• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Anak Muda Jadi Agen Perdamaian? Siapa Takut!

Agen perdamaian itu maknanya sangat luas, lho. Tidak sebatas menyelesaikan konflik perbedaan keyakinan, budaya atau ras, tapi menyelesaikan perseteruan di lingkungan keluarga atau pertemanan pun termasuk menjadi bagian dari menyuarakan perdamaian

Yuyun Khairun Nisa Yuyun Khairun Nisa
17/07/2021
in Personal
0
Istri

Istri

451
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apakah kamu anak muda yang pernah merasa belum bisa melakukan banyak hal karena masih dalam pencarian jati diri? Atau bahkan kamu sudah menemukan passionmu tapi malah diremehkan orang-orang sekitar hanya karena usiamu yang muda? Tenang saja, kamu tidak sendirian kok. Aku juga pernah merasakan hal yang sama, bahkan sering. Ketika pertama kali menjadi agen perdamaian.

Agen perdamaian itu maknanya sangat luas, lho. Tidak sebatas menyelesaikan konflik perbedaan keyakinan, budaya atau ras, tapi menyelesaikan perseteruan di lingkungan keluarga atau pertemanan pun termasuk menjadi bagian dari menyuarakan perdamaian. Meskipun mereka adalah orang terdekat kita, bukan berarti kecil kemungkinan terjadinya perselisihan.

Pengalaman terjun menangani isu perdamaian salah satunya ketika mendapatkan amanah dan sering menjadi penengah dari perseteruan antar teman. Saat itu aku bergabung dalam kepengurusan di salah satu pondok pesantren di Cirebon, Balai Pendidikan Pondok Putri (BAPENPORI) Al-Istiqomah. Dalam kepengurusan tersebut, posisiku sebagai pengurus bidang keamanan.

Tugas dari pengurus keamanan ini selain menertibkan teman-teman santri untuk mentaati peraturan, salah satunya adalah menangani pertikaian dan permasalahan yang terjadi di pesantren. Misalnya, ada dua santri yang berselisih, kemudian santri yang lain melaporkan ke pengurus untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Saat itu kedewasaanku mulai diuji.

Untuk menjadi penengah atau mediator, dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik. Dalam hal ini, seseorang diharuskan untuk lebih sering mendengarkan daripada berbicara. Ketika hal itu aku terapkan, ternyata dampaknya sangat baik bagi pihak yang sedang mengalami konflik. Membiarkan orang yang mempunyai masalah menceritakan seluruh perasaan dalam benaknya, membuat mereka merasa dimengerti karena empati yang diberi.

Baca Juga:

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Hal ini yang akan mendorong keterbukaan untuk membahas suatu masalah, kemudian diselesaikan. Tapi, tidak hanya sebatas mendengarkan saja. Apalagi kalau berurusan dengan orang tua atau wali santri. Aku sebagai anak muda harus bisa mengendalikan emosi dengan baik.

Misalnya, ada santri yang jelas-jelas melanggar peraturan, tetapi orang tua justru membelanya. Situasi seperti ini kerap kali terjadi. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, aku berusaha menjelaskan duduk perkara dengan santun dan menggunakan bahasa kromo (Jawa alus).

Dengan demikian, penyelesaian masalah akan berlangsung dengan damai. Selain berempati terhadap penyelesaian konflik, keterampilan berdialog dengan cara tenang dan santun ini juga memang solusi yang efektif. Seringkali orang-orang malah tersulut amarah terlebih dahulu dalam mengatasi konflik, sehingga perdamaian sulit tercipta, keadaan justru semakin pelik.

Ketika menghadapi orang yang lebih tua atau lebih muda dari segi usia. Begitupun dengan posisi yang lebih tinggi atau lebih rendah. Rentan sekali terjadi penyalahgunaan atau keengganan sikap terhadap satu sama lain yang menafikan kesetaraan pada suatu relasi.

