• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Tentang Kesetiaan dalam Perspektif Islam

Intinya, kesetiaan jangan diukur hanya dengan takaran yang begini. Karena, sesungguhnya kawan setia dilihat saat kalian sedang susah, itu kata sahabat Ali.

Mambaul Athiyah Mambaul Athiyah
15/12/2020
in Khazanah, Pernak-pernik
0
Kesetiaan

Kesetiaan

297
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ini kisah tentang kesetiaan. Kita bisa belajar dari Sahabat Khalid bin Walid, yang pernah dicopot jabatannya sebagai komandan perang, saat Khalifah Umar bin Khattab menjadi pemimpin menggantikan Abu Bakar. Syahdan, kekecewaan muncul di wajah beberapa sahabat Rasulullah. Apa kata Khalid saat itu?

“Tak mengapa. Saya berperang bukan karena Umar.” Sungguh, Gaes membaca kisah ini membuatku mencari di tumpukan nama-nama besar dalam sejarah, masih banyakkah kesetiaan yang demikian. Kesetiaan yang enggak sedikitpun luntur walau sudah berganti pemimpin tempatnya mengucap sumpah setia.

Kita tahu, Men. Bahwa Rasulullah memberikan julukan kepada para sahabatnya ternyata memiliki andil besar dalam kehidupan mereka. Pedang Allah yang disematkan kepada Khalid bin Walid mampu menjadikan beliau memberikan kesetiaan kepada Rasulullah dan demi keridhoan Allah semata. Kalau sudah demikian maka tak mengapa dong sekalipun enggak lagi diberi jabatan penting dalam pemerintahan Khalid tetap ikut berperang demi agama Allah meskipun hanya sebagai tentara biasa saja.

Itu kesetiaan sebagai anggota, Mamen. Beda lagi kesetiaan Rasulullah sebagai pemimpin. Rasulullah memberikan kesetiaan beliau kepada sahabat dengan menautkan hatinya kepada mereka. Satu dengan lainnya dibaca Rasulullah karakternya kemudian menyematkan julukan terbaik sesuai karakter mereka.

Buya Hamka menceritakan dalam bukunya, bahwa Rasulullah mengatakan kepada sahabat Usman bin Affan, “jikalau aku memiliki satu putri lagi, maka itu akan menjadi istrimu Usman.” Kepada Abu Bakar lain lagi. Rasulullah mengatakan, “Wanita yang paling kucintai adalah Aisyah. Sedangkan laki-laki yang paling kucintai adalah bapak perempuan itu.”

Baca Juga:

Menakar Kesiapan, Mengukur Frekuensi, dan Memahami Tujuan dalam Setiap Relasi

Para Mentor Kehidupan yang Muncul dalam Wujud Sahabat

Mahalnya Harga Teman Rasa Saudara

Bisakah Laki-laki dan Perempuan Berteman tanpa Melibatkan Perasaan?

Lihat, Rasulullah sangat pandai menyentuh hati sahabatnya.
“Aku adalah kota Ilmu, sedangkan kau, Ali. Adalah pintunya yang mampu memasuki kota ilmuku.” Itu kata Rasulullah kepada sahabat Ali. Bukan hanya kalangan yang dianggap besar saja Rasulullah memuji. Kepada Salman Al Farisi Rasulullah memuji, “Jika bintang kemajuan terletak di atas angkasa, maka hanya satu orang Persia inilah yang mampu menaklukkannya.”

Daebak, Jempol seribu kali lebih sejuta kali buat Baginda Rasulullah. Beliau setia kepada sahabatnya dengan caranya sendiri, dengan memuji mereka sesuai kemampuan. Tak ayal, semua merasa puas, semua merasa tersentuh karena ketulusan hingga semua bersumpah setia walau bagaimanapun jua.

Nah, kalau zaman now? Haduh. Kesetiaan itu langka. Ada yang setia karena harta, ada yang setia karena tahta, ada yang setia karena barang incarannya, posisi sosialnya, kedudukannya belum tercapai seutuhnya. Ntar, kalau yang diikuti sudah ambruk mereka lari tunggang langgang, babay.

Ada yang aneh lagi. Komen enggak dibalas dibilang pilih kasih, inbox enggak dibaca katanya sombong, WA enggak dibalas katanya kita lupa ama dia. Men, jangan cetek banget punya isi kepala. Masak hal demikian aja bikin elo baper terus mutung dan bersikap enggak lagi mau setia. Dih, melempem amat kita kayak kerupuk. Kerupuk aja awet kalau ditaruh di toples tapi yang namanya kesetiaan itu jangan diukur dengan hal-hal yang demikian.

Jikalau ternyata engkau dicueki sama mereka yang sudah femes, yah, doain aja. Moga teman kita yang femes makin subur, makmur, jaya. Kan, mendoakan yang baik-baik enggak bakal rugi bandar, Mamen. Siapa tahu malah baliknya lebih cepat ke arah kita daripada ke arah mereka.

So, stop baper hanya karena perkara beginian. Dia kagak inbox, enggak masalah. Doi dekat sama si Dodot, enggak ngaruh keles, dekat ama Dodit, No problemo. Dekat sama Ma’ruf, ya Alhamdulillah, bisa makin mengarah ke kebaikan. Intinya, kesetiaan jangan diukur hanya dengan takaran yang begini. Karena, sesungguhnya kawan setia dilihat saat kalian sedang susah, itu kata sahabat Ali.

Beda lagi dengan kata pujangga. Mereka berkata, tidak ada yang paling setia kepadamu selain kematian.
Maka, tetap hepi, stay health, tetap sumringah, makan pecel sambil senyum, makan tahu sambil mesam-mesem tapi jangan sampai makannya di luar terus setiap ketemu orang yang lewat kalian setia tertawa-tawa, bahkan terbahak-bahak menertawakan entah apa. Salam setia, Mamen. []

Tags: KesetiaanKisah Nabipersahabatan
Mambaul Athiyah

Mambaul Athiyah

Pengasuh Ponpes Maslakul Huda Lamongan Jawa Timur

Terkait Posts

Fikih

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

1 Juli 2025
Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Taman Eden

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

30 Juni 2025
Beda Keyakinan

Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

30 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

29 Juni 2025
Kapan Menikah

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan
  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID