Mubadalah.id – jika merujuk pandangan Basil Mahmud al-Hafi dalam Fiqh al-Thufilah tentang hukum – hukum anak, maka ia membaginya menjadi dua bagian.
Pertama, seperti adzan di telinga bayi saat lahir, mencukur rambut dan sedekah dari timbangannya berupa emas atau perak, memberi nama, aqiqah, khitan, dan yang lain.
Kedua, hak anak hanya dicontohkan lima saja yang utama, yaitu hak hidup, hak nasab, hak persusuan, hak pendidikan, dan hak perlindungan.
Al-Hafi kemudian menambah pembahasan tentang pentingnya perawatan, pemeliharaan, dan perilaku baik terhadap anak.
Lebih lanjut, beberapa penulis memilih untuk membuat klaster-klaster untuk mencakup berbagai isu hukum Islam terkait hak-hak anak.
Misalnya al-Sanadi, mengusulkan tiga klaster utama mengenai hak-hak anak dalam hukum Islam (al-Syariah al-Islimiyyah), yaitu klaster hak-hak sosial (al-huquq al-ijtima’iyyah), hak-hak pendidikan (al-huquq al-tarbawiyyah), dan hak-hak ekonomi (al-huquq al-iqtishadiyyah).
Hak-hak mengenai identitas keluarga, persahabatan sebaya, lingkungan yang baik, dan sejenisnya masuk dalam klaster hak-hak sosial.
Hal-hal terkait tanggungan ekonomi atau nafkah, hak menerima hibah, hadiah, waris, atau upah dari kerja-kerja yang terbatas masuk dalam klaster hak-hak ekonomi.
Sementara klaster pendidikan menjadi klasifikasi untuk memasukkan semua jenis pembelajaran, pengajaran, dan pendidikan yang memfasilitasi tumbuh kembang anak sebagai muslim yang shalih dan bertanggungjawab.
Pendekatan ini lebih realistis dan relevan dengan kebutuhan anak pada masa sekarang. Hanya saja ia belum mencakup klaster spiritual (al-ruhiyyah al-diniyyah) dan kultural (al-tsaqafiyyah). Karena ini merupakan sesuatu yang justru mainstream dalam berbagai pembahasan tulisan tulisan lain. (Rul)