Mubadalah.id – “Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat”, begitu tema peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke-77 pada 17 Agustus 2022. Tema tersebut selain menjadi motivasi bangkit dari pandemi yang melanda negeri ini, juga menggambarkan tekad juang bangsa Indonesia yang pantang menyerah dalam upaya memajukan bangsa.
Berbagai episode perjuangan kemerdekaan Indonesia tersaji dengan epik dalam pentas sejarah. Para pahlawan berjuang melawan penjajah. Gagal, berjuang lagi. Jatuh, bangkit lagi. Penjajah hanya dapat mematahkan bambu runcing, dan tidak pernah mampu mematahkan tekad juang bangsa Indonesia untuk merdeka. Hingga akhirnya, pada 17 Agustus 1945, para pahlawan berhasil memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Bicara soal kepahlawanan, umumnya, yang paling banyak terkenal adalah pahlawan laki-laki ketimbang perempuan. Membahas proklamasi tentu yang terbayang adalah Sukarno-Hatta sebagai proklamator kemerdekaan.
Bicara perang melawan penjajah, Pangeran Diponegoro terkenal dengan keberaniannya mengibarkan panji perang melawan penjajah. Soal gagasan mencerdaskan bangsa di masa perjuangan kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara tampil dengan gerakan Taman Siswa-nya. Dan, sosok pahlawan laki-laki lain berserta kiprah mereka.
Ruang kepahlawanan dipandang sebagai ranah keberanian yang sering kita salah-artikan merupakan arena laki-laki, sementara membayangkan perempuan sebagai sosok inferior yang berjuang dari garis belakang.
Tulisan ini tidak bermaksud membandingkan peran antara laki-laki dan perempuan. Melainkan, ingin mengingatkan bahwa perempuan juga terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Episode perjuangan ini tidak miskin dari unsur her-story. Banyak perempuan yang berjuang. Para perempuan yang dengan berani dan elegan tampil sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.
Sosok Perempuan di Medan Perang Melawan Penjajah
Dalam perjuangan kemerdekaan di medan perang, salah satu sosok perempuan yang sudah sangat terkenal adalah Cut Nyak Dien. Tentu dalam sejarah perjuangan bangsa tidak hanya Cut Nyak Dien saja perempuan yang tampil dengan berani di garis depan medan perang, namun juga masih banyak, satu di antaranya adalah Nyi Ageng Serang.
Nyi Ageng Serang merupakan salah seorang perempuan pemimpin yang turut serta dalam Perang Diponegoro. Ketika pecah Perang Diponegoro pada 20 Juli 1825 M, Pangeran Diponegoro meminta bantuan pasukan kepada Nyi Ageng Serang. Permohonan itu, sebagaimana berdasarkan Mashoed Haka dalam Dunia Nyi Ageng Serang, Nyi Ageng Serang sambut dengan terjun langsung memimpin pasukannya ke medan perang.
Kehadiran Nyi Ageng Serang kala itu, yang selain memimpin pasukan juga sebagai salah satu paranpara (penasehat) perang, tentu sangat penting dalam memperkuat barisan Diponegoro melawan penjajah. Nyi Ageng Serang merupakan satu dari banyaknya sosok perempuan yang dengan berani tampil di garis depan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Gagasan Perempuan dalam Perjuangan Kemerdekaan
Tidak hanya tampil di garis depan medan perang, perempuan juga menyumbangkan gagasan kemajuan dalam perjuangan kemerdekaan. Sosok seperti R.A. Kartini dan Dewi Sartika tentu sudah sangat terkenal. Namun, tidak hanya kedua perempuan itu, melainkan masih ada banyak nama perempuan lain yang turut menyumbangkan gagasan dalam perjuangan kemerdekaan, seperti Sujatin Kartowijono.
Perempuan yang terakui sebagai kolega perjuangan oleh Ki Hajar Dewantara ini memang tidak mengangkat senjata di medan perang. Namun, dia bertempur melalui gagasan kemerdekaannya, khususnya untuk perbaikan nasib perempuan.
Sebagaimana Hanna Rambe dalam Sujatin Kartowijono: Mencari Makna Hidupku mengutip perkataan langsung Sujatin Kartowijono bahwa, “Perjuangan kemerdekaan dan perbaikan hak serta nasib wanita menjadi titik utama dalam hidupku sebagai orang muda.”
Sejak 1922, Sujatin Kartowijono terlibat aktif sebagai anggota Jong Java bagian perempuan. Dia terus bergerak terutama dalam memajukan pendidikan. Pada 1926, Sujatin Kartowijono bersama rekan lainnya mendirikan organisasi untuk guru-guru perempuan yang bernama Putri Indonesia. Sebagaimana penjelasan Suratmin, dkk., dalam Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama bahwa Sujatin Kartowijono merupakan ketua pertama dari Putri Indonesia.
Sebagai penggerak Jong Java sudah barang tentu Sujatin Kartowijono juga menjadi tokoh Sumpah Pemuda. Dalam tulisannya “Apa Arti Sumpah Pemuda bagi Diri Aku”, Sujatin Kartowijono menjelaskan;
“Setelah Sumpah Pemuda didengungkan, maka kami merasa pula, bahwa kaum wanita harus dibangkitkan dari keadaan yang masih agak pasif dan diberi semangat nasional. Maka pada suatu waktu oleh oraganisasi Putri Indonesia diputuskan, supaya mengadakan suatu pertemuan antara kaum wanita. Gagasan ini saya bawa kepada beberapa pemimpin: almarhum Ki Hajar dan Nyi Hajar Dewantoro, Dr. Soekiman, Ibu Soekonto dan lain-lain.”
Upaya yang Sujatin Kartowijono insiasi itu menghasilkan satu peristiwa bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk pertama kali terselenggara Kongres Perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Selain memajukan gerakan perempuan Indonesia kala itu, kongres tersebut juga berperan dalam menggalang semangat nasionalisme menuju Indonesia merdeka.
Demikian bukti bahwa perempuan juga terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Ada yang dengan berani tampil di garis depan medan perang melawan penjajah, dan ada juga yang dengan elegan menyumbangkan gagasan dalam upaya perjuangan kemerdekaan Indonesia. []