Mubadalah.id – Kemaslahatan KMaN adalah sebuah proses tak berkesudahan sepanjang usia sebuah keluarga. Ia perlu diikhtiyarkan oleh semua pihak di dalam keluarga dan didukung oleh pihak-pihak di luar keluarga. Karakteristik KMaN penting dirumuskan untuk mempermudah arah dari ikhtiar yang dilakukan.
Ada 9 karakteristik atau ciri KMaN, yaitu:
Pertama, keluarga menjadi sumber ketenangan jiwa karena memberikan kemaslahatan bagi setiap orang yang ada di dalamnya secara adil, bermartabat, dan manusiawi.
Kedua, setiap orang dalam keluarga memiliki akhlak karimah an-nahdliyyah yang tercermin dalam Mabadi’ Khairi Ummah (ash-shidqu, al-amanah wal wafa’ bi al-‘abd, at-ta’awun, al-‘adalah, al-isiqomah). Sehingga masing-masing anggota keluarga tidak hanya shaleh dan shalehah untuk dirinya. Tetapi juga mushlih/mushlihah (mendatangkan kebaikan bagi seluruh anggota keluarga dan sekitarnya), sehat jasmani rohani. Serta produktif, kreatif, dan berperan aktif dalam merawat kebangsaan, memajukan peradaban dunia, dan melestarikan alam,
Ketiga, hubungan antar orang dalam keluarga tersebut didasarkan pada prinsip keadilan dan kesalingan yang bersumber pada nilai mawaddah wa rahmah (cinta dan kasih), dan tercermin dalam hubungan marital (antara suami dan istri). Lalu arental (antara orang tua dan anak), familial (antar seluruh anggota dalam keluarga besar). Juga sosial (antara keluarga dan masyarakatnya), dan ekologi (antara keluarga dan alam).
Sehingga melahirkan kemaslahatan bersama, secara internal maupun eksternal yang tercermin dalam hubungan sosial mereka yang lebih luas, baik tingkat komunitas, bangsa, maupun dunia, dan hubungan mereka dengan alam.
Menjalankan Ibadah dan Amaliyah
Keempat, keluarga menjalankan ibadah dan amaliyah Aswaja An-Nahdliyyah sebagaimana telah ditanamkan oleh para ulama NU. Di antara yang utama adalah tradisi Shalawat, Tahlil, Manaqib, Diba’ dll.
Kelima, keluarga tersebut berkecukupan rezeki dalam arti memiliki sumber penghasilan yang halal dan thayyib (baik), untuk menafkahi keluarganya. Baik kebutuhan fisik seperti sandang, pangan dan papan maupun kebutuhan non-fisik seperti kebutuhan intelektual, sosial, spiritual, dan lainnya,
Keenam, dalam menjalani hidup, setiap orang di dalam keluarga berpegang pada prinsip keseimbangan (muwazanah). Misalnya keseimbangan antara hak dan kewajiban, keseimbangan antara peran domestik dan publik. Serta keseimbangan antara merawat akar tradisi NU yang baik (al-muhafadhatu ala al-qadim ash-shalih) dan menerima kemajuan zaman yang membawa kebaikan (al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah).
Keluarga juga beriktikad untuk selalu berproses memperbaiki diri dengan sikap al-ashlah ila ma huwa al-ashlah tsumma al-ashlah fa al-ashlah, untuk mencapai kebaikan yang puncak dan maksimal.
Ketujuh, keluarga dan setiap orang di dalamnya menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air. Hal ini sebagai wujud dari semangat hubb a-wathan min al-iman, komitmen pada trilogi ukhuwwah (islamiyah, wathaniyah, dan insaniyah). Serta realisasi maqasid asy-syari’ah.
Kedelapan, keluarga dan setiap orang di dalamnya membangun pergaulan yang baik. Serta berkontribusi aktif (memiliki sumbangsih) untuk mewujudkan kemaslahatan bersama (mashalih ‘ammah). Baik di lingkungan masyarakat, bangsa, negara maupun dunia.
Kesembilan, keluarga dan setiap orang di dalamnya menanamkan cinta alam (hubb ul-bi’ah) dan mempraktikkanya dalam perilaku sehari-hari, untuk kebaikan seluruh makhluk di muka bumi, kelestarian alam, dan keseimbangan semesta. []