Mubadalah.id – Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kabupaten Cirebon menemukan perkawinan anak membuat perempuan rentan menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Kenyataan di lapangan justru banyak terjadi KDRT yang dialami oleh anak perempuan yang dinikahkan dengan lelaki yang lebih dewasa,” kata Sekertaris Cabang KPI Kabupaten Cirebon, Nurlaeli saat dihubungi Mubadalahnews, Rabu, 20 Maret 2019.
Ia membeberkan, faktor ekonomi menjadi faktor pendukung adanya perkawinan anak, terutama anak perempuan. Bahkan, beberapa masyarakat masih menganggap anak perempuan sebagai aset keluarga.
Sebab, masyarakat masih menganggap mengawinkan anak perempuanya dapat mengangkat ekonomi keluarga. Sehingga, anak perempuan dianggap tidak perlu untuk sekolah tinggi-tinggi.
“Karena anak perempuan lebih baik dinikahkan untuk meringankan beban keluarga,” tutur Mbak Laeli, panggilan akrabnya.
Selain itu, salah satu permasalahan tingginya angka perkawinan anak di daerah Cirebon, yaitu tidak sesuainya peraturan negara terkait perkawinan anak dengan perlindungan anak.
“Tingginya angka perkawinan anak masih ada hubungannya dengan Undang-undang (UU) Perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 7. Syarat calon pengantin untuk perempuan adalah 16 dan laki-laki 19 tahun,” terang dia.
Kemudian, jika melihat UU Perlindungan Anak, lanjut dia, yang disebut anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.
Melihat permasalahan tersebut, Mbak Laeli menyampaikan, secara nasional KPI telah melakukan pengajuan pendewasaan usia perkawinan di tingkat Makamah Konstitusi (MK) dan sudah diterima.
“Alhamdulillah pengajuan pendewasaan usia perkawinan ditingkat MK sudah dikabul, tinggal menunggu revisi undang-undangnya, yang menurut kabar, baru bisa direalisasikan 3 tahun mendatang,” tandasnya. (RUL)