Minggu, 24 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Royalti Musik

    Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif

    Ramah Disabilitas

    Jika Sekolah Masih Tak Ramah Disabilitas, Apa Pendidikan Kita Sudah Merdeka?

    Kesalingan Spiritual

    Tirakat; Kesalingan Spiritual yang Menghidupkan Keluarga

    Sekolah inklusif

    Relokasi Demi Sekolah Rakyat: Kenapa Bukan Sekolah Inklusi?

    Lomba Agustusan

    Lomba Agustusan Fahmina dan Refleksi Indonesia Merdeka

    Kemerdekaan Jiwa

    Dari Lembah Nestapa Menuju Puncak Kemerdekaan Jiwa

    Voice for Inclusive

    Voice for Inclusive PKKMB UB: Sebuah Kabar Baik dari Dunia Pendidikan

    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Masa Kehamilan Istri

    Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

    Keturunan

    Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan

    Fire in The Rain

    Merayakan Talenta Individu melalui MV “Fire in The Rain”

    Memilih Pasangan

    Tips Memilih Pasangan Hidup

    Pernikahan yang

    Makna Pernikahan

    Pernikahan yang

    Mewujudkan Pernikahan Ideal dengan Kesiapan Lahir dan Batin

    Pernikahan yang

    Hikmah Pernikahan: Menjaga Nafsu, Memelihara Keturunan

    Pasangan

    Mengapa Pasangan Muda Perlu Pahami Kesehatan Reproduksi Sebelum Menikah?

    Nasihat Anak

    Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Royalti Musik

    Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif

    Ramah Disabilitas

    Jika Sekolah Masih Tak Ramah Disabilitas, Apa Pendidikan Kita Sudah Merdeka?

    Kesalingan Spiritual

    Tirakat; Kesalingan Spiritual yang Menghidupkan Keluarga

    Sekolah inklusif

    Relokasi Demi Sekolah Rakyat: Kenapa Bukan Sekolah Inklusi?

    Lomba Agustusan

    Lomba Agustusan Fahmina dan Refleksi Indonesia Merdeka

    Kemerdekaan Jiwa

    Dari Lembah Nestapa Menuju Puncak Kemerdekaan Jiwa

    Voice for Inclusive

    Voice for Inclusive PKKMB UB: Sebuah Kabar Baik dari Dunia Pendidikan

    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Masa Kehamilan Istri

    Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

    Keturunan

    Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan

    Fire in The Rain

    Merayakan Talenta Individu melalui MV “Fire in The Rain”

    Memilih Pasangan

    Tips Memilih Pasangan Hidup

    Pernikahan yang

    Makna Pernikahan

    Pernikahan yang

    Mewujudkan Pernikahan Ideal dengan Kesiapan Lahir dan Batin

    Pernikahan yang

    Hikmah Pernikahan: Menjaga Nafsu, Memelihara Keturunan

    Pasangan

    Mengapa Pasangan Muda Perlu Pahami Kesehatan Reproduksi Sebelum Menikah?

    Nasihat Anak

    Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

‘An-Taradin; Dimulai Ta’aruf, Disempurnakan Paska Akad

Pada akhirnya, pernikahan memang harus diniatkan untuk kebahagiaan dua belah pihak. Bukan kebahagiaan salah satu saja. Lalu yang lain terdzalimi.

Yulianti Muthmainnah Yulianti Muthmainnah
23 April 2021
in Keluarga
0
Ta'aruf

Ta'aruf

173
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Baru-baru ini, sebelum masuk bulan Ramadhan, jagat sosial media dihebohkan tingkah laku orang muda yang baru saja menikah, lalu merasa dirinya sebagai wakil Tuhan karena sudah berstatus sebagai suami. Benarkan suami adalah wakil Tuhan?

Rasanya terlalu naif, tidak berhak, sebagai manusia, memosisikan diri sebagai wakil Tuhan. Sedangkan Nabi Muhammad saw yang sudah dijamin Allah Swt sebagai manusia paling mulia dan terjamin surga, senantiasa mengingatkan umatnya untuk berbuat baik yakni ‘yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga/istrinya. Dan saya adalah orang yang paling baik terhadap istri/keluargaku (HR Tirmidzi).

