• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Komika Suarakan Isu Kesetaraan Gender Melalui Stand Up Comedy

Dengan stand-up comedy, kekerasan berbasis gender yang bisa menjadi topik yang tidak nyaman dan menyakitkan untuk didiskusikan, justru menjadi tidak terlalu menakutkan untuk dibahas

Mela Rusnika Mela Rusnika
27/05/2022
in Publik, Rekomendasi
0
Komika Suarakan Isu Kesetaraan Gender Melalui Stand Up Comedy

Komika Suarakan Isu Kesetaraan Gender Melalui Stand Up Comedy

612
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Artikel ini akan membahas terkait komika suarakan isu kesetaraan gender melalui stand up comedy.  Stand up comedy katanya berawal dari keresahan, tutur Sakdiyah Maruf. Ia memiliki keresahan bagaimana caranya bisa berkontribusi untuk menyuarakan isu kesetaraan gender, dan menghapus diskriminasi, stereotip, prasangka, serta stigmatisasi. Pesan-pesan tersebut ia sampaikan lewat stand up comedy. 

Stand up comedy sendiri bagian dari bentuk komedi yang umumnya dibawakan oleh pemain solo yang berbicara langsung kepada penonton. Biasanya para komedian ini menyampaikan materi dengan gaya monolog. Menyuarakan isu kesetaraan gender merupakan tantangan tersendiri bagi komika.

Semakin kesini, stand up comedy semakin berkembang sebagai salah satu media populer yang menyuarakan pesan, gagasan, keresahan, dan aspirasi. Mulai dari aspirasi yang menyinggung kinerja pemerintah, kehidupan artis, hingga menjadi jembatan dalam menyuarakan pesan isu kesetaraan gender. Sakdiyah Maruf salah satunya.

Sakdiyah Maruf sebagai komika perempuan yang cukup berpengaruh mengangkat isu konservatisme agama, islamofobia, hingga isu kesetaraan gender seperti diskriminasi yang dialami perempuan lewat komedi. Ketika seksisme masih dianggap guyonan, maka Sakdiyah Maruf membalasnya dengan komedi.

Isu Kesetaraan Gender Melalui Stand Up Comedy

Salah satu topik yang Sakdiyah Maruf angkat ialah tentang isu kesetaraan gender yakni perempuan yang sering menjadi korban mitos-mitos tidak masuk akal, seperti “Perempuan yang punya pinggang lebar, tandanya sudah tidak perawan. Juga dengan standar kecantikan yang sama tidak masuk akalnya, harus tinggi, putih, dan langsing”, tutur Sakdiyah Maruf saat tampil di acara Women in Comedy.

Dengan gaya khas story telling Sakdiyah Maruf yang mengundang gelak tawa inilah berbagai isu kesetaraan gender ia tuangkan ke dalam komedi. Bermula dari keresahannya dalam mengkonter patriarki, kini ia didapuk sebagai komedian perempuan berhijab dari Indonesia yang masuk dalam 100 wanita berpengaruh dan menginspirasi versi BBC pada tahun 2018.

Baca Juga:

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

Tauhid sebagai Dasar Kesetaraan

Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

Selain Sakdiyah Maruf, ada komika Bintang Emon yang cukup sering menyuarakan keresahannya lewat komedi. Ia cukup concern dengan isu-isu kesetaraan gender seperti kekerasan seksual. Ketika ada peristiwa seorang ustad di pesantren yang melakukan kejahatan seksual terhadap dua belas santrinya hingga ada yang hamil, Bintang Emon memberikan tanggapannya dengan komedi sebagai berikut:

“….. Lihat dulu pakaiannya gimana pas kejadian. Yah, lagian jadi perempuan bukannya di rumah aja. Ya, kata-kata begitu sebagai pencegahan gue setuju sih. Tapi tolong jangan sampai skip bahwa andil utama salah dari kejahatan seksual itu mah laki-lakinya.

Lah itu yang di pesantren badannya kurang ketutup kain bagaimana itu. Kudu banget mukanya ketutupan kain juga biar kaya mumi baru? Gue setuju pencegahan harus dilakukan. Tapi kita harus sadar bahwa yang salah itu lakinya. Jadi, kalo laki gak bisa ngontrol nafsunya mending resign aja jadi orang….”.

Tanggapan Bintang Emon di atas disampaikan dengan gaya komedi meski nada bicaranya agak tinggi. Ternyata, penyampaian yang demikian lebih bisa diterima oleh netizen, khususnya followers Bintang Emon. Terlihat dari komentar yang muncul, banyak yang mengapresiasi dan respect kepada Bintang Emon karena berani speak up, bahwa stigma terjadinya kekerasan seksual disebabkan pakaian perempuan yang terbuka, padahal tidak demikian.

Komika lainnya ada Chelsea Amanda Alim. Lewat media komedi justru Chelsea menemukan ruang aman untuk berpendapat dan berekspresi. Saat tampil, ia pernah mengangkat keresahannya tentang sulitnya menjadi perempuan yang dituntut tampil feminim sesuai norma masyarakat.

Sejak sekolah dasar, Chelsea berpenampilan tomboy, tapi ia baru bisa berdamai dengan dirinya pada usia 28 tahun. Ia memiliki perjalanan yang cukup panjang untuk menerima kalau tidak apa-apa berpenampilan demikian. Proses perjalanan inilah yang kemudian ia deliver menjadi konten komedi yang menarik.

Dengan adanya komika-komika yang menyuarakan isu kesetaraan gender, semoga semakin banyak orang yang melek dan aware dengan kesalingan. Tidak lagi menyalahkan satu pihak tentang sesuatu, tapi justru secara nasionalisme semakin menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, yakni menghargai keberagaman tanpa menyudutkan satu pihak, yaitu perempuan.

Saya merasa kampanye isu kesetaraan gender kini semakin masif dan ini merupakan sebuah rasa syukur. Saya masih ingat, dulu sedikit saja membicarakan isu kesetaraan gender, dianggap berdosa karena dianggap bersebrangan dengan ajaran agama.

Meskipun sekarang juga terkadang masih seperti itu, tapi frekuensinya berkurang. Artinya semakin ke sini, semakin banyak orang yang aware dengan kesetaraan. Oleh sebab itulah, para komika ini memilih isu kesetaraan gender sebagai salah isu yang mereka angkat.

Melalui komedi, kekerasan berbasis gender yang bisa menjadi topik yang tidak nyaman dan menyakitkan untuk didiskusikan, justru menjadi tidak terlalu menakutkan untuk dibahas. Karena dikemas dengan lugas dan bahasa sederhana yang bisa dipahami oleh semua orang. []

Tags: GenderkeadilanKesetaraanKomikaSakdiyah MarufStand Up Comedy
Mela Rusnika

Mela Rusnika

Bekerja sebagai Media Officer di Peace Generation. Lulusan Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Part time sebagai penulis. Tertarik pada project management, digital marketing, isu keadilan dan kesetaraan gender, women empowerment, dialog lintas iman untuk pemuda, dan perdamaian.

Terkait Posts

Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rumah Tak

    Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID