Mubadalah.id – Beberapa hari yang lalu media sosial tengah diramaikan oleh sebuah potongan video ceramah seorang ustadz yang memang aktif berdakwah di kalangan anak milenial. Ia menjelaskan tentang bagaimana Islam melarang perempuan shalat di masjid.
Hal ini ia jelaskan karena untuk merespon pertanyaan dari salah satu jamaahnya. Pada waktu itu, salah satu jamaah yang juga laki-laki menanyakan terkait “Bolehkah perempuan ikut shalat tarawih berjamaah di dalam masjid bersama jamaah laki-laki”? Jawabannya sungguh menohok perasaan, bahwa Islam melarang perempuan shalat di masjid.
Dengan gamblang dan penuh semangat ustadz tersebut menjelaskan bahwa Islam melarang perempuan shlata di masjid, ia lebih mulia untuk shalat di dalam rumah, bahkan akan lebih baik jika shalatnya dilakukan di tempat yang lebih tertutup, seperti kamar atau ruangan tersembunyi lainnya. Alasannya adalah karena perempuan dianggap sebagai sumber fitnah, dengan begitu jika ia ikut berjamaah shalat di masjid akan berpotensi menebar keburukan pada jamaah laki-laki.
Di sisi lain, ia juga menambahkan dengan sebuah hadis Nabi yaitu yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا
Artinya “Shalat seorang perempuan di kamar khusus untuknya, lebih afdhal daripada shalatnya di ruang tengah rumahnya. Shalat perempuan di kamar kecilnya (tempat simpanan barang berharganya, pen.) lebih utama dari shalatnya di kamarnya.” (HR. Abu Daud, no. 570)
Tidak cukup dengan itu, pak ustadz juga menambahkan hadis-hadis lain untuk menguatkan argumentasi tengang Islam melarang perempuan shalat di masjid tersebut. Dengan begitu keputusan akhir dari penjelasannya adalah “Perempuan lebih mulia shalat di dalam rumahnya, daripada di masjid. Karena dikhawatirkan akan mendatangkan keburukan.”
Jujur ketika mendengar narasi dakwah Islam melarang perempuan shalat di masjid seperti ini, saya sebagai perempuan yang kadang-kadang ikut shalat tarawih di masjid merasa sakit hati. Bagaimana tidak, di bulan suci Ramadan semua umat muslim saling berlomba-lomba berbuat kebaikan dan beribadah kepada Allah swr yang kebanyakan kegiatannya dilakukan di lingkungan masjid.
Tetapi justru kita sebagai perempuan tidak diperkenankan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut dengan alasan perempuan adalah sumber fitnah, yang jika datang ke tempat ibadah, bukan pahala imbalannya, tapi justru dosa dan keburukan. Sungguh narasi yang sangat mengerikan sekali ya bestie.
Sebagai manusia yang meyakini bahwa Islam agama yang ramah terhadap perempuan, saya sangat tidak setuju dengan istilah perempuan adalah sumber fitnah. Bukankah Islam itu datang justru untuk membebaskan perempuan dari stigma negatif, diskriminasi dan segala bentuk ketidakadilan. Bukankah Islam juga hadir untuk mengangkat derajat kemanusiaan perempuan sebagaimana kemanusiaannya laki-laki.
Kemudian jika kita lihat konsep fitnah dalam Al-Qur’an, sudah sangat jelas disampaikan oleh Kiai Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku “Perempuan bukan sumber fitnah” bahwa fitnah itu bersifat timbal balik. Jadi, semua hal dalam kehidupan ini berpotensi menjadi fitnah, baik perempuan kepada laki-laki, ataupun laki-laki terhadap perempuan. Maka dari itu, menempatkan perempuan sebagai makhluk sumber fitnah satu-satunya sangatlah tidak tepat.
Di samping itu, narasi Islam melarang perempuan untuk shalat di masjid juga sebenarnya bisa dibantah dengan hadis-hadis lain yang mengatakan, bahwa Nabi Muhammad Saw tidak pernah melarang perempuan untuk ikut shalat di masjid. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis Rasulullah;
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا
“Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia.” (HR. Muslim, no. 442).
Hadis ini memberikan gambaran bahwa Nabi sangat memuliakan dan memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan untuk mengakses segala bentuk kebaikan. Hal ini dikuatkan dengan banyak fakta yang menyebutkan bahwa pada masa Nabi banyak perempuan yang aktif melakukan berbagai kegiatan di dalam masjid, baik untuk beribadah, pengajian maupun pertemuan umum.
Perempuan-perempuan tersebut diantaranya ada, Fathimah bint Qasy r.a., ia ialah sahabat perempuan yang selalu datang lebih awal ke masjid, ketika ada panggilan untuk shalat, belajar, pertemuan sosial atau panggilan yang lainnya, Umm Hisyam bint Haritsah r.a. yang menceritakan bahwa beliau sering hadir dan mendengar khutbah jumat dan Asma bint Abi Bakr r.a. yang menceritakan kebiasaan para perempuan mengikuti shalat gerhana di dalam masjid.
Dari fakta-fakta ini kiranya bisa membuat kita tambah yakin, bahwa Islam sama sekali tidak melarang perempuan untuk hadir dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masjid. Termasuk soal shalat tarawih. Sebagaimana pernyataan Kiai Faqih bahwa “Jika shalat di masjid itu baik bagi setiap orang Islam, maka baik juga bagi perempuan.” Kerena perempuan adalah subjek utuh kehidupan dan hamba Allah Swt yang sama-sama disapa oleh Al-Qur’an dan hadis untuk selalu menebar dan mengakses kebaikan. []