Dalam hadis ini jelas, bahwa Rasulullah mengingatkan kita untuk berbuat baik, dan larangan menguasai orang lain. Lalu, bagaimana kita sebagai manusia biasa, bisa menjadikan suami sebagai wakil Tuhan?

Memosisikan diri sebagai wakil Tuhan, bila dikaji dari perspektif Kitab Manba’ al-Sa’adah fi Usus Husn al-Mu’asharah wa Ahammiyah al-Ta’awun wa al-Musyarakah fi al-Hayatal-Zaujiyah maka sikap itu tidak akan terjadi. Karena dalam kitab ini, Kyai Faqihuddin Abdul Kodir, menarasikan lima prinsip bekal dan persiapan pernikahan.

Prinsip pertama, pernikahan bermuara pada tujuan mencapai kemaslahatan. Dalam Islam, pernikahan adalah sesuatu yang membahagiakan dan menyenangkan bagi kedua belah pihak. Bukan salah satu pihak saja. Dan bukan menjadi satu pihak lebih berkuasa daripada pihak lainnya. Sebagaimana QS. an-Nur ayat 32-33.

Prinsip kedua, pernikahan bagaikan dua sisi mata uang; maslahat atau mudharat. Mengutip pendapat al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din, lebih lanjut Kyai Faqih menarasikan bahwa maslahat bisa terwujud bila manfaat pernikahan untuk bersenang-senang atas pemenuhan hasrat biologis yang halal dijalankan dengan ma’ruf dan atas dasar ikhlas dan ridha.

Sedangkan mafsadat bila pernikahan, terutama dalam hubungan seksual, diniatkan untuk menguasai tubuh pasangan kita, mengontrol hidup, melakukan kekerasan dalam pernikahan sehingga pasangan merasa terdzalimi. Karena sekalipun hubungan seksual dalam pernikahan sebagai sesuatu yang halal nan menyenangkan, tetapi bukan berarti suami berhak menguasai tubuh istrinya, atau sebaliknya.

Prinsip ketiga, mukaddimah pernikahan. Maksudnya pernikahan sejatinya diawali hal yang paling fundamental yakni kepatuhan pada nilai-nilai moralitas yakni ketakwaan, rasa takut kepada Allah Swt bahwa dengan pernikahan tersebut menjauhkan diri dari sikap ibadah atau justru berpotensi menyakiti pasangan kita nanti. Itu sebabnya, mukaddimah pernikahan harus dimulai dari memilih pasangan yang layak (sekufu), perkenalan yang mulia, dan persiapan mental, fisik, ekonomi, dan sosial yang maksimal.

Itu sebabnya, pesan Rasulullah saw bahwa ‘perempuan dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, dapatkanlah wanita yang taat beragama, niscaya kamu akan beruntung (HR Bukhari dan Muslim)’ bersifat resiproksi. Jika perempuan akan menikah, maka pilihlah laki-laki yang sekufu dengan empat hal itu, perkenalan yang baik, dan kesiapan seluruhnya.

Prinsip keempat, ridha dan ikhlas. Dikisahkan Rasulullah saw pernah membatalkan pernikahan Khansa binti al-Khidam yang dipaksa menikah oleh ayahnya, padahal ia tidak suka. Khansa, keturunan Bani Amr bin Auf bin Aus. Ia dilamar dua laki-laki yakni yakni Abu Lubabah bin Mundzir, sahabat Nabi, seorang pahlawan dan pejuang Islam.

Dan laki-laki kedua adalah  keturunan Bani  Amr bin Auf yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Khansa, yakni anak dari pamannya. Khansa lebih tertarik pada Abu Lubabah. Tetapi, ayahnya memaksakan pernikahan dengan kerabatnya. Khansa pun mengadu pada Rasulullah saw, dan Rasul pun membatalkan pernikahan itu, seraya berpesan bahwa seorang ayah tidak berhak memaksakan pernikahan anak perempuannya.

Inilah yang ditulis Ibn al-Qayyim al-Jauziyah dalam Zad al-Ma’ad, yang juga ditulis Kyai Fakih, bahwa ‘seorang ayah tidak diperkenankan menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak perempuannya yang sudah baliq dan berakal menyerahkan hartanya, padahal sang anak tidak rela. Termasuk bagaimana mungkin seorang ayah memaksakan anaknya menyerahkan kelaminya pada laki-laki yang tidak disukai anaknya. Ridha dan ikhlas inilah yang dimaksudkan sebagai ‘an-taradin, memulai perjanjian (akad) pernikahan, kerelaan terjadinya sebuah akad pernikahan, tanpa paksaan atau ancaman.

Prinsip kelima, menumbuhkan cinta dan kasih sayang terus-menerus. Pernikahan dalam perspektif Kyai Fakih adalah kesalingan atau mubadalah, maksudnya, apa yang menjadi syarat pada suami, juga berlaku pada istri, demikian pula sebaliknya. Bila istri dituntut setia, demikian pula suami. Sehingga penyempurnaan pernikahan memang terjadi secara terus-menerus paska akad pernikahan.

Dari lima prinsip hal dalam kitab Mamba’ al-Sa’adah bab dua tersebut. Ada empat tema besar yang bisa kita simpulkan.

Yakni, pertama, pernikahan harus diawali dengan ta’aruf untuk saling mengenal dan membangun kesepakatan bersama seperti bila menikah lalu memiliki anak, apakah suami istri bersepakat saling bantu dalam pengasuhan anak, bukan dibebankan hanya pada istri. Bila salah satu bekerja dan mendapatkan promosi posisi dan gaji yang lebih besar, apakah pihak lain bersedia mendukung tanpa merasa rendah diri bila pasangannya punya jabatan, gaji lebih tinggi.

Termasuk bila suatu saat dalam pernikahan, salah satu pihak sakit menahun, mengalami disabilitas, apakah tetap bersedia untuk bersetia, tidak selingkuh, tidak bercerai, dan tidak pula poligami. Sehingga ta’aruf bukan hanya membahas bisa tidaknya shalat, mengaji, gelar atau lulusan mana, anak siapa. Tetapi juga membayangkan hal-hal masa depan dengan kesadaran konsekuensi penuh kesiapan mengambil sikap atas bangunan kesepahaman bersama yang sudah dibicarakan saat ta’aruf.

Kedua, khitbah. Sejatinya harus dijalani untuk semakin menguji kesiapan jelang pernikahan. Hal ini karena tahapannya sudah semakin maju dari ta’aruf. Misalnya pembicaraan tentang peran-peran yang selalu diperdebatkan banyak pihak, misalnya pembagian peran dan pekerjaan rumah tangga secara bersama, tanggung jawab pengasuhan, hingga pilihan-pilihan seberapa banyak punya anak dan seberapa sering istri akan hamil, hingga alat kontrasepsi apa yang nanti akan digunakan dengan kesadaran tanpa menyakiti tubuh perempuan atau berdampak buruk pada reproduksi perempuan.  Sebagaimana aturan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Konvensi CEDAW, Deklarasi Kairo 1994, dan Beijing Plat Form 1995.

Ketiga, perjanjian pernikahan. Pernikahan adalah mitsaqon ghalidzan sebagai ikatan yang kokoh. Ikatan itu bisa dibangun dengan atau tanpa perjanjian pernikahan. Dalam kitab Al Mughni karya Ibnu Qudamah, perjanjian pernikahan dibolehkan dan sah. Termasuk perjanjian tidak akan berpoligami. Maka perjanjian ini menjadi syarat sah nya sebuah pernikahan.

Di Indonesia, perjanjian pernikahan diatur dalam beberapa kebijakan, bisa pemisahan harta dalam pernikahan, hingga perjanjian lainnya. Dalam KUHPerdata, pasal 119 yakni ‘sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri. Pasal 35 Undang-undang Perkawinan, Pasal 29 Undang-undang Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 yakni:

  • Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
  • Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
  • Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
  • Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

Serta, Pasal 45 hingga Pasal 52 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Terutama, dalam Pasal 45 KHI, bahwa perjanjian pernikahan dibolehkan dalam bentuk taklik talak, dan perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Terakhir, akad. Sebagai hal yang fundamental dalam sebuah pernikahan juga harus dilalui dengan ‘an-taradin dua belah pihak. Menghadirkan perempuan dalam akad pernikahan, duduk bersama calon suami, wali dan saksi, tidak menempatkan perempuan sebagai calon istri dalam ruang terpisah, sudah memosisikan perempuan sejajar dengan laki-laki sejak awal pernikahan.

Bila perempuan menolak menjalani upacara adat yang bermaksud pengabdian istri pada suami seperti mencuci kaki laki-laki, maka pilihan itu harus dihargai. Hingga pilihan seorang perempuan yang tidak ingin dinikahkan oleh ayahnya karena ayahnya adalah pelaku KDRT, pelaku incest, atau meninggalkan keluarga selama bertahun-tahun sehingga ibu kandung yang harus membesarkan anak-anaknya sebagai single parents termasuk tidak maunya nama ayah ditulis dalam undangan, disebutkan nama ayah dalam proses pernikahan juga patut dihargai dan dihormati serta dijalankan. Karena itu adalah pilihan merdeka perempuan.

Dalam banyak kisah, Rasulullah saw sudah mencontohkan bahwa suara perempuan wajib di dengar, sebagai pilihan merdeka, manusia utuh yang juga berhak bersikap.  Pada akhirnya, pernikahan memang harus diniatkan untuk kebahagiaan dua belah pihak. Bukan kebahagiaan salah satu saja. Lalu yang lain terdzalimi.

Semoga Ramadhan 2021 ketika semua berada di rumah menuntun kita pada upaya membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Dan bagi yang akan menikah, maka mohon persiapkan semuanya secara matang dan mulailah berani bersikap dan mengambil keputusan. Mari memulai dengan ‘an-taradin yang ridha dan iklas, ta’aruf yang setara, khitbah yang merdeka, membangun janji untuk saling setia dan bahagia, serta menyempurnakan sakinah mawaddah warahmah paska akad. []

 

 

 

 

 

Tags: istriKelas Intensif RamadankeluargaKhitbahKongres Ulama Perempuan IndonesiaperkawinanRelasisuamiTa'arufulama perempuan
Yulianti Muthmainnah

Yulianti Muthmainnah

Kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Terkait Posts

Masa Kehamilan Istri
Hikmah

Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

24 Agustus 2025
Nyai Hindun Anisah
Figur

Nyai Hindun Anisah Torehkan Prestasi Lewat Disertasi tentang Gerakan Ulama Perempuan Indonesia

24 Agustus 2025
Keturunan
Hikmah

Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan

24 Agustus 2025
Kesalingan Spiritual
Keluarga

Tirakat; Kesalingan Spiritual yang Menghidupkan Keluarga

23 Agustus 2025
Film Sore
Film

Perempuan dalam Duka: Membaca Film Sore dengan Empati Bukan Penghakiman

22 Agustus 2025
Nyai Siti Walidah
Figur

Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme

21 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Film Sore

    Perempuan dalam Duka: Membaca Film Sore dengan Empati Bukan Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Voice for Inclusive PKKMB UB: Sebuah Kabar Baik dari Dunia Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Buku Si Bengkok Karya Ichikawa Saou

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merayakan Talenta Individu melalui MV “Fire in The Rain”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri
  • Nyai Hindun Anisah Torehkan Prestasi Lewat Disertasi tentang Gerakan Ulama Perempuan Indonesia
  • Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif
  • Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan
  • Merayakan Talenta Individu melalui MV “Fire in The Rain”

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID