Mubadalah.id – Jika merujuk penulis kontemporer, Muhammad Salamah al-Ghanimi tentang hak anak, maka ia menyebutkan bahwa ada sembilan hak anak dalam al-Qur’an.
Sembilan hak anak dalam al-Qur’an itu sebagai berikut :
Pertama, hak untuk terlahir dari kedua orang tua yang baik. Kedua, hak hidup. Ketiga, hak atas nama/identitas.
Keempat, hak atas air susu ibu secara penuh. Kelima, hak memperoleh perlakuan yang baik (ihsan). Keenam, hak diperlakukan secara adil dan setara (al-‘adlwa al-musdwah).
Ketujuh, hak memperoleh nasihat dan pembelajaran. Kedelapan, hak bermain, dan terakhir hak atas nafkah.
Ayat-ayat yang dirujuk di atas itu, kata al-Ghanimi, tidak semua tentang anak, baik anak dalam arti nasab keturunan, maupun anak dalam arti fase perkembangan biologis.
Ayat-ayat yang dirujuk itu, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, juga ada yang preskriptif berupa aturan, dan ada yang deskriptif berupa berita, bahkan kisah-kisah masa lalu.
Hak yang pertama, untuk terlahir dari kedua orang tua yang baik, misalnya, merujuk pada ayat-ayat perkawinan antara dua orang yang sama-sama beriman dan sama-sama baik (QS. an-Nur: 3 dan 33).
Hak atas nama/identitas merujuk pada ayat tentang istri Imran yang memberi nama bayinya dengan Maryam (QS. Ali Imran: 35-36).
Hak perlakuan baik merujuk pada ayat tentang sifat Nabi Muhammad Saw yang lemah lembut (QS. Ali Imran: 159).
Hak bermain merujuk pada ayat tentang Nabi Yusuf As yang bermain saudara-saudaranya yang malah membuangnya ke dalam sumur (QS. Yusuf: 11-18).
Hak itu semua, menurut al-Ghanimi, berarti jika pendekatannya terbuka seperti demikian, hak hak anak dalam al-Qur’an bisa merumuskannya lebih banyak dari sembilan.
Karena itu, dengan menyisir seluruh ayat secara tertib, mulai dari al-Baqarah sampai al-Ma’un. (Rul)