat genitalia eksternal yaitu vulva. Vulva sendiri terdiri dari labia mayora atau biasa terkenal sebagai bibir besar kemaluan dan klitoris (organ erektil kecil yang mengandung pembuluh darah dan serabut saraf)
Pada bagian dalam reproduksi perempuan, terdapat vagina, sebagai saluran bagian dalam alat reproduksi, lalu terdapat dinding rahim dan rahim, tuba falopi (penyambung antara rahim dan indung telur) serta indung telur sendiri yang bertugaskan menghasilkan sel telur yang nantinya akan menjadi cikal bakal dari generasi penerus.
Selain itu, perempuan memiliki pengalaman-pengalaman reproduksi yang khas sebagai ciri perempuan. Pengalaman-pengalaman tersebut meliputi menstruasi (haid), hamil, melahirkan, menyusui, dan nifas. Sistem reproduksi perempuan sendiri biasanya berjalan dengan waktu yang lama dan terjadi secara kompleks.
Maksud terjadi secara kompleks, misalnya ketika perempuan baru saja melahirkan selanjutnya perempuan tersebut akan mengalami fase nifas dan fase menyusui dalam waktu yang bersamaan.
Perspektif Al-Qur’an Mengenai Sistem Reproduksi Perempuan
1. Haid
Di dalam Al-Qur’an sendiri, sistem reproduksi perempuan khususnya pengalaman reproduksi perempuan seringkali disebut baik dari pengalaman seperti haid atau menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui. Misalnya, dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai pengalaman haid perempuan dalam surat Al-Baqoroh ayat 222.
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Betapa mulianya, Al-Qur’an menjelaskan persoalan haid/menstruasi. Hal ini sangat membantu kaum laki-laki untuk mengenal dan memahami lebih lanjut mengenai haid (mengingat para kaum laki-laki memiliki pengalaman reproduksi yang berbeda dengan perempuan).
Haid dalam Al-Qur’an dijelaskan sebagai kotoran. Hal ini memang benar adanya. Dalam perspektif sains, haid merupakan fenomena ketika sel telur mati karena tidak dibuahi oleh sel sperma. Sel telur yang mati akan terbuang bersamaan dengan darah yang keluar dari rahim.
Haid dan wanita adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Setiap perempuan dipastikan akan mengalaminya (dalam kasus tertentu, bisa saja perempuan tidak mengalami haid) karena darah haid merupakan sifat alamiyah setiap perempuan. Ketentuan ini sebagaimana digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa haid adalah sesuatu yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.
2. Kehamilan
Ayat-ayat kehamilan dalam Al-Qur’an sangat banyak, umumnya ayat-ayat ini berisi mengenai kebesaran-kebesaran Allah. Surat Al-Mukminun ayat 12-14 menjelaskan mengenai proses penciptaan manusia.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. al-Mukminun ayat 12-14)
Kalau kita cermati lagi, lebih dari 1400 tahun yang lalu, sains atau ilmu pengetahuan belum sehebat dan secanggih sekarang. Namun, Al-Qur’an telah lebih dulu menjelaskan proses penciptaan manusia secara mendetail. Setelah proses penciptaan selesai, berlanjut pada proses kehamilan dan melahirkan. Hal ini termaktub dalam surah Az-Zumar ayat 6.
“Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. (Az-Zumar : 6)”
Dalam jurnal dakwah, penelitian yang berjudul konsep keshatan reproduksi dalam Al-Qur’an oleh Ratna Dewi dijelaskan bahwa maksud ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kehidupan janin dalam kandungan ibu sangat nyaman, karena ia berada dalam tiga kegelapan, yaitu dilapisi tiga lapisan yang menyebabkan rahim ibu sangat nyaman untuk bayi.
Al-Maraghi menafsirkan bahwa tiga kegelapan adalah perut, rahim dan selaput bayi. Sementara Dr. Abdul ’Aziz Isma’il menafsirkannya dengan tiga selaput yaitu selaput minbari, kharban dan lafaif.
3. Persalinan
Setelah masa mengandung atau kehamilan, selanjutnya perempuan akan mengalami proses persalinan atau melahirkan. Pada proses ini, perempuan benar-benar mempertaruhkan nyawa ketika proses persalinan berlangsung. Ayat Al-Qur’an yang membahas mengenai persalinan sering bersamaan dengan ayat tentang kehamilan.
“Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu selama tiga puluh bulan….” (Al-Ahqaf : 15)
Pada penelitian oleh Ratna dewi dalam jurnal yang berjudul Konsep Kesehatan Reproduksi Pada Perempuan menjelaskan mengenai makna ayat tersebut bahwa salah satu alasan kenapa Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti pada kedua orang tua adalah karena proses persalinan merupakan suatu proses yang sangat berat.
Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau lahir, menyebabkan ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan dalam keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian. Karena perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko yang sangat berat, Nabi bijaksana dan memberi empati pada ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara dengan perjuangan jihad di medan perang.
Mengapa Rasulullah begitu memberi empati terhadap ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid? Hal ini karena rasa sakit yang luar biasa saat melahirkan. Sehingga, Rasulullah memberikan empati dan penghargaan tersebut.
Namun sekali lagi, maksud Rasulullah bukanlah untuk “membiarkan” agar ibu yang melahirkan mati syahid. Namun, dengan cara inilah kita dapat memaknai bahwa perlu adanya perlindungan, pemberian kasih sayang, pemeliharaan, hingga upaya pengobatan selama ibu melakukan persalinan.
Dalam riwayat hadis oleh Abu Dawud, ada 7 golongan orang-orang yang termasuk dalam golongan mati syahid selain dari peperangan Agama, yaitu orang yang mati karena wabah/tha’un, orang yang mati karena tenggelam, orang yang mati karena sakit pinggang, orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati karena terbakar, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan, dan perempuan yang mati karena melahirkan dan persalinan.
4. Menyusui
Menyusui menjadi pengalaman reproduksi perempuan selanjutnya setelah proses persalinan. Bayi yang baru lahir membutuhkan ASI (Air Susu Ibu) untuk memenuhi nutrisi dan gizinya. Karena sistem pencernaan bayi yang masih lemah dan belum dapat makan makanan keras seperti orang dewasa, maka proses menyusui menjadi proses yang sangat penting bagi bayi untuk keperluan tumbuh kembang.
Saya menjadi ingat, beberapa hari terakhir banyak para ibu yang berbagi pengalaman tentang menyusui. Proses menyusui kadang menjadi proses yang menyakitkan bagi ibu. Bagaimana tidak? Payudara ibu bisa menjadi sakita karena lecet, tersumbat asi yang mengental, hingga terjadi pembengkakakan.
Menyusui sendiri tersurat dalam Surah Al-Baqarah ayat 233, Surah Luqman ayat14 dan surah Al-Ahqaf ayat 15. “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”
Bagaimana jika perempuan yang telah melahirkan belum atau tidak dapat menyusui? Bila karena sesuatu hal, ibu tidak dapat menunaikan fungsi reproduksi menyusui, atas dasar musyawarah keluarga, mencari perempuan lain untuk menyusui bayinya dengan memberi imbalan jasa.
Ah, saya teringat akan Sayyida Aminah (Ibunda Rasulullah) yang menyusukan Rasulullah pada Ibu Halimah As-Sa’diyah binti Dzuaib, perempuan desa dari kabilah Sa’ad. Hal ini sebenarnya menjadi tradisi bagi masyarakat pada waktu itu bahwa perempuan-perempuan kota menyusukan anak-anak mereka pada perempuan desa agar tumbuh menjadi bayi yang sehat dan kuat.
5. Merawat Anak
Dan yang terakhir, salah satu pengalaman reproduksi perempuan adalah merawat anak. Saya menjadi terkesima, bahkan proses perawatan anak menjadi pesan penting dalam Al-Qur’an. Selain itu, pertanyaan saya juga muncul. Apakah merawat anak merupakan satu-satunya tugas Ibu sebagai ciri khas pengalaman reproduksi?
Dalam surah Luqman ayat 13, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau memperskutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.”
Mengutip dari jurnal yang berjudul Konsep Kesehatan Reproduksi Pada Perempuan oleh Ratna Dewi, ayat ini menjelaskan Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar agar mereka mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
Ajarkanlah Tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan serta laranglah anak dari berbuat syirik. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an terkait dengan pemeliharaan anak. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya.
Akan tetapi yang lebih penting, tugas merawat anak adalah tugas bersama bagi suami dan istri. Meskipun merawat anak menjadi bagian dari pengalaman reproduksi perempuan, bukan berarti tugas dan tanggung jawab suami lepas begitu saja.
Menerapkan prinsip kesalingan (mubadalah) dalam konsep pengasuhan dan perawatan anak. Hal ini untuk mencegah terjadinya rasa sakit, pertikaian, bias, dan hal yang dapat merugikan pasangan lain ataupun anak.
Al-Qur’an Ramah Terhadap Sistem Reproduksi Perempuan
Saya sangat terharu ketika saya menyadari bahwa hal-hal detail begitu tertulis pada kitab suci. Al-Qur’an yang mungkin bagi sebagian orang hanya sebagai pedoman hidup saja, nyatanya Al-Qur’an adalah penyelamat dan lentera bagi perempuan.
Ketika sistem dan pengalaman reproduksi perempuan sendiri sering terabaikan oleh manusia sendiri termasuk dari kaum laki-laki, Al-Qur’an malah mengangkat hal tersebut sebagai kemulyaan bagi perempuan. Lebih jauh lagi, Rasulullah mengapresiasi perempuan atas pengalaman reproduksi yang menyakitkan. Oleh karenanya, Al-Qur’an begitu ramah terhadap sistem reproduksi perempuan. []