• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Cara Memahami Anak secara Resiprokal, Renungan di Hari Anak Nasional

Salah satu cara yang paling penting cara memahami anak, dan untuk memperbaiki hubungan orang tua-anak adalah saling menghormati, saling menghargai, saling pengertian dan saling menerima satu sama lain

SITI KHOIROTUL ULA SITI KHOIROTUL ULA
25/07/2022
in Featured, Keluarga
0
Cara Memahami Anak

Cara Memahami Anak

389
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Memiliki anak yang kita lahirkan dari rahim kita adalah anugrah yang luar biasa dari Tuhan Yang Maha Esa. Ia adalah amanah yang secara langsung dititipkan kepada kita untuk kita tanggung jawabi dan kita perlakukan dengan baik. Meski semua orang tahu tentang keistimewaan memiliki anak, tidak semua orang menerima keadaan dan siap dengan anak yang ia miliki. Hal itu akan semakin parah apabila anaknya  memiliki keterbatasan secara fisik, mental maupun lainnya. Lantas bagaimana cara memahami anak secara resiprokal?

Agama kita mengajarkan bahwa para orang tua wajib mendidik anaknya dengan benar. Memperkenalkan anaknya kepada Tuhan yang haq untuk kita sembah serta mengasihi anak-anak kita sebagaimana kita mengasihi diri sendiri.

Agama kita juga mengajarkan bahwa seorang anak wajib berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyayangi keduanya. Sebagaimana orang tua kita menyayangi kita sejak kecil. Hanya saja, pada kenyataannya kebanyakan hubungan komunikasi orang tua-anak itu rumit. Lantas bagaimana cara memahami anak yang benar?

Perbedaan Generasi

Beberapa hal yang mempengaruhi rumitnya komunikasi orang tua dan anak adalah persoalan perbedaan generasi. Para orang tua memandang segala sesuatu berdasarkan pengalaman hidupnya. Pengalaman hidup itulah yang coba mereka berikan kepada anaknya. Ya tentu saja supaya kehidupan anaknya bisa lebih baik.

Namun hal ini tidak selalu menjadi langkah yang tepat. Terkadang hal tersebut justru menjadi sebab ketidakmajuan dan ketidakkreatifan seorang anak. Ini karena banyak orang tua yang memaksakan kehendak kepada anaknya. Sementara anaknya tumbuh sebagai generasi yang berbeda dengan orang tuanya. Budaya zaman yang mereka alami berbeda.

Baca Juga:

Surat yang Kukirim pada Malam

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Lalu sebaiknya bagaimana cara memahami anak, dan  supaya anak kita menjadi anak yang sesuai harapan kita tanpa kita menghancurkan “kreatifitasnya”? Sementara anak yang masih labil tentu belum bisa menentukan jalan hidupnya? Jawabannya sederhana. Kita hanya perlu memahami perasaan anak-anak kita, alih-alih memaksakan kehendak kita sendiri. Meskipun kita memberikan kelonggaran-kelonggaran atas pilihan hidup anak-anak kita, kita juga harus memberikan kontrol yang proporsional kepadanya agar hidup mereka tetap terarah dengan baik.

Mendidik anak tentu bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi di jaman kiwari seperti ini. Butuh effort yang sangat keras untuk membesarkan seorang anak yang kokoh secara spiritual, mandiri secara mental dan kuat secara fisik maupun finansial. Walaupun sulit itu bukanlah sesuatu yang tidak bisa dilakukan. Caranya ya dengan membuka dialog dengan anak kita dan mencoba memahami perasaan-perasaan serta argumentasinya.

Mengenali Karakter Anak

Mengenali karakter anak terlebih dahulu adalah salah satu kunci utama untuk cara memahami anak. Apa yang membuat mereka senang dan apa yang membuat mereka sedih pada dasarnya sudah terkonstruk sejak kecil sebagaimana yang mereka lihat dari orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua yang ingin anaknya berkelakuan baik dan membanggakan, maka orang tua harus lebih dahulu berkelakuan baik dan berperilaku membanggakan bagi anaknya. Sehingga anak akan dengan mudah meniru hal-hal baik yang orangtuanya lakukan.

Masalahnya adalah kebanyakan orang tua di Indonesia, dan mungkin juga dalam kebanyakan masyarakat Timur, menjadi orang tua adalah sebuah kondisi hierarkis yang tidak bisa dinego. Orang tua mutlak benar dan anak selalu berada dalam posisi salah. Berbeda pendapat dengan orang tua berarti melawan dan durhaka.

Kondisi seperti inilah yang bisa mematikan kreatifitas anak. Alih-alih membuat mereka berprestasi di bidangnya, kita justru banyak yang memberikan tuntutan-tuntutan pada anak kita untuk mendapatkan sesuatu yang kita sendiri tidak mendapatkan saat kita seusianya.

Prinsip Resiprokal adalah Cara Jitu Memahami Anak

Tuntutan yang berlebihan kepada anak tanpa kita imbangi dengan perjuangan yang setara adalah sebuah usaha yang sia-sia. Apa bentuk perjuangan yang setara itu? Misalnya ada orang tua yang ingin anaknya menjadi seorang guru dan kebetulan anaknya juga menginginkan hal yang sama, maka yang harus dilakukan orang tuanya adalah menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi jurusan pendidikan. Lha kalau orang tuanya tidak mampu secara finansial bagaimana? Anaknya bisa mencari beasiswa untuk pendidikannya sembari orang tuanya tidak henti-henti mendoakan anaknya agar tercapai cita-citanya.

Kondisi yang demikian itu dinamakan support system. Ya, meskipun orang tua memiliki keterbatasan dana, tapi orang tua mendukung anak secara mental supaya tetap fokus pada hal-hal baik yang ia cita-citakan. Khusus pada hal-hal yang baik ya, kalau anak mulai agak melenceng ya orang tua harus meluruskan anaknya supaya kembali ke jalan yang benar.

Salah satu cara yang paling penting cara memahami anak, dan untuk memperbaiki hubungan orang tua-anak adalah saling menghormati, saling menghargai, saling pengertian dan saling menerima satu sama lain. Bagaimanapun, anak adalah manusia biasa seperti kita yang memiliki keterbatasan-keterbatasan. Meskipun kita punya harapan-harapan, tidak semua harapan kita akan diwujudkan. Sama seperti kita yang kadang tidak bisa mewujudkan harapan terhadap diri sendiri. []

 

Tags: hari anak nasionalkeluargaKesalinganparentingperspektif mubadalahpola asuh anak
SITI KHOIROTUL ULA

SITI KHOIROTUL ULA

Penulis lepas, penjual buku dan sehari-hari mengajar di UIN SATU Tulungagung

Terkait Posts

Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID