Mubadalah.id – Hajjah Rangkayo Rasuna Said merupakan seorang tokoh dari Sumatera Barat, yang sekaligus merupakan pahlawan nasional Indonesia yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan pada tahun 1926-1965. Rasuna Said berasal dari keluarga ulama dan juga pengusaha terpandang. Sehingga dengan latar belakang tersebut, ia tumbuh menjadi sosok yang berkemauan keras, tegas, dan taat pada agamanya.
Perempuan dari Minangkabau ini memulai perjuangannya melalui Sarekat Rakyat di tahun 1926, pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Ia aktif mengikuti berbagai organisasi. Terkenal sebagai orator yang ulung, sosok pendidik yang tegas, serta juga merupakan penulis majalah. Pasca kemerdekaan Rasuna Said lebih banyak mengembangkan karirnya dalam bidang politik, mulai dari tingkat lokcal hingga nasional di Jakarta.
Rasuna Said, selain aktif di politik, ia juga aktif dalam menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Ia tergabung dalam sebuah kelompok Persatuan Wanita Republik Indonesia untuk memperjuangkan hak dan akses yang sama bagi kaum perempuan dengan laki-laki. Terutama di bidang pendidikan dan juga politik. Beliau meninggal dunia pada usia 55 tahun, akibat kanker payudara.
Minat yang Tinggi pada Politik
Minat Rasuna Said yang tinggi akan politik, membuat ia bergabung dengan berbagai organisasi, seperti PMI dan Permi pada tahun 1930. Rasuna Said akhirnya memilih keluar dari PSII dan memilih menjadi anggota Permi. Ia aktif memberikan kursus-kursus seperti berpidato serta latihan berdebat, sehingga dengan kepiawaiannya tersebut, akhirnya Rasuna Said mendapatkan julukan “Singa Betina”, dan ia adalah satu-satunya anggota perempuan yang mendapatkan julukan tersebut.
Pada tahun 1932 Permi mengadakan rapat umum di Payahkumbuh, Sumatera Barat. Dan Rasuna Said mendapatkan kesempatan untuk berpidato saat itu, hingga ia berpidato dengan begitu lantang dan berani, tanpa rasa takut, apalagi sampai mundur karena beliau adalah perempuan.
Dalam pidatonya, beliau menyampaikan bahwa, bahwa saat itu aksi dan kebijakan para penguasa yang mereka luncurkan sangat jelas telah memperbodoh dan memiskinkan rakyat Indonesia. Selain itu, menanamkan jiwa perbudakan yang menyebabkan rakyat menjadi sangat menderita, menjadi malas, dan tidak bertanggung jawab.
Maka melalui isi pidatonya yang begitu berani, akhirnya ia dituduh sebagai pelanggar hukum spreekdelict dan pihak yang menghasut serta mengintimidasi rakyat untuk memberontak dan menanamkan rasa benci terhadap kolonialis Belanda.
Akibatnya, Rasuna Said pun mereka penjarakan selama satu tahun dua bulan di Semarang, Jawa Tengah kala itu.
Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia
Namun hal itu tidak membuat perjuangan Rasuna Said terhenti sampai di situ. Yakni untuk memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia dan juga menyuarakan ha-hak kaum perempuan. Setelah keluar dari penjara dan Permi resmi bubar, Rasuna Said memilih pindah ke Medan. Namun ketika Jepang mulai berkuasa, ia pun memilih kembali ke Sumatera Barat dan bergabung dengan Pemuda Nippon Raya. Ia pun tergabung dalam Pemuda tentara sukarela sebagai seksi wanita yang bertugas di bagian logistik.
Begitupun di dunia pendidikan, kepeduliannya terhadap dunia pendidikan mulai tertanam saat ia menjadi murid di sekolah Diniyah Putri Padang Panjang. Sekolah yang memiliki tradisi untuk mengajar adik tingkatnya, jika ia adalah kakak tingkat di sekolah tersebut. Rasuna Said menjadi salah satu pengajar di sekolah Diniyah Putri tersebut. Pandangan-pandangan Rasuna Said yang mengemukakan bahwa pentingnya kepandaian untuk mereka tenanga pengajar dalam berkecimpung dalam pergerakan.
Sehingga pendidikan politik menjadi tema penting yang Rasuna Said ajarkan kepada adik-adik tingkatnya. Hal ini ia lakukan sebagai upaya untuk keluar dari belenggu penjajah. Sehingga hal tersebut mendapatkan sambutan baik dari adik-adik kelas.
Pada akhirnya banyak dari murid-murid itu menggandrungi pemikiran-pemikiran Rasuna Said. Hal tersebut pun diketahui oleh pimpinan Diniyah Putri sendiri, yaitu Rahma El Yunusiah, dan berujung pada pemindahan Rasuna Said dari sekolah Diniyah Putri Padang Panjang.
Mendorong Akses dan Hak-hak Perempuan
Namun, perjuangan Rasuna Said untuk memerdekakan kaum perempuan dari berbagai belenggu kebodohan dan ketidakadilan pada saat itu, tidak terhenti seketika. Ia kembali berjuang untuk memberikan akses dan hak-hak kaum perempuan yang telah terdiskrimasi oleh penguasa. Yakni dengan cara memberikan kursus pemberantasan buta huruf, dan mendirikan sebuah sekolah yang ia namakan Sekolah Menyesal.
Banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran dari tokoh perempuan ini untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dari berbagai bentuk diskrimansi dan ketidakberdayaan, akibat tertutupnya akses bagi perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
Semangat dan perjuangan beliau patut menjadi contoh kita bersama untuk terus menjadi perempuan yang bertumbuh melalui versi diri kita masing-masing. Tanpa rasa takut dan merdeka dari berbagai bentuk bias yang terlontarkan kepada perempuan. Perempuan memiliki hak dan akses yang sama kok dengan kaum laki-laki, selagi itu baik, tidak merugikan orang lain dan diri sendiri, maka teruslah menyuarakan keadilan atas nama kemanusiaan. []