Mubadalah.id – Sudah lama, tapi rasanya ingin sekali mengulas sebuah kasus yang sempat ramai di media sosial. Di mana terdapat sebuah video yang menunjukkan anak sekolah dasar berusia 7 tahun, dengan potongan rambut yang berantakan. Diketahui potongan rambut berantakan itu ia dapatkan dari guru tempat ia bersekolah.
Pada unggahan video yang tersebar di media sosial tersebut, anak mengalami demam usai rambutnya terpotong secara berantakan di sekolah. Kronologi bermula ketika sang anak tiba-tiba saja pulang sebelum waktu sekolah usai.
Sang ibu bertanya kenapa ia pulang lebih awal. Sang anak pun menjawab jika dia sedang sakit. Selain demam, ibunya kaget karena menemukan potongan rambut berantakan pada sang anak.
Ketika ditanya siapa yang telah memotong rambutnya seperti itu, si anak menjawab jika tindakan ini guru kelas di sekolah yang melakukannya. Setelah insiden pemotongan tersebut, sang anak demam hingga tiga hari. Karena peristiwa ini, orang tua dari anak tersebut pun memutuskan untuk pindah ke sekolah yang baru. Tentunya setelah memastikan kondisi fisik dan mental anak sudah membaik.
Sanksi Memotong Rambut tidak Tepat
Kejadian ini menjadi perbincangan bagi pengguna media sosial. Sebagian netizen yang juga memiliki anak mengungkapkan kekecewaannya terhadap aksi pengguntingan rambut ini. Mengingat ia barulah berusia enam tahun. Di sisi lain, si anak terhitung baru seminggu menginjakkan kaki di sekolah.
Melihat indikasi ini, sanksi memotong rambut di dalam kelas tidak tepat kita berikan pada sang anak. Beberapa netizen juga mengkhawatirkan apa yang anak alami tersebut dapat berdampak pada kesehatan mental di kemudian hari.
Lantas bagaimana tanggapan psikolog dalam menanggapi kasus ini? Melansir dari Kompas.com, seorang Psikolog Anak dan Keluarga Astrid WEN M.P.si pun memberikan pandangannya terkait persoalan di atas. Menurutnya, antara pihak sekolah dengan orangtua perihal tindakan yang akan kita ambil. Dengan kata lain, sebelum melakukan sebuah tindakan atau sanksi, pihak sekolah perlu menghubungi orangtua murid.
Tindakan seperti yang dilakukan oleh pihak di atas tidak lah dibenarkan. Sebelum adanya tindakan, pihak sekolah harus memberikan informasi pada orangtua. Dalam hal ini mungkin perihal kondisi rambut yang tidak memenuhi standar sekolah di sana.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Maka hal yang perlu guru lakukan adalah mengingatkan langsung pada orangtua. Meminta orangtua untuk mengikuti aturan yang telah sekolah tetapkan. Bukan melakukan tindakan secara sembarangan dan pemberitahuan pada wali.
Tanpa kita sadari, menurut Astrid, apa yang guru lakukan dalam kasus di atas adalah bentuk dari kekerasan. Tidak sekadar meminta maaf, pihak sekolah perlu ada peringatan atau memberikan literasi yang mumpuni. Agar kejadian ini tidak terulang kembali ke depannya.
Di sisi lain, perlu ada pembahasan mengenai aturan menata rambut di sekolah karena kerap berakhir dengan pemotongan rambut oleh para guru. Aturan ini terasa cukup riskan dan ada unsur kekerasan.
Di luar dari itu, sebagian sanksi mereka bangun tanpa ada komunikasi interaktif yang tersampaikan. Sekilas seperti penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang. Apa lagi jika anak tersebut masih berusia 7 tahun dan baru masuk sekolah.
Berdampak pada Mental Anak
Pemotongan rambut di dalam kelas juga dapat berdampak pada mental anak. Ia merasa dipermalukan di depan teman-temannya. Dan bisa saja berpengaruh pada kehidupan sosial si anak. Baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Pihak sekolah juga punya tugas lain perihal kasus ini, yaitu mengubah regulasi yang lebih komunikatif dan baik. Ketika rambut dianggap sudah tidak sesuai prosedur sekolah, minta anak untuk segera merapikan sesuai aturan.
Sebelumnya lakukan komunikasi dengan orangtua untuk membantu sang anak merapikan rambutnya sesuai aturan. Dan orangtua, harus mengetahui jika rambut panjang, atau yang lainnya tidak kita perkenankan.
Guru perlu mengganti metode pendisiplinan sesuai dengan perkembangan zaman dan generasi yang kita hadapi hari ini. Lakukan upaya pendekatan baru jika memang diperlukan.
Tunjukkan karakter yang baik dan tidak menyalahi wewenang dengan aturan tanpa mengandung kekerasan. Atau, regulasi yang tersirat di dalamnya diskriminasi, tidak melindungi anak, sekaligus menghargai hak-hak mereka.
Oleh karena itu dapat kita simpulkan jika guru punya peranan besar dalam mendidik generasi muda. Namun, dalam pendisiplinan, perlu kita tegakkan aturan yang tegas dan jelas. Tentunya tanpa ada unsur diskriminasi, kekerasan dan relasi kekuasaan. []