Mubadalah.id – Para ulama perempuan adalah para pemimpin yang sangat menentukan akan kesuksesan pesantren. Para Ibu Nyai mampu menciptakan atmosfer yang mendorong santri untuk belajar, melalui penciptaan lingkungan yang kondusif untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, penyediaan fasilitas yang nyaman, layanan khusus, inovasi pengajaran, penyelenggaraan kegiatan intra dan ekstra kurikuler, pembelajaran yang bersifat individual, dan motivasi belajar.
Ulama perempuan sebagai pimpinan pesantren piawai memotivasi dan mendorong para guru untuk memiliki komitmen tinggi terhadap kemajuan, mengelola konflik secara efektif, menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, menyamakan visi, meningkatkan kesejahteraan yang semuanya itu menumbuhkan kemampuan para guru untuk berkembang secara personal maupun profesional. Para pimpinan menyadari bahwa guru merupakan salah satu kunci bagi kesuksesan pesantren.
Pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif mempunyai strategi dalam melaksanakan misinya yaitu:
1) mempunyai visi yang kuat untuk mengarahkan guru dan santri mencapai prestasi yang tinggi. 2) piawai mengkomunikasikan visinya kepada anggotanya dan masyarakat melalui pendekatan religius-kultural. 3) memiliki semangat kerja yang tinggi dalam mencapai tujuan pesantren. 4) senantiasa belajar memperbaiki pesantren dengan melakukan kunjungan ke pesantren lainnya guna menambah wawasan dan membangun networking. 5) piawai bekerja dalam team work.
Menciptakan Iklim Pendidikan yang Kondusif
Ulama perempuan di pesantren Mamba’ul Ma’arif, mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi santri untuk belajar, (create an atmosphere condusive for student learning). Para guru terlibat dan bertumbuh (teacher involvement and growth), seluruh masyarakat memberikan dukungan dan menaruh harapan yang tinggi (community support and high expectations).
Kualitas ulama perempuan dalam berorganisasi dapat kita ukur dari sikap dalam mempengaruhi langsung pada peningkatan prestasi siswa. Pimpinan yang berpengalaman selalu membimbing guru, mendengarkan keluhan bawahan, memberikan efek positif terhadap prestasi belajar santri atau muridnya. Pola kepemimpinan yang dimiliki ketua yayasan terbukti tegas, merekatkan persaudaraan, karena semua teamwork yang terlibat masih ada hubungan kekerabatan.
Sebagaimana yang disampaikan Gus Afif selaku kepala Madrasah Ibtidaiyyah Mamba’ul Ma’arif yang menyampaikan bahwa, pola kepemimpinan di Yayasan pesantren tersebut tidak boleh otoriter, harus tegas, dan merekatkan persaudaraan. Terkadang sebuah keputusan berjalan lambat karena harus teliti dan tidak boleh ada pihak yang tidak sreg terkait keputusan tersebut.
Ning Azah menyampaikan, karena kurangnya keturunan laki-laki, maka perempuan dapat memimpin dan terlibat aktif di kepengurusan Yayasan. Meski perempuan berorganisasi tetap berjiwa feminisme, misal dalam musyawarah lebih lembut dalam membuat narasi penyampaian keputusan. Dalam pengambilan keputusan pun juga sangat mendengarkan pertimbangan dan masukan dari jajaran pengurus Yayasan.
Pak Sulthon Sulaiman selaku ketua MTsN 4 Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, menyampaikan bahwa:
“Kepemimpinan perempuan maupun laki-laki yang sama bagusnya. Hanya letak perbedaannya, apabila seorang yang berjiwa ibu memimpin maka lebih dominan ketelitian, lemah lembut, sepeti sosok ibu figur dalam sebuah organisasi. Secara kualitas sama bagusnya, sama kompetennya. Sudah tiga periode pucuk pimpinan di Yayasan PP MAMA itu memiliki pemimpin perempuan. Sekretaris dan bendaharanya perempuan. Apalagi Cak Imin dan Gus Halim lebih berkiprah di luar pesantren” tuturnya.
Gaya kepemimpinan Ulama Perempuan
Adapun gaya-gaya kepemimpinan di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif memiliki beberapa tipologi, yaitu:
Ulama yang multidisipliner di mana konsentrasi diri dalam dunia Pendidikan, dari mengajar, menulis, mengkaji kitab. Seperti Gus Afif, Gus Husnul Haq yang keduanya lulusan Al-Azhar Kairo Mesir. Kiai Salam sebagai pucuk pimpinan, dan kiai-kiai lainnya yang sering mengadakan pengajian kitab di luar jam madrasah formal.
Ulama perempuan yang ahli dalam bidang tertentu dalam suatu spesialisasi keilmuan keislaman. Karena keahliannya sangat mendalam misalnya khusus tahfidzul Qur’an beserta tafsirnya. Seperti para dewan guru di unit Sunan Bonang yang menjadi unit khusus tahfidzul Qur’an.
Ulama perempuan kharismatik yang memperoleh kharismanya dari ilmu pengetahuan keagamaan, khususnya sufisme. Seperti bu Nyai Muflihah yang suaminya tidak lain adalah pimpinan Tarekat. Ulama perempuan pergerakan, karena peran dan kiprahnya dalam suatu organisasi atau kelompok masyarakat, maka skill kepemimpinannya terasah. Seperti Ning Azzah dan Ning Hilya Ulinnaja yang aktif di organisasi masyarakat mulai dari Fatayat NU, RMI serta BNN.
Ulama perempuan yang keliling dalam berdakwah atau aktif dalam mengisi majelis taklim sebagai bentuk interaksi dengan masyarakat, supaya pesantren tetap membaur dengan lingkungan sekitar. Tidak menjadi Menara gading di mana pesantren berpijak.
Seperti bu Nyai Hj Hamidah yang mengelola majelis taklim untuk masyarakat sekitar pesantren, namun beliau baru saja wafat saat peneliti dalam proses penelitian. Beliau juga tidak berkenan ditemui karena kondisi kesehatannya, namun menyerahkan badal interview pada putrinya Ning Azzah Haromain.
Otoritas Ketua Yayasan dalam Peningkatan Mutu Pesantren
Oleh sebagian besar informan, ketua Yayasan digambarkan sebagai orang yang sadar akan perubahan pada sistem Pendidikan nasional. Struktur pesantren yang memprioritaskan pengasuh unit asrama dan komite pesantren menjadi lebih penting dalam pengambilan keputusan menjadi bukti bahwa ketua Yayasan menyadari akan konteks baru ini. Pesantren tetap memiliki otoritas tersendiri dalam mengelola kelembagaannya termasuk dalam pendanaan dan rekrutmen staf.
Bersamaan dengan perubahan besar dalam dunia Pendidikan terkait teknologi atau digitalisasi Pendidikan. Perubahan-perubahan global menyangkut informasi dan teknologi juga menjadi pertimbangan. Penggunaan komputer sudah menjadi hal biasa. Dengan demikian Guru yang tidak mampu mengoperasikan komputer juga mendapatkan pelatihan.
Citra intelektualitas berarti bahwa murid-murid kami akan mempunyai performa akademik yang lebih baik yang ditunjukkan dengan presentasi tinggi lulusan yang diterima di institusi-institusi Pendidikan tinggi ternama. Sementara itu, citra independen berarti bahwa para siswa akan menjadi orang yang merdeka dalam berpikir, berhasil dalam kehidupan mereka, dalam kegiatan mereka. Itulah yang ingin kami capai.
Manajemen Partisipatif
Ketua yayasan bersama dengan anggota pesantren mulai dari pengasuh-pengasuh dari masing-masing unit di dalamnya, telah menunjukkan kemampuan dalam menganalisis konteks-konteks sekolah. Analisis mereka terhadap konteks internal dan eksternal membawa mereka pada pembentukan visi pesantren dan menentukan strateginya. Telah ada konsultasi-konsultasi dinamis dalam proses analisis kontekstual bagi nilai-nilai dan keyakinan bersama dipegang oleh ketua Yayasan dan komunitas dalam pesantren.
Usai menginformasikan terkait gagasan-gagasan saya, staf dan guru biasanya memberikan beberapa input. Prinsip saya bahwa bekerja bersama dimulai dengan berpikir bersama, merencanakannya bersama, melakukannya bersama dan mengevaluasinya nanti juga bersama. Supaya kepemimpinan bersifat bottom up bukan top down.
Sejalan dengan usaha membangun kepercayaan ketua Yayasan menerapkan manajemen untuk pesantren, melalui apa yang disebut para anggotanya dengan nama manajemen partisipatif. Hal utama adalah memberikan motivasi kepada staf dan administrasi dengan menunjukkan komitmen serta kerja keras supaya menjadi contoh.
Adapun strategi dalam implementasi materi pelajaran di kelas atau sekolah yaitu mencakup komprehensif mata pelajaran dengan tujuan meningkatkan performa santri di sekolah formalnya, kemudian mengadakan mid semester, selain itu mengadakan program-program yang dirancang untuk mempertahankan prestasi para santri dalam menempuh Pendidikan formalnya. []