Mubadalah.id – Jika merujuk teks Hadis pemukulan anak pada Sunan Abi Dawud, sebetulnya bisa kita diintepretasikan ulang dengan kerangka maqashid al-syari’ah.
Dalam kerangka maqashid al-syari’ah, Hadis di atas bisa kita interpretasikan sebagai sanksi tegas yang mendidik atas pelanggaran yang dilakukan seorang anak.
Sanksi ini harus kita sesuaikan dengan tujuan pendidikan dan kita selaraskan dengan usia tumbuh kembang anak.
Misalnya, bentuk sanksinya adalah kita jauhkan dari mainan, atau kita kurangi jam main yang biasa ia miliki sebelumnya. Atau dengan melakukan kerja-kerja sosial untuk kepentingan keluarga dan masyarakat.
Dalam kerangka maqashid al-syari’ah, sanksi kita perlukan untuk menumbuhkan kesadaran anak tentang pentingnya komitmen pada aturan main atau kesepakatan.
Sanksi harus lebih tegas lagi jika berhadapan dengan anak-anak pelaku kejahatan yang merusak secara sosial.
Sebagaimana banyak tersiar dalam berbagai berita, anak-anak juga melakukan kejahatan seperti yang orang dewasa lakukan. Seperti mencuri, berbuat cabul, pelecehan seksual, bahkan membunuh.
Dalam konteks mendidik, anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan harus diberi sanksi yang tegas agar tidak mengulangi perbuatannya.
Islam, sebagaimana ditegaskan Hadis nomor 2484 Nabi Saw. dalam kitab Shahih al-Bukhari, tidak hanya menganjurkan perlindungan manusia agar tidak menjadi korban kezaliman, tetapi juga dilindungi agar tidak menjadi pelaku.
Pada konteks perlindungan seorang anak dari kemungkinan menjadi pelaku kejahatan, atau mengulangi kejahatan yang ia lakukan. Hadis pemukulan anak bisa kita rujuk dan maknai ulang yang lebih relevan dan kontekstual dalam hal mendisiplinkan dan mendidik mereka.
Yaitu dalam bentuk yang mendidik anak sesuai dengan konteks masing-masing. Karena mereka yang di usia anak, juga perlu orang tuanya didik dan biasakan untuk tidak menjadi pelaku kejahatan. Artinya, mereka harus orang tua tolong dengan medidiknya secara baik agar tidak menjadi pelaku kejahatan.
Dari Anas bin Malik r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Tolonglah saudaramu, yang berbuat zalim maupun yang terzalimi.”
Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, ini (kami paham) menolong orang yang terzalimi, tetapi bagaimana menolong orang yang justru menzalimi?.”
Rasul menjawab: “Ambil tangannya (agar tidak berbuat zalim lagi). (Shahih al-Bukhari, no. 2484). []