Mubadalah.id – Bagaimana cara mencintai tanah air di masa kini? Sebelum berbicara terlalu jauh, tulisan ini saya akan membatasi makna dari makna tanah air dari pengertian sederhana. Istilah ‘tanah air’ berasal dari dua kata yang merepresentasikan dua unsur, yaitu tanah dan air. ‘Tanah’ menunjukkan segala sesuatu yang ada di atas serta di dalam permukaan bumi Indonesia. ‘Air’ menunjukkan akan luasnya laut dan samudera, danau, sungai, dan sumber-sumber air lainnya. (Baca: Kemerdekaan Diri, Bangsa dan Negara)
Tanah air merupakan representasi dari kawasan daratan dan lautan yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa secara geografis, Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau serta gugusan kepulauan. Di dalamnya, terdapat suatu interaksi kehidupan masyarakat dengan berbagai budaya, tradisi, bahasa, hingga kepercayaan yang kemudian di satukan dalam semboyan negara: “Bhinneka Tunggal Ika”.
Berkaitan dengan itu, mengutip pendapat dari Syekh Mahmoud Ashour, mantan wakil Al-Azhar dan anggota Akademi Riset Islam Mesir yang menjelaskan tentang konsep al-wathan (tanah air) dalam Islam. al-Wathan merupakan yaitu sebidang tanah yang dihuni sekelompok orang yang menjadi tempat tinggal tetap dan tempat mata pencaharian mereka bagi keluarga serta keturunannya, yang kemudian menjadi tugas mereka semua untuk membangun serta melindunginya.
Selanjutnya, dalam tulisan Lina Yuliatin (2013) yang berjudul: “Upaya Penanaman Rasa Cinta Tanah Air Pada Para Santri Di Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah Kabupaten Jombang”, mengutip pendapat dari Santoso yang menjelaskan pengertian dari ‘cinta tanah air’, adalah perasaan bangga menjadi warga negara Indonesia dengan khasanah budaya yang ada dan menerima segala konsekuensinya, yakni menjadi warga negara yang baik, patuh terhadap peraturan berupa norma maupun hukum yang tertulis ikut serta dalam usaha pembelaan terhadap negaranya.
Mencintai Tanah Air: Ia Dianjurkan dalam Islam
Dari beberapa sumber yang didapat, berikut adalah dalil-dalil yang berbicara terkait pentingnya menjaga dan menerapkan rasa cinta tanah air dalam Islam:
Pertama, M. Alifudin Ikhsan (2017), dalam tulisannya yang berjudul: “Nilai-nilai Cinta Tanah Air Dalam Prespektif Al-Qur’an”, menjelaskan bahwa konsep cinta tanah air terkandung dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Kedua, dilansir dari nu.or.id (10-06-2018), untuk mempertegas cinta tanah air dalam perspektif Islam, KH Ahmad Ishomuddin mengungkapkan beberapa dalil mengenai cinta tanah air dalam perspektif ajaran Islam, salah satunya QS. An-Nisa’ ayat 66 yang artinya:
“Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): “Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!” niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka…“.
Ketiga, Saiffuddin (2020), dalam tulisannya yang berjudul: “Cinta Tanah Air Dan Nasionalisme Perspektif Hadist”, menjelaskan bahwa terdapat hadits riwayat Al-Bukhari, Ibn Hibban dan al-Turmudzi mengenai pentingnya cinta tanah air, yang artinya:
“Diriwayatkan dari Anas, bahwa Nabi SAW. ketika kembali dari bepergian dan melihat dinding-dinding Madinah, beliau mempercepat laju untanya. Dan apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah.”
Keempat, Sandi Kurniawan (2021), dalam tulisannya yang berjudul: “Integrasi Nilai-Nilai Keislaman Dan Kebangsaan Dalam Pendidikan Pesantren”, menjelaskan hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW telah memberi contoh cara mencintai tanah air. Contoh kecintaan Rasulullah Saw. terhadap “tanah air” adalah ketika hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau bersabda:
“Alangkah baiknya kau sebagai negeri (kota) dan betapa cintanya diriku terhadapmu. Seandainya kaumku tidak mengusirku darimu (Makkah), niscaya aku tidak akan tinggal di kota selainmu.” (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan dalil-dalil di atas, dapat diketahui bahwa mencintai tanah air tidak bertentangan dengan agama, bahkan merupakan bagian dari ajaran Islam yang wajib diamalkan. setiap orang, khususnya yang beragama Islam, berkewajiban untuk mencintai tanah airnya (selain kewajiban untuk mencintai agama yang dianutnya) dengan cara memahami serta mengamalkannya dengan benar.
Mencintai Tanah Air Versi Islam di Masa Kini
Dahulu, pada zaman penjajahan, Hadratusy Syekh KH. Hasyim Asy’ari menyerukan ungkapan hubbul wathan minal iman yang artinya ‘cinta tanah air merupakan bagian dari keimanan’ yang kemudian turut disebarluaskan oleh para kiai, ajengan, guru dan para ulama seluruh Nusantara. Prinsip hubbul wathan minal iman ini membangkitkan sikap bela negara yang kemudian mampu menggetarkan mental para penjajah.
Dalam konteks hari ini, setiap orang, khususnya seorang muslim, harus tetap setia dalam memperjuangkan tanah airnya, mempertahankan serta melindunginya dengan segala cara. Hal ini menjadi penting mengingat sikap cinta tanah air dianjurkan dan menjadi keharusan dalam ajaran Islam.
Selain itu, cara mencintai tanah air ini juga perlu generasi muda pahami dan ketahui. Penanaman konsep hubbul waton minal iman harus dilakukan dan digalakkan sejak dini. Konsep tersebut harus diimplementasikan ke dalam pendidikan, akhlak, serta budi pekerti, sehingga akan memunculkan rasa kebanggaan terhadap bangsa dan negara dalam wujud keberagaman.
Keberagaman itu antara lain, sosial budaya, bahasa, serta sumber daya alam yang melimpah ruah yang kemudian menjadi awal terbentuknya sikap rela berkorban untuk melindungi, mempertahankan, dan melestarikan bangsa dengan semangat juang yang tinggi tanpa didasari paksaan dari pihak lain.
Salah satu contoh kecil dari cara mempertahankan tanah air yang harus ada dalam diri generasi muda adalah rasa cinta terhadap barang ataupun produk-produk lokal, baik itu hasil bumi, kreativitas/karya, dan lainnya. Selain itu, ikut berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara rajin belajar, menjaga dan melestarikan lingkungan dari kerusakan ataupun pengrusakan oleh manusia yang tidak bertanggung jawab.
Kemudian, yang tidak kalah penting ialah menghindari fanatisme yang berlebihan dan menjunjung tinggi toleransi terhadap perbedaan dan keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Dengan menumbuhkan dan menjaga rasa toleransi ini sebagai bagian dari cara menjaga tanah air, tentunya diharapkan dapat mengurangi perselisihan atau bahkan konflik yang bisa saja terjadi di masyarakat Indonesia. Rasa toleransi ini juga merupakan indikator dari implementasi hubbul wathan minal iman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebagai penutup, nampaknya kita harus sejenak merenungi kembali salah satu semboyan/slogan yang diungkapkan oleh presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno, bahwa “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengormati jasa para pahlawannya.“ Karena tidak dipungkiri bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang bisa kita rasakan dan nikmati saat ini adalah berkat hasil perjuangan para pahlawan, termasuk para kyai, santri, dan ulama-ulama nusantara. []