Siapa yang tidak mengenal Kartini, tokoh perempuan yang telah memberikan banyak kontribusi terhadap pendidikan dan hak-hak perempuan. Namanya dikenang dalam sejarah. Pemikiran-pemikirannyapun dibukukan dan dijadikan inspirasi oleh banyak orang.
Sejak dulu, ia memimpikan agar perempuan-perempuan Indonesia bisa berdaya dengan menempuh pendidikan yang layak serta bekerja sesuai kemampuan mereka. Karena, pada waktu itu, para kaum puan di tanah Jawa tidak mendapat akses pendidikan seperti laki-laki. Perempuan diidentikan dengan hanya berdiam diri di rumah dan terampil pada pekerjaan rumahan.
Keresahan Kartini tentang pendidikan perempuan tertuang dalam suratnya yang dikirim untuk Nona Van Kool :
“O, saya ingin sekali menuntun anak-anak itu, membentuk wataknya, mengembangkan otaknya yang muda, membina mereka menjadi wanita-wanita di hari depan, supaya mereka kelak dapat meneruskan segala yang baik itu. Bagi masyarakat kita pasti akan membahagiakan, bilamana wanita-wanitanya mendapat pendidikan yang baik”
Selain persoalan pendidikan dan hak perempuan, tokoh perempuan ini juga menjadi salah satu pemantik tafsir Al-Qur’an di Indonesia. Pada saat itu, Kartini meresahkan larangan menafisirkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Keresahannya diungkapkan dalam surat yang ia kirimkan kepada teman-temannya. Salah satu kutipan surat Kartini kepada Ny Abendanon :
“Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya”.
“Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kitab ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya”.
Ketika sedang berguru kepada Kiai Sholeh Darat tentang tafsir surat Al-Fatihah, ia terkesima dengan makna surat pembuka tersebut. Kemudian ia bertanya kepada sang guru, mengapa para ulama melarang untuk menafsirkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Pertanyaan inilah yang menggugah Kyai Sholeh untuk mulai menafsirkan Al-Qur’an.
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari Kartini. Mulai dari semangatnya dalam mempelajari ilmu dan agama, perjuangannya terhadap hak-hak perempuan, hingga pemikirannya untuk memajukan peradaban. Indonesia harus bangga telah memiliki Kartini. Karena, pemikiran Kartinilah yang membuat perempuan-perempuan Indonesia saat ini memiliki hak untuk menempuh pendidikan dengan layak, bekerja, dan menjadi berdaya.
Bayangkan, jika seluruh perempuan di Indonesia mengaplikasikan pemikiran-pemikiran Kartini. Mereka menempuh pendidikan yang tinggi, mempelajari ilmu agama, produktif membuat berbagai karya bermanfaat.
Para perempuan berdaya inilah yang akan memberikan pendidikan terbaik untuk anak mereka, bekerja, hingga berkontribusi dalam berbagai aspek. Sehingga, perempuan dapat berperan dalam memajukan bangsa dan peradaban.
Maka dari itu, mari kita lanjutkan perjuangan Kartini dengan menjadi versi terbaik dari diri kita. Hal ini bisa dilakukan dengan cara terus belajar, ciptakan bermacam karya dan prestasi, hingga menjadi perempuan berdaya yang dapat memberikan manfaat bagi orang banyak, dengan tidak meninggalkan nilai-nilai keislaman. []