Mubadalah.id – Nabi Muhammad Saw hidup bersama para sahabat. Ada sahabat nabi yang populer, sering disebut-sebut namanya, ada juga sahabat nabi yang biasa-biasa saja, tidak ngetop, jarang atau bahkan tidak pernah disebut namanya. Sikap dan perilaku sahabat nabi itu kadang mencerminkan sikap dan perilaku Kanjeng Nabi Muhammad Saw., dan kadang hanya sebuah aktualisasi diri dalam memahami dan melaksanakan ajaran agamanya dan dibenarkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Namanya Kultsum. Sahabat nabi ini tidak begitu popular, kurang ngetop. tetapi Kultsum sering dipercaya oleh Kanjeng Nabi untuk menjadi komandan pasukan perang yang tidak diikuti oleh Kanjeng Nabi. Karena menjadi komandan, Kultsum pun menjadi imam sholat Hanya saja, Kultsum selalu membaca surat Qulhu di tiap rokaat sholat. Pasukan perang Kultsum, yang selalu taat dan setia sering berfikir, jangan-jangan Komandannya tidak hafal surat-surat yang lain, dan hanya hafal surat Qulhu.
Ketika kembali dari medan pertempuran, pasukan menghadap Kanjeng Nabi dan komplain atas sikap dan perilaku komandannya yang selalu membaca surat Qulhu tiap kali menjadi imam sholat. “Tanyakan padanya, mengapa dia melakukan hal itu?”, kata Kanjeng Nabi. Lalu ditanyakanlah hal itu pada Kultsum. Kultsum menjawab, “Karena surat Qulhu adalah sifat Ar-Rahman, maka Aku menyukainya”. Saat jawaban Kultsum disampaikan pada Kanjeng Nabi, beliau malah bersabda :
أَخْبِرُوهُ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُحِبُّهُ
“Sampaikan pada Kultsum, bahwa Allah Swt menyukainya.” (HR. Bukhari)
Hadits ini seperti mengkhabarkan pada kita tentang sikap dan perilaku sahabat nabi dalam beragama. Kanjeng Nabi tidak mengajarkan hal itu, menjadi imam sholat dengan hanya membaca surat qulhu saja, bolak balik, tiap rokaat. Apakah dia tidak hafal surat-surat yang lain, atau bagaimana, Kanjeng Nabi pun menanyakannya. Ketika dijawab, Aku menyukainya karena di dalam surat qulhu ada sifat Ar-Rahman, sifat Gusti Allah Swt Yang Maha Pengasih, Kanjeng Nabi pun mengkhabarkan bahwa Gusti Allah swt pun menyukainya. Jawaban Kanjeng Nabi ini seperti membenarkan atas sikap dan perilaku sahabat nabi dalam memahami dan melaksanakan ajaran agamanya tanpa sepengetahuan Beliau.
Namanya Bilal bin Rabah al-Habasyi. Dia seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia) yang masuk Islam ketika masih menjadi budak. Dia adalah muadzin Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah Saw pernah mendengar suara terompah Bilal di surga. Ketika hal itu ditanyakan pada Bilal, “Ceritakan kepadaku, Bilal, perbuatan terbaik apa yang kamu lakukan di dalam Agama Islam ini, karena Aku mendengar suara terompahmu di surga”. Bilal pun menjawab, “Aku tidak melakukan apa-apa, Kanjeng Nabi, hanya saja, Aku tidak pernah berwudhu kecuali setelah wudhu Aku selalu melaksanakan shalat sunah berwudhu.”
Hadits ini seperti mengkhabarkan pada kita tentang sikap dan perilaku sahabat Nabi, Bilal bin Rabah dalam beragama. Kanjeng Nabi tidak mengajarkan tentang hal itu, sholat sunah wudhu, tetapi ketika ada sahabatnya yang melakukan tanpa beliau ketahui dan justeru beliau ketahui dari pandangan batinnya yang mendengar suara terompah Bilal berada di sorga atas amaliyahnya selalu melaksanakan sholat sunah wudhu, menunjukkan pembenaran beliau atas sikap dan perilaku sahabat dalam memahami dan melaksanakan ajaran agamanya tanpa sepengetahuannya.
Namanya Rifa’ah bin Rafi’ sahabat nabi yang sering sholat berjamaah bareng Kanjeng Nabi. Suatu saat, Rifa’ah bin Rofi’ melaksanakan shalat berjamaah. Saat bangun dari ruku’, Kanjeng Nabi membaca, ‘Sami’allahu liman hamidah.” Tiba-tiba terdengar suara jamaah membaca, ‘Rabbana wa lalakal hamdu hamdan katsiran tayyiban mubarakan fihi. Jamaah ini membaca doa bangun dari ruku’ yang tidak biasa. Doa bangun dari ruku’ yang biasa adalah :
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَىْءٍ بَعْدُ
“Wahai Tuhan Kami, segala puji bagi-Mu, sepenuh langit dan sepenuh bumi dan sepenuh apa-apa yang Engkau kehendaki setelah itu”.
Sementara sahabat ini membaca doa bangun dari ruku’ dengan bacaan :
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
Artinya: Ya Tuhan Kami, segala puji hanyalah bagi-Mu, Aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah
Setelah selesai shalat, Rasul bertanya, ‘Siapa yang mengucapkan doa itu?”. Semua sahabat diam, tidak ada yang berani menjawab. Sampai Kanjeng Nabi tanyakan tiga kali, “Siapa yang mengucapkan doa itu?”. Lalu Rifa’ah bin Rofi menjawab, “Saya Kanjeng Nabi”. Kemudian Kanjeng Nabi pun berkata, “Aku melihat sekitar tiga puluhan malaikat berlomba-lomba untuk mencatat pahala membaca doa itu, dan entah malaikat siapa yang pertama kali mencatat doa itu sebagai pahala’” (HR Al-Bukhari)
Hadits ini seperti mengkhabarkan pada kita tentang sikap dan perilaku sahabat Nabi, Rifa’ah bin Rofi’ dalam beragama. Kanjeng Nabi tidak mengajarkan doa setelah bangun dari ruku’ dengan bacaan seperti itu. Tetapi ketika ada sahabat yang membacanya dengan doa yg tidak lazim itu, dan Kanjeng Nabi dengan pandangan batinnya melihat malaikat berebut untuk mencatatnya sebagai pahala, membuat Kanjeng Nabi perlu bertanya siapa orangnya dan perlu menyampaikan berita berebutnya malaikat untuk mencatat doa itu sebagai pahala.
Kisah doa I’tidal yang tidak lazim ini menunjukkan pembenaran Kanjeng Nabi atas sikap dan perilaku sahabat nabi dalam memahami dan melaksanakan ajaran agamanya tanpa sepengetahuan beliau. Masih banyak sikap dan perilaku sahabat Nabi dalam memahami dan melaksanakan ajaran agamanya tanpa sepengetahuan beliau dan dibenarkan oleh beliau Saw, dan belakangan kisah-kisah seperti itu dijadikan sebagai dalil atas runtuhnya teori bid’ah. []