• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Wacana Alternatif Childfree Perspektif Islam

Wacana keislaman yang muncul dan berkembang sementara ini belum berimbang. Adanya wacana masih banyak didominasi oleh argumentasi islamis yang terlalu menyudutkan dan memvonis child-free sebagai suatu keputusan yang salah dan melawan fitrah

Ahmad Rijalul Fikri Ahmad Rijalul Fikri
27/09/2021
in Keluarga, Rekomendasi
0
Childfree Perspektif Islam

Sifat Umar bin Khattab

765
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menurut bacaan saya, antara childfree (perempuan yang mampu punya anak, tapi memutuskan tidak beranak) dan child-care (perempuan yang mampu punya anak, serta berkomitmen melahirkan dan mengasuhnya), pada dasarnya memiliki ruang dialektika yang sama dalam keluasan serta keluwesan syariat Islam.

Namun, tampak wacana keislaman yang muncul dan berkembang sementara ini belum berimbang. Adanya wacana masih banyak didominasi oleh argumentasi islamis yang terlalu menyudutkan dan memvonis child-free sebagai suatu keputusan yang salah dan melawan fitrah.

Itu sebabnya, melalui tulisan ini saya mencoba mengudar wacana alternatif perihal childfree perspektif Islam. Secara ringkas dan sesederhana mungkin, akan saya utarakan tiga poin “argumentasi pendukung” child-free. Ketiganya terdiri atas kutipan ayat Alquran dan teks hadis, serta penjelasan ulama yang saya temukan pada redaksi kitab kuning.

Argumentasi Alquran

Alquran memposisikan eksistensi anak sama dengan harta benda. Dalam artian, sama-sama merupakan ujian keimanan, serta cobaan dalam menghambakan diri secara maksimal kepada Tuhan. Setidaknya terdapat lima kutipan ayat Alquran yang menegaskan terang-terangan tentang hal tersebut sebagai berikut.

Baca Juga:

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Alarm Kekerasan Terhadap Anak Tak Lagi Bisa Diabaikan

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Al-Anfal [8]: 28).

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahfi [18]: 46).

Dan sekali-kali bukanlah harta dan anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, merekalah itu yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga). (QS. Saba’ [34]: 37).

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. Al-Munafiqun [63]: 9).

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka. (QS. Ali ‘Imran [3]: 10).

Argumentasi hadis

Sosok tabiin terkemuka, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, meriwayatkan sebuah hadis sebagai berikut.

زَعَمَتْ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ خَوْلَةُ بِنْتُ حَكِيمٍ أنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مُحْتَضِنًا أحَدَ ابْنَيْ ابْنَتِهِ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ إنَّكُمْ لَتُبَخِّلُونَ وَتُجَبِّنُونَ وَتُجَهِّلُوْنَ وَإنَّكُمْ لَمِنْ رَيْحَانِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Seorang perempuan salihah, Khaulah binti Hakim, bercerita bahwa Rasulullah saw. keluar sambil menggendong salah satu cucunya, dan menyabdakan: “Demi Allah, sungguh kalian akan menyebabkan bakhil, takut, dan bodoh. Di samping kalian juga termasuk rezeki dan rahmat dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha-agung.” (HR. Ahmad).

Lain lagi hadis yang dirawikan dari sahabat bernama Ya’la al-‘Amiri.

عَنْ يَعْلَى الْعَامِرِيِّ أَنَّهُ قَالَ جَاءَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ يَسْعَيَانِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضَمَّهُمَا إِلَيْهِ وَقَالَ إِنَّ الْوَلَدَ مَبْخَلَةٌ مَجْبَنَةٌ

Ya’la al-‘Amiri menyatakan bahwa sayidina Hasan dan sayidina Husain bertatih-tatih menghampiri Nabi saw. Lalu, beliau lekas memeluk keduanya sambil bersabda: “Benarlah anak adalah pemicu kebakhilan dan kekhawatiran.” (HR. Ibnu Majah).

Mari kita telusuri makna hakiki hadis ini, antara lain dengan menengok keterangan dalam al-Faa’iq fii Ghariib al-Hadiits karya Syekh al-Zamakhsyari.

مَعْنَاهُ إنَّ الْوَلَدَ يُوْقِعُ أبَاهُ فِى الْجُبْنِ خَوْفًا مِنْ أنْ يُقْتَلَ فَيَضِيْعُ وَلَدُهُ بَعْدَهُ وَفِى الْبُخْلِ إبْقَاءً عَلَى مَالِهِ لَهُ وَفِى الْجَهْلِ شُغْلاً بِهِ عَنْ طَلَبِ الْعِلْمِ

Ada tiga hal yang perlu diterangkan menyangkut intensi hadis tersebut,

pertama, anak menciptakan kekhawatiran orang tuanya. Hal itu karena lazimnya orang tua begitu takut kehilangan anaknya atau anaknya kenapa-kenapa.

Kedua, anak mengukuhkan kebakhilan orang tuanya. Hal itu karena kecenderungan orang tua untuk membenamkan hartanya demi prioritas masa depan sang anak.

