Mubadalah.id – Gus Dur adalah proklamator kedua setelah Ir. Soekarno sebagai proklamator pertama. Demikian dikatakan Sekretaris Lakpesdama PBNU, KH Marzuki Wahid pada puncak acara Haul Gus Dur ke-9 di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), Senin 14 Januari 2018.
Gus Dur membebaskan Indonesia dari otoriterianisme politik dan fasisme agama. Sehingga demokrasi menjadi arus utama hari ini.
“Gus Dur ketika di tengah-tengah cengkraman otoriter orde baru mendirikan forum demokrasi. Tidak sendirian tetapi dengan kelompok-kelompok yang lain. Dan hari ini demokrasi menjadi arus utama bangsa ini. Tanpa demokrasi Indonesia tidak ada,” tuturnya.
Gus Dur, lanjut Marzuki, menjadi manusia yang siap menjaga, bahkan pasang badan terhadap fasisme agama. Kalau ada pihak yang menentang, menghalangi kebebasan beragama dan berkeyakinan pasti Gus Dur menjadi yang terdepan.
“Gus Dur tidak sedang membenarkan dan menyalahkan. Karena Gus Dur bukan Ahmadiyah, Katolik, Kristen atau yang lainnya. Gus Dur adalah orang Nahdhatul Ulama (NU). Ke NU-an Gus Dur adalah membela semua yang berbeda,” jelasnya.
9 Nilai Gus Dur
Salah satu pendiri Fahmina Institute itu mengatakan, ada sembilan nilai Gus Dur yang harus terus diimplementasikan bangsa ini. Kesembilan nilai Gus Dur yakni ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesatriaan, kesederhanaan, persaudaraan, dan kearifan lokal.
“Nilai ketauhidan, Gus Dur tidak berangkat dari faham humanisme, matrialisme tetapi berangkat dari faham ketauhidan. Ini yang membedakan Gus Dur dengan Kalr Max, Antonio Gramci dan ini yang membedakan dengan kelompok yang lain walaupun pergerakannya sama,” ungkapnya.
Marzuki mengingatkan, nilai pertama ini menjadi titik pergerakan Gus Dur berangkat dari tauhidullah, bukan dari yang lain. Sembilan nilai Gus Dur ini yang diperas dari seluruh pemikirannya. (RUL)