Mubadalah.id – Pada tanggal 04 hingga 10 Juli 2023, saya bersama teman-teman Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan (SUPI) ISIF Cirebon akhirnya diberi kesempatan untuk bisa belajar bersama masyarakat di Desa Pasawahan, Kabupaten Kuningan.
Selama satu minggu di Desa Pasawahan, saya melakukan mini riset. Di mulai dengan transek, lalu melakukan pemetaan di Desa Pasawahan.
Saat melakukan pemetaan di sana, saya akhirnya bisa mengetahui bahwa di Desa Pasawahan, sebagian besar profesi para warga di sini adalah seorang petani.
Namun sayangya, dari sekian banyak petani yang saya jumpai di Desa Pasawahan, saya sama sekali tidak menemukan para anak muda yang ikut bertani ke sawah bersama ayah dan ibu.
Menurut data dari desa, jumlah petani di Desa Pasawah ada sekitar 1700 orang, dan itu kebanyakan para orang tua.
Jika merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah petani Indonesia pada tahun 2019 tercatat ada sebanyak 33,4 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 91 persen atau 30,4 juta petani, telah berusia di atas 40 tahun dan mayoritas ada di kisaran 50-60 tahun.
Sementara jumlah petani muda yang berusia di kisaran 20-39 tahun hanya delapan persen, atau sekitar 2,7 juta orang. Dan jumlah ini setiap tahunnya terus mengalami penurunan. Sehingga hal inilah yang menjadi sulitnya untuk regenerasi para petani muda.
Menemui Anak Muda
Saat saya menemui anak muda di Desa Pasawahan, dan menanyakan terkait alasan mereka tidak mau menjadi petani. Sebagian dari mereka menyebutkan bahwa bekerja menjadi seorang petani gajinya kecil, tidak keren. Bahkan tidak bisa menjamin kehidupannya di masa depan.
Selain itu, para pemuda juga beranggapan bahwa menjadi petani itu membutuhkan skill, pengetahuan dan modal yang cukup besar. Sedangkan untuk hasilnya masih belum tentu. Karena bisa saja mengalami gagal panen dan sebagainya.
Bahkan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Pasawahan mengakui bahwa para pemuda di desa ini sangat menurun untuk melanjutkan pekerjaan ayah dan ibunya menjadi seorang petani.
Menurut laporan tahunan 2023 Fakultas Pertanian Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara (UMSU) menyebutkan beberapa dampak akibat dari penurunan jumlah petani.
Pertama, penurunan produktivitas. Karena semakin sedikit petani muda yang berpengalaman, semakin rendah produktivitas pertaniannya.
Kedua, inovasi terbatas, yang membuat petani muda lebih terbuka terhadap inovasi teknologi karena memiliki pengetahuan yang lebih baik daripada petani yang lebih tua.
Ketiga, menimbulkan pengangguran. Krisis petani muda telah menyebabkan pengangguran, terutama di daerah pedesaan. Hal ini dikarenakan para pemuda tidak berminat untuk menjadi petani, dan lebih memilih bekerja di bidang lain atau non-pertanian.
Petani Milenial
Oleh sebab itu, dalam upaya untuk meningkat semangat para pemuda untuk tertarik dalam dunia pertanian adalah dengan meniru dari salah satu program petani milenial yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Melalui program ini, Ridwal Kamil berharap generasi muda Jawa Barat terdorong untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan ekonomi pada sektor pertanian.
Dalam programnya, para petani milenial akan mendapatkan beberapa fasilitas pembiayaan dan perizinan, penyediaan sarana dan prasarana pertanian. Serta peningkatan kapasitas dan pendampingan.
Oleh karena itu, sebetulnya yang para petani muda butuhkan adalah dorongan, dan dukungan. Serta penyediaan sarana prasana pertanian yang mengikuti perkembangan zaman atau yang milenial. Dengan konsep pertanian yang mengikuti perkembangan zaman akan memudahkan para anak muda untuk mau terjun menjadi seorang petani.
Maka, dengan begitu, konsep petani milenial itu saya kira, dapat menembus ke seluruh desa-desa di Indonesia. Tentunya, agar para pemuda dan pemudi di seluruh desa, terutama Desa Pasawahan memiliki kesadaran bahwa menjadi petani itu keren, dan menjadi peluang besar untuk di masa depan. []