Mubadalah.id – Akhir-akhir ini aku mengalami kecemasan yang mungkin dianggap sebagian orang sepele. Namun, aku justru memikirkan hal tersebut sampai terkadang kepala terasa berat. Adalah sampah, yang setiap hari jumlahnya selalu bertambah. Dan bagaimana agensi perempuan agar mampu mengatasi problem sampah tersebut.
Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada tahun 2020 jumlah timbulan sampah hampir mencapai 34 juta ton/tahun dengan pengurangan sampah sebesar 13.19% atau 4,4 juta ton/tahun.
Di samping itu, upaya penanganan sampah sebesar 45.81% atau 15 juta ton/tahun dan sampah yang terkelola sebanyak 59% atau 19,5 juta ton/tahun. Namun, sampah yang tidak terkelola jumlahnya masih cukup tinggi, yakni 41% atau 13,6 juta ton/tahun.
Berdasarkan jenis sampah, komposisi sampah terbanyak berasal dari sisa makanan sebesar 40,4%, sampah plastik sebesar 17%, kayu/ranting/daun sebesar 14%, dan kertas /karton sebesar 12,1%. Sementara itu, berdasarkan sumber sampah, komposisi sampah terbanyak bersumber dari rumah tangga sebesar 38,3% dan pasar tradisional sebesar 17,2%.
Dari data tersebut, kecemasan terhadap jumlah sampah yang terus meningkat harus mulai dianggap serius. Ada banyak hal yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh agensi perempuan, misalnya: membawa tas keranjang atau tote bag saat berbelanja di pasar atau swalayan, menggunakan sedotan stainless yang bisa dicuci dan dipakai ulang, daripada sedotan berbahan plastik yang hanya bisa digunakan satu kali.
Selain itu, membawa botol minum dan tempat makan sendiri ketika membeli minuman dan makanan atau saat bepergian. Tak hanya itu, kita juga harus berani menolak menggunakan plastik saat berbelanja agar mengurangi penggunaan plastik.
Terlebih bagi perempuan, mengurangi penggunaan sampah juga bisa dengan beralih menggunakan pembalut kain daripada pembalut berbahan dasar kapas. Meskipun pembalut kain harganya lumayan mahal, tetapi frekuensi penggunaannya bisa berulang kali yang artinya lebih ramah lingkungan.
Pembalut sekali pakai yang kemudian berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) akan mengeluarkan Gas Metana yang bisa mencemari lingkungan. Dilansir dari National Geographic Indonesia, Gas Metana memiliki kekuatan 25 kali lebih besar dalam menyebabkan pemanasan global daripada karbondioksida.
Jika umumnya perempuan menggunakan pembalut sekali pakai 3-4 kali dalam sehari, kemudian masa menstruarsi sekitar 7-8 hari, maka jumlah sampah pembalut yang dihasilkan satu orang perempuan selama setahun bisa mencapai 300, bahkan lebih.
Oleh karena itu, agensi perempuan sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih ramah dan sehat. Perempuan rumah tangga yang memasak di dapur untuk kemudian menyajikan makanan dengan porsi yang cukup bagi seluruh anggota keluarga, sehingga tidak meninggalkan sisa makanan yang berujung ke TPA.
Perempuan mandiri yang sering berbelanja di pasar atau swalayan bisa menggunakan tas belanja atau tote bag, sehingga bisa meminimalisir penggunaan sampah plastik yang proses penguraiannya memakan waktu yang sangat lama, bahkan sampai ratusan tahun.
Perempuan aktivis yang sering berdiskusi atau mengerjakan tugas di kafe, untuk tidak menggunakan sedotan plastik dan mulai beralih ke sedotan stainless dan mengajak teman-temannya untuk bersama memulai gaya hidup baru.
Zero Waste Lifestyle adalah sebuah gaya hidup yang tujuannya mencegah penggunaan produk yang berujung pada TPA. Dalam penerapannya, tidak hanya bagaimana mengurangi produk sekali pakai atau berbahan plastik, tetapi ada 3 prinsip dasar, yakni Refuse (Menolak), Reduce (Mengurangi) dan Reuse (Menggunakan Kembali).
Dalam praktik di lapangan, ada beberapa kendala bagi agensi perempuan, seperti: produk kebutuhan sehari-hari yang dijual di toko masih menggunakan plastik sebagai pembungkusnya, dan tanggapan orang-orang di sekitar yang menilai gaya hidup seperti itu rempong karena meribetkan diri sendiri untuk membawa berbagai barang tambahan (tas belanja, sedotan stainless, botol minum dan tempat makan).
Memang, nyatanya tidaklah mudah menerapkan Zero Waste Lifestyle karena belum menjadi kebiasaan banyak orang. Namun, dampak baiknya akan dirasakan anak cucu di masa depan. Jika kelupaan membawa tote bag di swalayan, kita bisa membawa barang belanjaan dengan kedua tangan. Jika barangnya lumayan banyak, kita bisa menaruhnya di dashboard, jok motor atau bagasi mobil.
Ketika sedang makan di luar dan lupa membawa sedotan stainless, kita masih bisa minum langsung dari gelasnya. Dengan tidak menggunakan sedotan plastik, berarti kita tidak turut menyumbang sampah plastik yang kian hari kian menyesakkan bumi. Menurut salah satu artikel di website Zero Waste Indonesia, tidak ada kata sempurna dari Zero Waste Lifestyle, tetapi ketidaksempurnaan tersebut jangan dijadikan alasan untuk tidak memulainya.
Kemudian, jangan mudah mencibir antar satu agensi perempuan, dengan yang lain saat mereka mengklaim sedang menerapkan Zero Waste Lifestyle tapi masih menggunakan barang berbahan plastik. Mereka sedang dalam tahap belajar, karena Zero Waste merupakan proses yang membutuhkan waktu.
Kesadaran memulai Zero Waste Lifestyle adalah suatu bentuk upaya mengubah kebiasaan hidup yang terlalu konsumtif beralih dengan memulai berinvestasi terhadap lingkungan yang lebih sehat, dan masyarakat yang semakin sadar akan kelestarian alam. []