Mubadalah.id – Perempuan bijak diberondong pertanyaan, “Apa yang membuatmu telaten menggapai segala impian? Apa yang menjadikanmu bisa tumbuh-kembang menjadi sosok yang cantik, mandiri, dan berguna bagi banyak orang? Apa pula yang membuatmu senantiasa tegar di saat orang-orang justru tengah begitu dilanda kekhawatiran?
Tak butuh waktu lama, perempuan cerdas itu menjawab, “Support sistem, alias sistem pendukung yang tak lain adalah ayah dan ibu.”
“Ayah adalah pengapresiasi.
Apapun pencapaianku.
Dialah yang selalu bercerita penuh semangat tentang mimpi-mimpi dalam hidupnya,” sambung dia.
“Sedangkan ibu?”
“Ibu adalah pembesar hati. Ia mampu mengaktivasi segala perangkat kesabaran di saat jatuh. Bahasa ibu adalah serangkaian pelukan di kala duka. Ia tak pernah lelah menyemburatkan doa di sepertiga malam demi kebaikan seluruh keluarganya.”
Tiba-tiba, obrolan itu membuat saya teringat syair Hafez Ibrahim;
الأم مدرسة إذا أعددتها أعددت شعبا طيّب الأعراق
ألأم روض إن تعهّده الحيا بالريّ أورق أيّما إيراق
ألأم أستاذ الأساتذة الأولي شغلت ماَثرهم مدى الأفاق.
Yang makna mubadalahnya seperti ini :
Ibu dan ayah adalah madrasah.
Menyiapkan keduanya dengan baik berarti membangun pekerti masyarakat secara keseluruhan.
Ibu dan ayah adalah taman.
Jika kau pelihara dengan menyiraminya, maka ia tumbuh rindang sehingga menjadi tempat berlindung yang amat nyaman.
Ibu dan ayah adalah mahaguru pertama. Pengaruhnya dirasakan sepanjang masa.
اللهم صل وسلّم وبارك على سيّدنا محمّد وعلى اله وصحبه أجمعين.
Matur nuwun Pak Kiai Faqih Abdul Kodir mengaji, memahami, menelaah dan mengaplikasikannya pada kehidupan nyata dengan perspektif mubadalah.
Kami menjadi semakin mantap bahwa menjalani roda kehidupan untuk meraih kebahagiaan, kenyamanan, dan keadilan harus dengan ber Relasi, bekerja sama secara baik , benar dan adil antar sesama pasangan hidup, antar anak dan ayah ibu, antar kita bersama tetangga, antar kita bersama mertua dan saudara- saudara. Demikian, semoga bermanfaat. []