Mubadalah.id – Akhlak karimah adalah tujuan utama Islam, “al-hadaf al-asma li ba’ts al-anbiya” (tujuan tertinggi kehadiran para Nabi). Kemudian kepada Nabi Muhammad SAW, Tuhan mengatakan:
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya: “Engkau, sungguh, berdiri dan berjalan di atas akhlak yang luhur” (QS. al-Qalam ayat 4).
Nabi mengatakan bahwa kehadirannya di muka bumi dalam kerangka menegakkan dan menyempurnakan akhlak yang mulia atau luhur.
Semua nilai-nilai luhur ini akan menjadi rahmat bagi alam semesta (rahmatan li al-‘alamin). Akhlak karimah dengan begitu berisi nilai-nilai luhur kemanusiaan universal yang kepadanya semua sikap, perilaku, kebijakan, aturan-aturan kehidupan, baik secara individu maupun dalam relasi sosial.
Imam Abu Hamid al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Meski akhlak bisa berarti perilaku atau sikap yang baik dan buruk atau positif dan negatif. Akan tetapi dalam banyak perbincangan kata “akhlak” hampir selalu memiliki konotasi baik dan positif. Seperti kejujuran, ketulusan, kesabaran, kasih dan keberanian. Bahkan sikap ramah, santun, bertindak adil, menghargai orang lain, dan sebagainya. Dalam teks-teks Islam, akhlak yang baik kita sebut al-akhlak al-karimah (budi pekerti mulia).
Sementara itu, terkait dengan tujuan Islam di atas, al-Ghazali merumuskannya dalam lima prinsip perlindungan. Yakni, perlindungan terhadap: pertama, hak beragama (berkeyakinan) (hifdh ad-din). Kedua, hak hidup (hifdh an-nafs).
Ketiga, hak berpendapat dan berekspresi (hifdh al-‘aql). Keempat, hak kehormatan diri (hifdh an-nasl wa al-‘irdI) dan kelima, hak kepemilikan (hifdh al-mal).
Abu Ishaq al-Syathibi, ahli hukum Islam dari Cordova, menyebutkan lima prinsip perlindungan atas hak-hak ini sebagai “al-maqashid asy-syari’ah”.
Dengan demikian, akhlak karimah pada dasarnya sejalan dengan dan berisi lima prinsip perlindungan ini. Inilah buah pohon Islam. []