Mubadalah.id – Fyp saya akhir-akhir ini dipenuhi dengan video PKKMB Raja Brawijaya 2025 dengan tema Voice for Inclusive. Selain mahasiswanya yang kreatif dan unik, video- video tersebut tampak berbeda dengan kebanyakan kampus lain. Yap, Abisvesha Brawijiya menggunakan Bahasa isyarat dalam video perkenalan diri.
Terdapat 64 mahasiswa penyandang disabilitas yang terdaftar sebagai mahasiswa baru Universitas Brawijaya (UB). Ini bukan hanya tentang angka. Melebihi itu, jumlah tersebut menunjukkan bahwa penyandang disabilitas memiliki semangat yang sama dengan orang kebanyakan untuk menempuh Pendidikan tinggi.
Selain itu, kenyataan ini juga menunjukkan bahwa beberapa kampus mulai peduli terhap kepentingan penyandang disabilitas. Barangkali bagi sebagian orang, ini tampak biasa. Namun bagi saya ini merupakan terobosan yang sangat menyentuh. Ada keseriusan dari pihak mahasiswa dan kampus untuk menyuarakan inklusivitas – dan entah kenapa ini terasa manusiawi sekali.
Pengenalan Pendidikan Inklusif “Sejak Dini”
Voice for Inclusive merupakan video perkenalan wajib dengan menggunakan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) bagi mahasiswa baru Universitas Brawijaya Malang 2025.
PKKMB yang mengharuskan mahasiswa mengenalkan diri dengan Bahasa isyarat merupakan sambutan hangat kepada seluruh mahasiswa dari berbagai golongan; mahasiswa penyandang disabilitas dan non-disabilitas. Seolah-olah hendak menyatakan bahwa “ada penyandang disabilitas di antara kita yang perlu kita sapa juga.”
Tidak hanya itu, keterlibatan panitia dari mahasiswa penyandang disabilitas menambah nuansa inklusif dalam kegiatan kampus.
Jesslyn Alvina Limanto panitia yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan merupakan penyandang disabilitas tuli membawakan narasi tentang inklusivitas di acara Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) UB tahun 2025.
Jesslyn mengajak seluruh mahasiswa baru untuk belajar dan menggerakkan Bahasa Isyarat dalam acara PKKMB tersebut.
Video perkenalan dan acara yang diisi oleh teman penyandang disabilitas menumbuhkan kepedulian terhadap kelompok disabilitas di kampus. Hal ini akan menjadi pengalaman berharga dan bekal pengetahuan jangka Panjang untuk berproses bersama-sama dengan teman angkatan mereka yang difabel. Maupun di luar kampus kelak.
Penanaman Sikap Kepedulian dan toleran dari awal masuk kampus merupakan langkah strategis untuk mempersiapkan mereka untuk menerima perbedaan yang ada dalam dinamika kehidupan kampus. Pendidikan inklusif yang sudah diajarkan dari masa pengenalan kampus memungkinkan pelibatan mahasiswa difabel dalam berbagai kegiatan kelak.
Mahasiswa baru – sebagai pemuda dan agen perubahan dengan pkkmb yang mengusung tema inklusif ini juga dapat menjadi agen perubahan menuju dunia yang lebih inklusif.
Tentu saja kita perlu mengapresiasi orang-orang yang terlibat dalam PKKMB UB, dan kampus lain yang mengusung semangat serupa.
Apakah akan bertahan sampai akhir?
Sambutan hangat terhadap penyandang disabilitas dalam kegiatan PKKMB ini merupakan sebuah awal yang positif dan menggembirakan. Namun apakah hal ini akan bertahan sampai akhir?
Sambutan hangat tersebut perlu kita iringi dengan komitmen untuk menciptakan suasana inklusif selama masa perkuliahan. Mulai dari ruang kelas, dosen, teman-teman mahasiswa, hingga fasilitas kampus yang ramah difabel.
Pada kenyataannya, masih banyak kampus menerima penyandang disabilitas untuk kepentingan ‘angka’ dan hal-hal tersier lainnya. Bahkan tak jarang mereka hanya diperhatikan dalam perkara seremonial semata seperti saat akreditasi di lingkungan kampus maupun acara lain yang melibatkan pihak ‘eksternal kampus.
Saya tidak hendak mengatakan bahwa UB “menelantarkan” mahasiswa disabilitas setelah masa PKKMB. UB memiliki banyak fasilitas untuk mahasiswa disabilitas ketika saya menelusuri laman website kampusnya.
Saya di sini hanya hendak menyoroti bagaimana banyak kampus di Indonesia masih setengah hati menciptakan kampus yang ramah difabel.
Dari panitia PKKMB UB kita belajar tekad yang bulat itu memerlukan kemauan belajar, mendengarkan, serta mencipatakan ruang dialog yang inklusif. []