Mubadalah.id – Perempuan selalu mendapatkan stigma buruk, diantaranya sebagai sumber fitnah dan sumber malapetaka, yang akhirnya berdampak menjadikan perempuan sebagai korban kekerasan dan penindasan, serta korban ujaran pejoratif seperti: bullying, body shaming dan lain sebagainya.
Di antara lelaki dan perempuan, maka perempuanlah yang lebih sering menjadi korban ungkapan pejoratif, entah dengan apapun itu sebutannya, misalkan saja disebut jalang, lemah, jelek, tidak berguna, beban, dan lain sebagainya. Bahkan itu diucapkan oleh perempuan itu sendiri bukan dari lelaki lain.
Ungkapan pejoratif dalam Bahasa Indonesia berarti kata atau susunan kata yang mengungkapkan konotasi negatif atau tidak sopan, bernada merendahkan, atau kurangnya rasa hormat terhadap seseorang atau sesuatu. Jika ditelusuri, sebenarnya larangan ujaran pejoratif sudah ada di dalam al-Qur’an. Lantas seperti apa ayatnya di dalam al-Qur’an? Mari kita lanjutkan diskusinya.
Dalil Mengenai Ungkapan Pejoratif
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿الحجرات: ١١﴾
Artinya: “Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).” (QS Al-Hujuraat [49] : 11)
Ahli tafsir berbeda pendapat mengenai ujaran pejoratif baik itu ejekan atau olok-olok yang dilarang oleh Allah. Dalam hal ini Imam Thabari menjelaskan bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa ini adalah ejekan orang kaya terhadap orang miskin. Allah melarang mengejek orang miskin karena kemiskinannya.
Sedang menurut Imam Thabari sendiri bahwa ayat ini berarti larangan Allah kepada seluruh orang beriman, agar jangan mengejek sebagian lainnnya dengan berbagai macam ejekan. Baik itu karena kemiskinannya, dosanya, aibnya, atau hal lainnya. (Tafsir Thabari [23]: 740)
Asy-Syaukani menjelaskan bahwa mengejek disini sama artinya dengan menolok-olok, menertawakan atau mencemoohnya. Mencemooh dari aib yang ada pada seseorang. Bahkan tidak boleh pula melaknati orang lain (Tafsir Fahtul Qadir [10]: 477)
Larangan Ujaran Pejoratif Untuk Siapa Saja?
Menurut Imam Ibnu Katsir ayat diatas memberikan larangan terhadap kaum laki-laki لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ terlebih dahulu kemudian disusul dengan larangan untuk kaum perempuan وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ. (Tafsir Ibnu Katsir [7]: 486)
Dalam hal ini tentunya tidak ada pengecualian, bahwa mengolok-olok, mencela, menghina, merendahkan orang lain itu adalah larangan untuk kita semua, tidak itu pria maupun wanita, tidak pula yang kaya pada yang miskin, yang pintar kepada yang bodoh dan lain sebagainya.
Imam Qurthubi menjelaskan bahwa secara global siapapun tidak berani mengolok-olok orang lain yang keadaannya memprihatinkan, atau ada cacat di tubuhnya, atau tidak pintar berkomunikasi dengannya. Mengapa demikian?
Karena boleh jadi, orang itu lebih tulus perasaannya, lebih suci hatinya dari pada orang yang mengejeknya atau menghinanya. Dengan demikian, yang ada dia justru telah menzalimi dirinya sendiri, karena telah menghina orang yang dimuliakan oleh Allah dan merendahkan orang yang diagungkan oleh Allah. (Tafsir Qurthubi [17]: 59
Macam-Macam Pejoratif Perspektif Surat Al-Hujurāt
Mahmud al-Alusi menjelaskan bahwa mengolok-olok dilarang dengan segala bentuknya baik itu menghina, merendahkan, menampakkan aib maupun kekurangan dengan cara menertawakannya baik itu secara perkataan, perbuatan maupun isyarat baik itu saat ada orangnya didepannya maupun di saat tidak hadirnya. (Rūh al-Ma’ān [26]:152)
Ar-Rāzī dalam (Tafsir Al-Kabīr [29]: 131) menjelaskan bahwa ayat di atas mengandung tiga larangan:
- Mengejek (Sikhriyah)
Mengejek artinya saat disebutkan ada orang lain lewat, namun tidak melihatnya dengan mata mengagungkan ataupun tidak mau meliriknya bahkan justru menjatuhkan derajatnya, meskipun tidak sampe menyebutkan kecacatan atau aibnya.
Misalnya saat saat sedang berkumpul dengan orang lain dan ada temannya yang tidak good looking, dan rekannya bilang “hai ada si burik”. Yang dilakukan malah memalingkan wajahnya karena merasa dirinya lebih mulia, dan orang itu lebih hina.
Meskipun tidak sampe menyebutkan “dasar ga good looking” atau lain sebagainya. Oleh karena itu janganlah sekali-kali kalian mengejeknya, atau merendahkannya.
- Mencela (Lamzun)
Mencela artinya menyebutkan kejelekan yang ada pada orang lain sedangkan dia tidak hadir saat pembicaraan berlangsung, misalkan “cewek itu lola (loading lama) banget yah”. Namun cewek itu telah pergi dan berada jauh di sekitar pembicaraan.
Di mana mencela ini menyematkan sifat buruk pada seseorang yang membuatnya marah dan merendahkan derajatnya saat mendengarnya. Berbeda dengan mengejek yang artinya merendahkan tanpa mengomentarinya. Hal ini biasanya terjadi lantaran orang itu ingin “nyinyir atau julid” baik itu karena iri atas keberhasilan orang lain atau dengki, dan menyudutkan orang lain atas kejelekannya.
- Melakabi (Nabzun)
Melakabi disini lebih dari pada mencela. Karena lakab sendiri artinya menyematkan sifat pada seseorang terutama jika itu tidak ia miliki. Lakab dan nama yang baik itu jika diberikan kepada seseorang dan dikaitkan kepadanya tidak berarti maknanya ada pada dirinya, sebab orang yang bernama said (orang yang bahagia) bukan berarti orang itu bahagia.
Maka dari itu melakabi buruk kepada orang lain itu dilarang, misalnya ada teman perempuan kita berbadan gemuk, lalu kita ejek dengan “ih si gendut lewat”. Hal ini memang menunjukan bahwa fisiknya gemuk, namun bukan berarti orang itu benar-benar tidak bisa kurus, karena itu bisa saja berubah di kemudian hari.
Dan ini selain masuk kategori bullying (bulian) juga masuk body shaming (celaan fisik). Karena biar bagaimanapun baik lelaki maupun perempuan tidak suka diperlakukan seperti itu atau dilakabi dengan buruk.
Kesimpulan
Siapapun itu, baik lelaki maupun perempuan. Janganlah berlaku sombong dan menghina saudara kita apa lagi merendahkannya baik itu seperti tidak mau melirik kepadanya, juga tidak boleh membeberkan aibnya, serta melakabinya dengan apa yang orang itu benci.
Karena boleh jadi ternyata Allah lebih mencintainya dari pada mencintai kita. Allah lebih mengagungkannya dari pada kita. Namun Allah menyembunyikan pengagungannya dan kecintaanya dalam aib seseorang, sehingga itu tidak tampak.
Sesama muslim, tidak boleh saling merendahkan, justru saling mendukung satu sama lain, jika ada kekurangan maka hadirlah untuk melengkapi kekurangan tersebut. Karena muslim satu dengan lainnya laksana bangunan yang saling menopang dan menguatkan satu sama lain. Sekian kajian singkat diatas semoga bermanfaat. Wallahu’Alam. []