Mubadalah.id – Moderasi Beragama kerap diasumsikan dengan beragama yang berada di titik tengah di antara dua titik ekstrim. Untuk bisa moderat, kita perlu mendeteksi titik terkanan dan terkiri dengan baik sehingga bisa pula menemukan titik tengahnya dengan baik. Dulu, aku pun berfikir begitu!
Inti Ajaran sebagai Acuan
Hal terpenting dalam Moderasi Beragama menurutku justru menemukan inti ajaran Islam yang mesti dijadikan poros dan acuan untuk menilai apakah cara beragama tertentu itu ekstrim atau moderat, di titik manapun, baik kanan, kiri, bahkan ketika berada di tengah/ di antara dua titik sekalipun.
Karena yang beragama adalah manusia, maka titik pijak Moderasi beragama adalah cara pandang Islam atas kemanusiaan.
Setiap manusia punya status melekat sebagai hanya hamba Allah. Karenanya, manusia dilarang keras menghamba kepada selain Allah, dan dilarang keras pula menghamba pada Allah sambil menghamba pada apa pun dan siapa pun selain Allah. Di samping itu, manusia juga punya amanah melekat sebagai Khalifah fil Ardl dengan mandat mewujudkan kemaslahatan seluasnya di muka bumi, termasuk kemaslahatan bumi dan segenap ekosistemnya.
Nilai manusia hanya ditentukan oleh taqwa, yaitu sejauhmana mampu membuktikan komitmen hanya menghamba pada Allah (Tauhid) dengan mewujudkan kemaslahatan pada sesama makhluk Allah, atau sejauhmana mampu membuktikan iman pada Allah sebagai satu-satunya Tuhan dengan perilaku baik (amal saleh) pada sesama makhluk-Nya.
Taqwa dengan demikian adalah hubungan baik manusia dengan Allah yang melahirkan hubungan baik dengan sesama hamba/ makhluk Allah, termasuk sesama manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Misi agama Islam adalah mewujudkan sistem kehidupan yang menjadi anugerah bagi semesta, termasuk bagi perempuan. Sistem kehidupan meliputi kehidupan individu, perkawinan, keluarga, masyarakat, negara, bahkan dunia. Juga meliputi sistem kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya, dll termasuk kehidupan beragama.
Sistem kehidupan hanya menjadi anugerah bagi semesta jika manusia yang diberi amanah sebagai Khalifah fil Ardl berakhlak mulia. Karenanya, misi agama Islam juga adalah menyempurnakan akhlak mulia manusia, termasuk akhlak pada perempuan, dan juga akhlak pada alam.
Di sinilah letak perbedaan antara sistem kehidupan Islami dan zalim yang menjadi ciri beragama secara ekstrim ataukah moderat:
- Sistem kehidupan yang zalim menuntut pihak yang lemah (Dhuafa) dan pihak rentan dilemahkan (Mustadl’afin) tunduk mutlak pada pihak kuat dan dominan. Dalam kisah para Rasul, mereka kerap disebut dengan al-Mala’.
Sementara dalam sistem kehidupan yang Islami, semua pihak hanya tunduk mutlak pada Allah dengan tunduk mutlak pada kebaikan bersama. Laa tha’ata limakhluqin fi ma’shiatil Khaliq. Innamath thoatu fil ma’rufi.
- Dalam sistem yang zalim, power/daya/kuasa/kekuatan yang dimiliki pihak kuat menjadi alasan bagi mereka untuk memperdaya Dhuafa dan Mustadl’afin.
Sementara dalam sistem kehidupan yang islami, ia dipahami sebagai amanah dari Allah untuk memberdayakan Dhuafa dan Mustadl’afin.
- Sistem kehidupan yang zalim mengharuskan Dhuafa dan Mustadl’afin berakhlak mulia pada pihak yang kuat dan dominan, sedangkan pihak kuat dan dominan boleh berakhlak tercela pada Dhuafa dan Mustadl’afin. Karenanya ciri sistem kehidupan yang Islami adalah pihak kuat juga berakhlak mulia pada Dhuafa dan Mustadl’afin.
- Sistem kehidupan yang zalim hanya menjadi anugerah bagi pihak kuat dan dominan, sedangkan bagi Dluafa dan Mustadl’afin ia adalah musibah. Karenanya, ciri khas sistem kehidupan yang Islami adalah ia menjadi anugerah juga bagi Dhuafa dan Mustadl’afin.
Jadi, moderasi beragama adalah beragama dengan memegang teguh jati diri manusia sebagai hanya hamba Allah sekaligus Khalifah fil Ardl. Ia ditandai dengan sikap tidak menghamba pada apa pun dan siapa pun selain Allah yang dibuktikan dengan ikhtiyar terus menerus mewujudkan kemaslahatan bersama, termasuk kemaslahatan pihak lemah atau rentan, dan termasuk kemaslahatan perempuan, juga kemaslahatan alam
Dalam berbangsa, Moderasi Beragama adalah ikhtiyar terus menerus memegang teguh komitmen Ketuhanan Yang Maha Esa dan membuktikannya antara lain dengan tindakan yang mencerminkan kemanusiaan yang adil dan beradab, termasuk adil dan beradab pada perempuan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk adil pada rakyat perempuan.
Ekstrim dalam Beragama
Beragama secara ekstrim dengan demikian adalah beragama dengan cara-cara yang melahirkan kezaliman pada siapa pun, kapan pun, dan di mana pun, dan.oleh siapa pun, baik secara individual, kolektif, maupun sistemik, baik pada laki-laki dan perempuan secara bersama-sama, maupun hanya pada perempuan, baik di ruang publik maupun domestik, atas nama apapun termasuk atas nama agama atau bahkan atas nama Tuhan, baik dilakukan oleh non Muslim maupun oleh Muslim sendiri.
Beragama secara ekstrim adalah beragama dengan cara yang melahirkan kezaliman atau kerusakan (mafsadat) secara internal yakni pada diri sendiri, keluarga sendiri, masyarakat sendiri, bangsa sendiri, spesies sendiri, atau eksternal yakni pada orang lain, keluarga lain, masyarakat lain, atau bangsa lain, bahkan spesies maupun makhluk lain.
Beragama secara ekstrim adalah beragama dengan cara yang mencerminkan akhlak tercela pada diri sendiri maupun orang lain, pada keluarga sendiri maupun keluarga lain, pada masyarakat sendiri maupun masyarakat lain, pada umat sendiri maupun umat lain, dan bangsa sendiri maupun bangsa lain, pada sesama manusia maupun makhluk lainnya.
Perspektif Perempuan
Moderasi beragama ditandai dengan ikhtiyar pemanusiaan penuh pada setiap manusia atas dasar iman. Setiap manusia, laki-laki dan perempuan, adalah sama-sama hanya hamba Allah sekaligus Khalifah fil Ardl.
Sebagai sesama subjek penuh sistem kehidupan, laki-laki dan perempuan, sama-sama bertanggungjawab mewujudkan kemaslahatan sekaligus menikmatinya, dan mencegah kemungkaran sekaligus dilindungi darinya, di mana pun berada, baik di ruang domestik maupun publik.
Sebagai sesama subjek penuh, laki-laki bukanlah standar tunggal kemanusiaan perempuan. Pengalaman kemanusiaan khas perempuan diakui sebagai pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi tanggungjawab bersama untuk mewujudkan kemaslahatannya, meskipun laki-laki tidak mengalami.
Ada dua jenis pengalaman kemanusiaan khas perempuan:
- Pengalaman Biologis karena sistem reproduksi yang berbeda sehingga tubuh laki-laki hanya mengeluarkan sperma dalam durasi menit bahkan detik dan berdampak nikmat. Sementara perempuan bisa alami 5 pengalaman bilogis berbeda, yaitu menstruasi, mingguan, dan berdampak adza (menyakitkan) hamil selama 9 bulanan, melahirkan selama jam2an/harian, nifas selama harian/mingguan/2 bulanan, dan menyusui selama 2 tahunan yang berdampak kurhan (melelahkan), bahkan wahnan ala wahnin (lelah/sakit berlipat-lipat).
Pengalaman biologis khas perempuan ini sudah sakit, melelahkan, bahkan berlipat-lipat. Karenanya, tindakan manusiawi, maslahat, adil, berakhlak mulia sehingga menjadi anugerah bagi perempuan adalah tindakan yang tidak menambah sakit pengalaman biologisnya, meskipun tindakan yang sama tidak menyebabkan sakit pada laki-laki atau bahkan menyebablan kenikmatan pada mereka.
- Pengalaman Sosial karena sistem patriarki yang memperlakukan laki-laki sebagai subjek tunggal sedangkan perempuan objek, sehingga lebih rendah. Atau laki-laki sebagai subjek primer sedangkan perempuan subjek sekunder sehingga lebih rendah. Dampaknya, perempuan mengalami kerentanan sosial untuk diperlakukan secara zalim hanya karena menjadi perempuan. Bentuknya antara lain adalah stigmatisasi, subordinasi, marjinalisasi, kekerasan, dan beban ganda.
Pengalaman sosial khas perempuan ini adalah kezaliman. Karenanya, tindakan manusiawi, maslahat, adil, berakhlak mulia sehingga menjadi anugerah bagi perempuan adalah tindakan yang tidak mengandung satu pun kezaliman pada perempuan termasuk kezaliman hanya karena menjadi perempuan, meskipun tindakan yang sama tidak menyebabkan kezaliman pada laki-laki atau bahkan menyebabkan kemaslahatan bagi mereka.
Jadi, Moderasi Beragama adalah beragama yang ditandai dengan sikap respek atas kemanusiaan penuh perempuan sehingga laki-laki dan perempuan bekerjasama untuk mewujudkan kenyamanan perempuan dalam menjalani pengalaman biologis khasnya dan bersama-sama pula mencegah dan melindungi perempuan dari aneka bentuk kezaliman, termasuk kezaliman hanya karena menjadi perempuan.
Beragama yang ekstrim dengan demikian ditandai dengan memandang perempuan rendah sebagai objek atau lebih rendah daripada laki-laki sebagai subjek sekunder.
Beragama secara ekstrim juga ditandai dengan sikap tidak peduli pada rasa sakit perempuan, terutama saat mengalami masa reproduksinya atau bahkan menyebabkannya menjadi semakin sakit, dan tidak peduli pada kepedihan perempuan karena mengalami kezaliman termasuk kezaliman hanya karena menjadi perempuan, bahkan melakukan kezaliman itu sendiri, atas nama apapun termasuk atas nama penafsiran tertentu atas Islam.
Moderasi Beragama bukanlah soal berada di titik mana, melainkan beragama yang memanusiakan penuh manusia, termasuk perempuan, atas dasar iman, baik di titik ekstrim kanan, ekstrim kiri, maupun di titik tengah dalam pandangan manusia. []