Misalnya, karena kita merasa lebih tua atau posisinya lebih tinggi, kemudian gampang merendahkan orang lain. Sebaliknya, ketika kita merasa lebih muda atau lebih rendah ruang gerak kita seakan terbatasi. Dibutuhkan kedewasaan, keberanian, dan kecakapan berbicara untuk menjadi agen perdamaian, dalam hal ini adalah aku dapatkan dari pengalaman menjadi pengurus keamanan di pondok pesantren.

Setelah keluar dari pondok pesantren, justru keragaman yang dijumpai semakin kompleks. Semula perbedaan hanya berdasarkan asal daerah atau suku, namun ketika aku menempuh kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Timur, keragaman yang dijumpai termasuk agama dan aliran agama, yang dua hal ini bersifat agak sensitif.

Untuk terbiasa dengan perbedaan yang ada di sekitar, aku mengikuti salah satu komunitas anak muda yang mengangkat isu toleransi dan keberagaman, Peace Leader. Dari berbagai kegiatan yang diadakan, seperti kunjungan ke rumah ibadah berbagai agama, membuka diskusi dan kegiatan sosial bersama teman-teman beda agama, membuat aku sadar bahwa meskipun kita berbeda, tetapi sejatinya kita sama, sebagai manusia.

Makhluk hidup yang membutuhkan antar sesama, memiliki kepedulian dan cinta kasih, juga mendambakan hidup yang bahagia, rukun dan sejahtera. Lingkungan yang heterogen aku alami juga setiap hari di asrama beasiswa, tempat tinggalku di perantauan.

Meskipun semua anggota beragama Islam, namun tidak semuanya memiliki aliran agama yang sama. Mulai dari dua organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, sampai yang minoritas bahkan ada juga beberapa yang netral. Perbedaan memang mudah sekali memicu pertikaian atau kesalahpahaman, tapi semua itu bisa diselesaikan dengan duduk bersama, saling terbuka dan memulai komunikasi dengan cara yang damai supaya bisa memahami satu sama lain dan hidup berdampingan.

Seperti yang dikatakan mbak Dwi Rubiyanti Kholifah selaku direktur AMAN (Asian Moslem Action Network) Indonesia dalam sebuah workshop, “Untuk menjadi agen perdamaian, perlu pengalaman dalam mengatasi konflik dan kerumitan supaya bisa mengasah kepekaan dan daya kritis. Selain itu, kita harus bisa ambil peran di masyarakat untuk kemudian dapat didengar oleh masyarakat”.

Dalam workshop yang diisi olehnya, mbak Ruby juga menjelaskan bahwa kita harus berhati-hati dengan paham ekstrimisme yang sering didoktrinasi, khususnya kepada kelompok remaja dan dewasa muda. Kriteria target anak muda yang rentan terpengaruh doktrin adalah yang tidak memiliki pengalaman interfaith (lintas agama) dan berpikiran black and white, maksudnya mereka yang memiliki pola pikir sempit hanya dengan dua pilihan yang sifatnya oposisi biner; benar-salah, surga-neraka, atau pahala-dosa.

Padahal, segala isu di dunia ini sangat beragam dan kompleks. Berbekal pengetahuan agama dan pengalaman sosial yang aku dapatkan di dalam dan luar pesantren, aku jadi lebih semangat dan memiliki tekad yang kuat untuk menyuarakan toleransi dan perdamaian. So, anak muda jadi agen perdamaian? Siapa takut! []

Tags: Agen PerdamaianGenderkeadilankeberagamanKesalinganKesetaraanPerdamaianperempuantoleransi
Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa, lahir di Karangampel-Indramayu, 16 Juli 1999. Lulusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Saat ini sedang bertumbuh bersama AMAN Indonesia mengelola media She Builds Peace Indonesia. Pun, tergabung dalam simpul AMAN, Puan Menulis (komunitas perempuan penulis), dan Peace Leader Indonesia (perkumpulan pemuda lintas iman). Selain kopi, buku, dan film, isu gender, perdamaian dan lingkungan jadi hal yang diminati. Yuk kenal lebih jauh lewat akun Instagram @uyunnisaaa

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version