• Login
  • Register
Sabtu, 31 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Stop Membandingkan, Mulai Menjalani: Life After Graduate

Seperti kata Theodore Roosevelt, "Comparison is the thief of joy." Perbandingan adalah pencuri kebahagiaan.

Rifa Anis Fauziah Rifa Anis Fauziah
15/04/2025
in Personal
0
Life After Graduate

Life After Graduate

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Momen wisuda identik menjadi momen yang bahagia dan lega. Menggunakan toga, melihat senyum bangga orang tua yang akhirnya anaknya menjadi sarjana. Namun, dibalik realita tersebut, pasti muncul dalam setiap benak individu “setelah ini mau ngapain?” 

Life after graduate tidak semulus yang dibayangkan orang. Teman kelas mulai ada yang melanjutkan pendidikannya, ada yang mulai diterima kerja di perusahaan multinasional, sampai ada juga yang mulai viral di media sosial.

Sementara mungkin kita yang masih mencari lowongan kerja sambil menunggu panggilan interview yang tak kunjung datang. Ada juga yang berkeinginan melanjutkan pendidikan dengan beasiswa, yang masih menjalani tahap beasiswa. Ya tentu setiap orang menjalani life after graduate dengan suasana dan kondisi yang berbeda-beda. 

Inilah titik awal dimana banyak fresh graduate yang mulai terjebak dalam siklus membandingkan diri. Sebuah kebiasaan yang menjauhkan kita dari kebahagiaan sejati kehidupan paska kampus. 

Fenomena Perbandingan Sosial Pasca Wisuda

 “Ko dia bisa ya diterima di perusahaan A?”

Baca Juga:

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Isu Perceraian Veve Zulfikar: Seberapa Besar Dampak Memiliki Pasangan NPD?

Jalan Menuju Pulih, Proses Berdamai dengan Gangguan Mental

“Enak ya dia cuman tinggal lanjutin usaha orang tuanya!”

“Hidup dia enak banget ya, abis lulus S1 bisa langsung lanjut S2 tanpa mikirin biaya!” 

“Teman seangkatanku sudah punya mobil sendiri, sedang aku masih naik transportasi umum, huaft” 

“Baru lulus satu tahun, dia sudah beli rumah. Sedangkan aku kapan ya?” 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin familiar di telinga kita saat ini. Terlebih ada saja yang menggunakan media sosial untuk ajang pamer pencapaian, yang terus memacu kita untuk terus membandingkan kita dengan pencapaian orang lain. 

Menurut penelitian psikologi, perbandingan sosial yang berlebihan berkorelasi dengan peningkatan kecemasan, depresi, dan penurunan kepuasan hidup. Ketika terus-menerus fokus pada pencapaian orang lain, kita kehilangan kesempatan untuk mengapresiasi kemajuan kita sendiri, sekecil apapun itu.

Setiap Orang Memiliki Titik Awal Berbeda

Bayangkan sebuah lomba lari di mana sebagian peserta memulai dari garis start, sementara yang lain sudah berada di tengah lintasan. Tidak adil bukan? Begitu pula kehidupan pasca kampus.

Sebagian orang mungkin memiliki jejaring keluarga yang memudahkan dirinya agar di terima di perusahaan A. Ada juga yang tidak perlu khawatir soal biaya hidup, karena didukung penuh oleh orang tuanya. Berbeda dengan kita yang harus memulai segala sesuatu dari titik nol. 

Perlu menjadi catatan bahwa latar belakang ekonomi, pendidikan orang tua, koneksi, dan akses terhadap kesempatan—semua faktor ini menciptakan titik awal yang berbeda bagi setiap lulusan.

Allah memberikan kelebihan pada setiap orang dengan berbeda-beda. Ada yang mahir dalam interpersonal, ada yang mahir dalam bidang analitis, dan ada juga yang sangat kreatif. Jalan sukses seorang desainer grafis tentu berbeda dengan seorang analis data atau guru. Membandingkan jalan kehidupan seseorang ibaratkan membandingkan buah apel dan buah jeruk. Keduanya tidak relevan dan hanya akan membuang energi mental. 

Strategi Menjalani Life After Graduate Dengan Autentik

Pertama, Definisikan Kesuksesanmu Sendiri: sebelum terjebak dalam pusaran perbandingan, cobalah untuk merenung. Apa si standar sukses diri kita sendiri? Gaji yang kita harapkan itu berapa?

Kita itu sebenarnya ingin menjadi apa? Kebebasan finansial? Kontribusi pada masyarakat. Jawaban setiap individu tentu akan berbeda-beda. Yang terpenting kesuksesan itu yang distandarkan oleh diri pribadi, bukan yang didasarkan oleh media sosial atau orang lain. 

Kedua, Tetapkan Tujuan Berdasarkan Nilai Personal: setelah memahami definisi kesuksesan pribadi, mulailah menetapkan tujuan sesuai dengan jalannya. Pastikan tujuanmu SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) dan benar-benar resonan dengan nilai hidupmu. 

Ketiga, Praktikan Mindfulness dan Gratitude: Mindfulness membantu kita tetap hadir pada momen sekarang, bukan terjebak dalam penyesalan masa lalu atau kecemasan masa depan. Praktik sederhana seperti meditasi 5 menit setiap pagi atau journaling bisa sangat membantu.

Gratitude atau rasa syukur juga krusial. Setiap malam, tuliskan tiga hal yang kamu syukuri hari itu. Bisa pencapaian kecil, bantuan dari orang lain, atau sekadar masih bisa bernapas dengan lancar. Praktik ini akan mengalihkan fokus dari apa yang belum kita miliki ke apa yang sudah kita dapatkan.

Kelima, Bangun Komunitas Suportif: Carilah teman atau komunitas yang memiliki mindset growth, saling mendukung, dan tidak kompetitif secara tidak sehat. Diskusikan tujuan dan tantangan secara terbuka. Rayakan kesuksesan satu sama lain tanpa merasa tersaingi. Mentoring juga bisa sangat berharga. Carilah mentor yang sudah melewati fase yang sedang kamu hadapi. Pengalaman dan perspektif mereka bisa sangat mencerahkan.

Seperti kata Theodore Roosevelt, “Comparison is the thief of joy.” Perbandingan adalah pencuri kebahagiaan. Jadi mulai hari ini, berhentilah membandingkan dan mulailah menjalani hidupmu sendiri dengan segala keunikan, tantangan, dan keindahannya. Karena pada akhirnya, kesuksesan bukanlah tentang siapa yang mencapai garis finish lebih dulu, tapi tentang seberapa bermakna perjalanan yang kita tempuh. []

Tags: KecemasanKesehatan MentalKesuksesanLife After GraduateSarjanaWisuda
Rifa Anis Fauziah

Rifa Anis Fauziah

Mahasiswi ilmu al Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang

Terkait Posts

Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Memahami AI

Memahami Dasar Logika AI: Bagaimana Cara AI Menjawab Permintaan Kita?

30 Mei 2025
Kehendak Ilahi

Kehendak Ilahi Terdengar Saat Jiwa Menjadi Hening: Merefleksikan Noble Silence dalam Perspektif Katolik

29 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gus Dur

    Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Toleransi dari Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus Buktisyu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga
  • Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?
  • Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo
  • Mengenal Perbedaan Laki-laki dan Perempuan secara Kodrati
  • Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID