Mubadalah.id – Nikah dalam Islam dirumuskan sebagai akad (transaksi) laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama sebagai suami-istri. Al-Qur’an menyebutnya sebagai “mitsaq ghalizha” (perjanjian yang berat). Menurut Imam al-Ghazali, nikah itu bertujuan antara lain:
Pertama, nikah (perkawinan) merupakan ikhtiar manusia untuk melestarikan dan mengembangbiakkan keturunannya dalam rangka melanjutkan kehidupan manusia di bumi. Ini, menurut Imam al-Ghazali, merupakan tujuan yang utama.
Kedua, nikah merupakan cara manusia menyalurkan hasrat libidonya untuk mendapatkan kenikmatan dan menjaga alat-alat reproduksinya.
Ketiga, melalui perkawinan, hati laki-laki dan perempuan diharapkan menemukan tempat ketenangan, Atau dalam bahasa agama sering disebut: sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Kemudian, melalui perkawinan, kegelisahan dan kesusahan hati mendapatkan saluran dengan menumpahkannya kepada pasangannya: suami kepada istrinya dan istri kepada suaminya. Pandangan Imam al-Ghazali tersebut sejalan dengan al-Qur’an:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٢
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu, benarbenar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. ar-Rum (30): 21).
Sakinah
“Sakinah” berasal dari kata sakana. Ia bisa berarti tempat tinggal, menetap, dan tenang-tenteram (tidak ada ketakutan). Dengan begitu, maka perkawinan merupakan wahana atau tempat di mana orang-orang yang ada di dalamnya terlindungi dan dapat menjalani kehidupannya dengan tenang dan tenteram. Serta tanpa ada rasa takut.
Kemudian, “Mawaddah” berarti cinta. Mugatil bin Sulaiman, seorang ahli tafsir abad ke-2 H, mengatakan bahwa mawaddah berarti “mahabbah” (cinta), “nashihah” (nasihat), dan “ash-shilah” (hubungan yang kuat). Yakni, hubungan yang di dalamnya tidak terdapat ucapan atau tindakan yang menyakiti.
Ini berarti perkawinan merupakan ikatan antara dua orang yang dapat mewujudkan hubungan saling mencintai, saling menasihati, dan saling menghormati satu sama lain.
Sementara, “rahmah” memiliki arti sangat mendalam. Ia adalah kasih, kelembutan, kebaikan, dan ketulusan. Perkawinan yang Tuhan harapkan adalah apabila suami dan istri dapat menjalin relasi-relasi saling mengasihi, saling memberikan kebaikan dan kelembutan. Dan semua itu ditumpahkan dengan hati yang tulus.