• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Tidak Menakutkan, Ternyata Kita juga Butuh Kecemasan

Batasan yang harus kita terapkan adalah dengan membedakan antara kecemasan yang berasal dari  prasangka dan yang berasal dari prediksi

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
31/01/2025
in Buku
0
Kecemasan

Kecemasan

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Rasanya pasti sangat terganggu jika kita memiliki beberapa perasaan negatif, seperti anxiety, rasa cemas dan beberapa perasaan negatif lainnya. Namun ternyata, ada sebuah penelitian yang menunjukkan jika ternyata kita juga membutuhkan yang namanya kecemasan.

Hidup memang tak selamanya berjalan mulus. Dalam melewatinya kita terkadang di hadapkan dengan berbagai kenyataan yang tidak saja membuat semangat kita terpacu deras, namun kadang kala kita juga merasakan kecemasan dan kekeringan akan motivasi hidup secara drastis.

Lantas, wajar gak sih jika kita mengalami kecemasan?.

Kecemasan adalah Sebuah Alarm

Jika kita pernah merasakan kecemasan, sebenarnya itu adalah hal yang wajar dan normal. Dalam buku “What’s So Wrong About Your Self Healing” karya Ardhi Mohamad, ia malah menjelaskan jika kecemasan adalah salah satu mekanisme pertahanan hidup manusia.

Kecemasan menjadi salah satu emosi penting yang juga harus ada dalam diri setiap manusia. Bayangkan saja jika kita tidak memiliki kecemasan. Saat masuk ke tempat berbahaya kita tidak siap dan waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, tiba-tiba bertemu dengan binatang buas atau yang lain. Tanpa adanya rasa kecemasan sebelum kita melangkah, pada akhirnya kita akan membahayakan diri kita sendiri.

Baca Juga:

Kehendak Ilahi Terdengar Saat Jiwa Menjadi Hening: Merefleksikan Noble Silence dalam Perspektif Katolik

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Contoh lain dan lebih simpel, saat kita belum menyelesaikan tugas yang diberikan dosen. Kecemasan membantu kita untuk bergerak dan mulai mengerjakan serta menyelesaikan tugas yang menjadi kewajiban kita. Hal demikian mendorong kita untuk maju. Berbeda jika kita tidak merasa cemas dan hanya santai-santai saja.

Kecemasan yang Tidak Lagi Normal

Meskipun kita juga membutuhkan kecemasan, namun kita juga perlu memberikan batasan terhadap rasa cemas itu sendiri. Jangan sampai kita memberikan porsi kecemasan lebih dalam diri kita, sehingga hal tersebut nantinya akan menjadi penghalang bagi kita untuk terus maju.

Batasan yang harus kita terapkan adalah dengan membedakan antara kecemasan yang berasal dari  prasangka dan yang berasal dari prediksi. Apa perbedaannya?

Perbedaannya, jika prasangka, ia hanya berasal dari pola pikir yang salah. Misalnya kita seringkali merancang skenario yang belum tentu terjadi dalam diri kita tanpa adanya fakta dan data yang akurat. Sedangkan prediksi, kita membuatnya dengan berdasarkan fakta dan data yang ada untuk membuat asumsi akan hasil yang kita terima.

Misalnya saat kita menanyakan sesuatu kepada teman, guru atau atasan kita, kemudian pesan kita tidak mendapatkan balasan atau hanya di-read saja. Kita lantas berprasangka jika ada yang salah dengan pesan yang kita kirim, entah bahasa kita yang menyinggung atau kurang sopan.

Kita lantas memikirkan sesuatunya secara berlebihan yang pada akhirnya membuat kita pusing sendiri. Faktanya, orang yang kita kirimi pesan sedang sibuk, belum sempat membalas atau memang belum tau akan memberikan jawaban apa.

What Can We Do?

Kesalahan dalam mengontrol perasaan cemas bisa berdampak negatif pada diri kita. Hal tersebut akan sangat mengganggu pikiran dan bahkan menjadi kendala dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, kita harus tau apa yang bisa kita lakukan untuk mengontrol itu. So, what can we do?

Petama, sadari bahwa kita punya pilihan. Terkadang kita bisa saja salah dalam memilih langkah, namun ingatlah bahwa kita selalu punya pilihan, meskipun hal itu belum terpikirkan sekarang. Hidup kita tidak langsung hancur meskipun kita gagal, selalu ada pilihan untuk menentukan langkah selanjutnya.

Kedua, sebagai manusia, kita memanglah tidak sempurna. Kita sering mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan Tuhan, ataupun melibatkan Tuhan namun hanya memberi porsi yang sedikit. Padahal kita adalah makhluk yang tidak sempurna yang butuh kuasa Tuhan.

Ketiga, memaafkan diri sendiri. Berhenti menyalahkan diri sendiri dan mulai fokus pada kelebihan yang kita miliki. Keempat, berusaha menjadi bermanfaat untuk orang lain. Kelima, memiliki tujuan hidup yang jelas. Terakhir, jika kecemasan yang mengarah ke hal negatif muncul, maka jangan langsung diikuti. []

Tags: jiwaKecemasanKesehatan MentalmanusiaSelf Love
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Novel Jodoh Pasti Bertemu

Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah

3 Juni 2025
Haji Pengabdi Setan

Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita

3 Juni 2025
Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus

Belajar Toleransi dari Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus Buktisyu

30 Mei 2025
Sayap-sayap Patah

Buku Sayap-Sayap Patah: Kritik Kahlil Gibran terhadap Pernikahan Paksa

30 Mei 2025
Perempuan Keluar Malam

Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?

28 Mei 2025
Daughters of Abraham

Ulasan Daughters of Abraham: Ketika Para Putri Ibrahim Menggugat Tafsir

27 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tubuh yang Terlupakan

    Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah
  • Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita
  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31
  • Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban
  • Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID