Mubadalah.id – Ketika berada di Amerika Serikat, Gus Dur pernah berkata bahwa ‘Di negeri saya, saya lindungi minoritas, maka tolong negara anda juga melindungi minoritas’. Hal ini ditegaskan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang menyebut Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lebih suka disebut sebagai sosok humanis dari pada pluralis.
Sikap humanisme KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, disandarkan pada pemahaman yang kuat terhadap Islam. Humanisme Gus Dur berkaitan dengan ajaran Islam tentang toleransi dan keharmonisan sosial menyangkut budaya muslim yang mendorong umat Islam tidak seharusnya takut terhadap suasana plural yang ada di tengah masyarakat modern, namun sebaliknya harus merespon dengan positif.
Dalam buku Humanisme Gus Dur: Pergumulan Islam dan Kemanusiaan menyebutkan ada empat humanisme penting dalam pandangan Gus Dur. Pertama. Jaminan kebebasan dalam beragama. Kedua, jaminan adanya perlindungan akan hak-hak dasar kemanusiaan. Ketiga, budaya yang demokratis. Keempat, perlindungan terhadap kalangan minoritas.
Prinsip humanisme Islam yang digagas oleh Gus Dur disebut sebagai universalisme Islam. Corak Hak Asasi Manusia (HAM) yang berada pada titik keseimbangan antara pendekatan liberal yuridis – politis dengan pendekatan struktural sosio – ekonomi. Maka dapat dikatakan bahwa HAM Gus Dur menyeimbangkan antara pemenuhan hak sosial – ekonomi dengan hak-hak sipil.
Ada dua prinsip humanisme di dalam pemikiran Gus Dur, yaitu prinsip kesatuan pemikiran Islam dan prinsip kesatuan kebudayaan. Kesatuan pemikiran Islam merupakan jalinan struktural antara Islam sebagai etika dan negara kesejahteraan Islam dengan pribumisasi Islam. Sementara kesatuan kebudayaan merupakan kesatuan pemikiran sosial budaya, demokrasi, dan ke NU-an. Dalam pandangan Gus Dur hal ini tidak dapat dinilai secara hitam putih atau salah-benar, sebab proses pemaknaan akan terus berjalan.
Dalam prinsip ini, kebudayaan sebagai kehidupan sosial menjadi dasar bagi demokrasi sebagai proses serta peran kebangsaan NU. Ini menggambarkan komitmen Gus Dur atas perjuangan kemanusiaan dalam bentuk penegakan keadilan sosial.
Gus Dur juga pernah menyatakan, “Agama jangan jauh dari kemanusiaan. Tuhan menghormati kemanusiaan”. Gus Dur telah mengakhiri perlakuan diskrimainasi terhadap etnis Tionghoa, melalui Inpres No. 6/2000 dan mencabut Inpres 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Cina. Gus Dur membuka paradigma baru agar setiap orang mendapatkan perlakuan setara dalam hukum, tanpa membeda-bedakan warna kulit, etnis, agama, ataupun ideologinya
Dalam pandangan Gus Dur, Islam sebagai ajaran kemasyarakatan yang mempunyai nilai-nilai ajaran universal. Di dalamnya terdapat keragaman budaya, perbedaan suku, RAS, dan agama yang harus disikapi secara terbuka, guna untuk mencapai keteraturan hidup di alam semesta.
Humanisme Gus Dur berangkat dari asumsi keagamaan yang menempatkan manusia sebagai makhluk terbaik ciptaan Tuhan. Dengan posisi sebagai khalifatullah fi al-ard, manusia memiliki kebebasan untuk memenuhi potensi manusiawinya dan Humanisme yang digagas Gus Dur ini tidak bertentangan dengan agama.
Konsep humanisme berasal dari prinsip dasar Gus Dur sendiri, yakni perlindungan atas HAM dan pengembangan struktur masyarakat berkeadilan serta kesejahteraan rakyat. Komitmen atas kesejahteraan rakyat merupakan komitmen Gus Dur atas kemanusiaan. Dengan komitmen dan landasan keagamaan inilah ia meluaskan pemikiran dan perjuangannya dalam proses pemanusiaan kehidupan.
Pemikiran Humanisme Gus Dur sangatlah kompleks di setiap penjuru kehidupan manusia. Ia berpijak dari kepeduliannya terhadap kaum minoritas hingga kehidupan sosial – kemasyarakatan yang jarang sekali orang peduli dan memahami.
Meskipun buku tentang Gus Dur yang ada mayoritas masih menunjukkan sosok Gus Dur sebagai pluralis, akan tetapi Gus Dur lebih suka disebut sebagai humanis atau Bapak Kemanusiaan. Bahkan dalam wasiat yang ia sampaikan pada Khofifah di Istana Negara, ia meminta agar batu nisannya kelak ditulis dengan “The Humanist Died Here” (Di sini berbaring seorang Humanis).
Pada kondisi sosial politik tahun 2001, Gus Dur rela mengundurkan diri dan melepaskan kursi kepresidenan karena alasan politik bukan hukum. Padahal sudah banyak massa pendukung Gus Dur yang siap mati membelanya.
Ini adalah bagian dari cita-cita Gus Dur yang ingin membangun Indonesia damai tanpa prasangka dan bebas dari segala kebencian. Semoga kita semua bisa meneruskan perjuangkan Gus Dur, dengan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan. Semoga Allah memberikan kemudahan dan meridhoinya.