Ketiga, anak menyemai kebodohan orang tuanya. Hal itu karena energi, waktu, dan pikiran orang tua terkuras mencari nafkah, sehingga tidak lagi leluasa mencari ilmu.

Selain dua hadis di atas, terdapat sejumlah hadis lain yang mengandung makna serupa, yaitu sama-sama menanamkan kesadaran bahwa kehadiran anak bukan sekadar anugerah, tetapi juga berpotensi menjadi sumber masalah.

Dengan demikian, selain hadis-hadis mengenai sisi positif punya anak yang disuarakan oleh kebanyakan orang sementara ini, nyatanya tidak sedikit hadis-hadis yang justru memperingatkan sisi negatifnya.

Teks hadis semacam ini bukan berarti diletakkan berseberangan dengan teks-teks hadis yang menganjurkan manusia beranak pinak, tetapi seyogianya dimaknai sebagai sebuah awareness bagi para orang tua supaya serius dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan spirit hadis ini jadi dasar pertimbangan menjadi child-free. Jikapun memang itu demi menghalau mafsadat atas keharmonisan hubungan pasangan suami-istri, ataupun demi kemaslahatan bersama yang lebih luas.

Argumentasi ulama

Umumnya orang-orang Islam seolah beranggapan bahwa anak adalah investasi jangka panjang orang tuanya. Tak hanya bagi kebaikan masa depan orang tua di kehidupan dunia, tetapi juga di kehidupan setelahnya. Sering kali mereka menjustifikasi anggapan itu berdasarkan sabda Rasulullah berikut ini.

إذاَ ماَتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

Manakala manusia meninggal dunia, terputuslah pahala amal ibadahnya, selain tiga hal, yakni: (1) sedekah jariah, (2) ilmu yang manfaat, atau (3) anak saleh yang mendoakan orang tuanya. (HR. Muslim).

Coba kita selisik maksud hakiki hadis ini. Ternyata mafhum dari ungkapan Rasulullah mengenai “doa anak saleh” itu tidak sedemikian literalnya. Sebagaimana penjelasan Sayyid al-Bakri al-Dimyathi dalam Haasyiyah I’aanah al-Thaalibiin.

إذَا مَاتَ الْمُسْلِمُ وَفِى رِوَايَةٍ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أوْ وَلَدٍ صَالِحٍ أيْ مُسْلِمٍ يَدْعُو لَهُ وَفَائِدَةُ التَّقْيِيْدِ بِهِ مَعَ أنَّ دُعَاءَ الْغَيْرِ يَنْفَعُهُ تَحْرِيْضُ الْوَلَدِ عَلَى الدُّعَاءِ لِأصْلِهِ

Redaksi di atas mengandung beberapa penjelasan. Pertama, menurut Sayyid al-Bakri al-Dimyathi, penyebutan “doa anak saleh” dalam hadis ini dalam konteks memotivasi setiap anak agar senantiasa mengenang sekaligus membalas budi baik mendiang orang tuanya dengan cara mendoakan mereka.

Kedua, hal yang ketiga yang dirincikan oleh Rasulullah dalam hadis ini secara implisit menunjukkan legitimasi beliau menyangkut sampainya pahala doa kepada orang yang telah mati. Ketiga, bahwa pahala doa yang dapat tersampaikan kepada orang yang telah mati, bisa berasal dari siapa saja, asalkan yang bersangkutan muslim/muslimah yang baik.

Dengan demikian, harapan orang tua akan aliran pahala doa setelah dirinya meninggal nanti tak sebatas berasal dari anaknya saja. Apalagi jika sampai gagal mendidik anak, maka alih-alih mendapat aliran pahala dari doa sang anak, justru sambungan doa dari orang lain yang memiliki kualitas kesalehan lebih bisa diharapkan sampai pahalanya. Bahkan, besar kemungkinan anak-anak bengal itu malah akan jadi batu sandungan orang tuanya kelak di akhirat.

Itulah tiga argumentasi sumir dalam rangka menggagas wacana alternatif perihal childfree perspektif Islam. Saya berharap, adanya tawaran wacana alternatif begini, membuat kita lebih bijak menyikapi isu satu ini dan lebih dewasa menghormati preferensi rumah tangga orang lain. Di sisi lain, saya pun berharap, paparan wacana alternatif dalam tulisan prasaja ini dapat kita diskusikan lebih lanjut. Wallaahu a’lam bish-shawaab. []

Tags: anakChildfreeislamkeluargaKesalinganorang tuaParenting IslamipengasuhanperkawinanRelasi
Ahmad Rijalul Fikri

Ahmad Rijalul Fikri

Mahasantri Ma'had Aly dan Mahasiswa S-2 PPs Universitas Ibrahimy Situbondo, Jawa Timur. Minat/Kajian: Keislaman dan studi pesantren

Terkait Posts

Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

30 Mei 2025
Al-Ḥayā’

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

29 Mei 2025
Merariq Kodek

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

28 Mei 2025
Kafa'ah yang Mubadalah

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

27 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID