Mubadalah.id – Berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi di masyarakat. Stop kekerasan terhadap perempuan harusnya terus digaungkan. Mirisnya lagi, kasus-kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dan menjadi pemberitaan media hanyalah sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya terjadi. Data kasus kekerasan terhadap perempuan yang didokumentasikan oleh Komnas Perempuan sepanjang 1998–2013 menunjukkan bahwa hampir 25% dari 93.960 kasus adalah kasus kekerasan seksual. Hal ini berarti, ada 35 perempuan setiap harinya menjadi korban kekerasan seksual. Artinya, setiap 2 jam, ada tiga perempuan yang menjadi korban.
Sementara itu temuan Multi Country Study on Men and Violence in Asia and the Pacific yang dilansir PBB pada tahun 2013 menunjukkan bahwa di Indonesia, laki-laki yang melakukan perkosaan baik pada pasangan atau bukan pasangannya berturut-turut 19,5% di pedesaan, 26,2 % di perkotaan dan 48,6% di Papua.
bahwa hampir semua ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kekerasan, merupakan reaksi penolakan terhadap praktik yang menistakan perempuan.
Hal ini membuat banyak pihak terutama para aktivis dan Komnas Perempuan meminta Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual ke Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera diprioritaskan dan disahkan, mengingat maraknya tindakan amoral tersebut sudah masuk ke tingkat darurat.
Apakah Islam juga menolak tegas tindakan kekerasan terhadap perempuan? Tentu saja.
Nyai Hajjah Badriyah Fayyumi, pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi, menyebutkan bahwa hampir semua ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kekerasan, merupakan reaksi penolakan terhadap praktik yang menistakan perempuan. Penistaan perempuan yang dianggap “wajar” oleh budaya Arab pada waktu itu di antaranya praktik adhal dengan segala macam bentuknya (adhal secara harfiah berarti menekan, mempersempit, mencegah, dan menghalang-halangi kehendak orang lain), menjadikan perempuan seperti benda yang tidak punya kontrol atas dirinya sendiri, pembunuhan anak perempuan, dan sebagainya.
Dalam seluruh kasus kekerasan yang diungkapkan, sikap Al-Qur’an sangat jelas, yakni memihak kaum yang terlemahkan, dalam hal ini perempuan. Sikap ini sangat konsisten dengan sikap umum Al-Qur’an yang selalu membela kaum musthad’afin, yaitu mereka yang terlemahkan oleh individu, institusi, sistem, dan keadaan yang dominan.
Karena itulah segala hal yang membawa kemudharatan bagi perempuan dilarang dalam Islam. Keadilan menjadi ruh dari semua sikap Al-Qur’an terhadap perempuan. Hal ini tampak dalam, misalnya, hak perempuan atas dirinya dan harta pribadinya, hak perempuan untuk menerima perlakuan yang baik, hak perempuan untuk menentukan pilihannya, dan sebagainya.
Demikianlah, semangat Al-Qur’an soal kekerasan terhadap perempuan merupakan paduan dari semangat pembebasan (dari kekerasan yang nyata dialami perempuan), perlindungan perempuan (dari berbagai bentuk dan pelaku kekerasan), pemberdayaan (dari kumparan kekerasan yang selama ini membuat perempuan tak berdaya), dan sekaligus pemuliaan perempuan (dari keberadaan yang dinistakan, menjadi individu yang merdeka, terhormat, dan bermartabat baik di mata manusia maupun Tuhan). Maka marilah kita para orang tua mengingatkan anak perempuan sejak dini untuk waspada terhadap bahaya kekerasan yang bisa terjadi di mana saja, dan mendidik mereka untuk berhati-hati dalam pergaulan. Stop kekerasan terhadap perempuan!
Sumber: Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan, LkiS Yogyakarta, 2002)