• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Cara Menentukan Siklus Haid dan Suci yang Terputus-Putus

Ada perempuan yang siklus darah haidnya normal dan stabil, tetapi tiba-tiba berubah menjadi tidak normal karena faktor tertentu, seperti melahirkan, banyak pikiran (stress) atau sedang menggunakan alat kontrasepsi

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
05/10/2022
in Personal
0
Cara Menentukan Siklus Haid

Cara Menentukan Siklus Haid

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Keluarnya darah haid menjadi petanda bahwa seseorang perempuan telah baligh. Maka, mengetahui tentang hukum yang berkaitan darah haid merupakan kewajiban bagi perempuan muslim. Sebab cara menentukan siklus haid itu merupakan sesuatu yang melekat pada diri, dan juga berkolerasi terhadap sah tidaknya ritual ibadah yang kita lakukan.

Kendati demikian, laki-laki juga berkewajiban mengajarkan atau memfasilitasi perempuan (istri dan anaknya) guna dapat memahami persoalan-persoalan tentang darah perempuan.

Menurut ibu saya, mempelajari haid adalah “sangu”, bekal wajib sebagai anak perempuan menjelang masa baligh-nya. Apa yang ibu saya yakini itu benar adanya, karena selaras apa yang tertulis dalam kitab Risalatul Makhid, bahwa belajar tentang problematika haid itu sama kewajibannya dengan belajar membaca  surat al-fatikhah.

Makna Haid

Secara lughowi, haid berarti mengalir. Sedangkan menurut istilah haid artinya sebagai darah yang keluar dari farji seorang perempuan, saat usianya sudah  menginjak usia baligh secara syara’ atau berumur lebih 9 tahun dalam hitungan qomariyah, darah tersebut keluar dalam keadaan sehat, bukan karena penyakit, dan tidak saat melahirkan.

Dalam ilmu fikih, sebenarnya yang menjadi patokan cara menentukan siklus haid bukanlah tanggal haidnya, tapi jumlah hari haidnya atau berapa lama haidnya dalam rentang waktu sebulan itu. Misal 6, 7, 8 hari, atau 15 hari (masa maksimal haid).

Pada umumnya, masa haid terjadi selama enam atau tujuh hari. Madzhab Syafi’i serta mayoritas ulama berpendapat jika lebih dari 15 hari, maka darah tersebut sudah dianggap sebagai istihadoh dan seorang perempuan wajib untuk menunaikan salat.

Baca Juga:

Menstrual Hygiene Day: Menstruasi Bukan Hal Tabu !!!

Merebut Tafsir Wanita Haid: Aku sedang Sakit, Bukan Kotor!

PMS: Siklus Bulanan yang Membuat Perempuan Kebingungan

Mengapa Kartini Meninggal setelah Melahirkan?

Namun perlu kita garis bawahi bahwa tidak semua perempuan mengalami daur atau siklus haid yang normal. Di antara kategori haid yang tidak normal contohnya seperti kondisi di mana beberapa hari keluar darah lalu beberapa saat darahnya berhenti dan selang beberapa hari keluar darah lagi, baik darahnya banyak maupun hanya sedikit.

Ada juga perempuan yang siklus darah haidnya normal dan stabil, tetapi tiba-tiba berubah menjadi tidak normal karena faktor tertentu, seperti melahirkan, banyak pikiran (stress) atau sedang menggunakan alat kontrasepsi.

Siklus Haid

Siklus haid yang seperti ini tentunya membuat sebagian perempuan bingung. Bahkan, sering kali perempuan sendiri yang mengalaminya merasa ragu apakah ia sudah boleh mandi wajib serta menunaikan kewajibannya atau belum. Apakah darah yang keluar lagi setelah masa terhentinya haid itu masih kita sebut dengan darah haid atau bukan? Lalu bagaimana cara menghitungnya? Mengingat hal ini sangat penting terhadap kewajibkan menjalankan atau meninggalkan ibadah.

Dalam hal ini jumhur ulama memiliki pandangan pendapat yang berbeda-beda:

Pertama, Dalam madzhab syafii sendiri setidaknya terdapat dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa darah yang keluar lagi setelah bersih (mampet) maka darah tersebut kita kategorikan sebagai darah haid, dengan catatan bahwa sejak pertama darah yang keluar sampai keluarnya darah yang kedua tidak melebihi lima belas hari, darah yang keluar tidak kurang dari batas minimal haid yaitu satu hari satu malam, dan darah yang berhenti meliputi di antara dua haid.

Pendapat kedua menyatakan bahwa ketika darah sudah berhenti atau mampet maka dihukumi suci. Logikanya adalah jika keluarnya darah itu menunjukkan haid maka ketika darah itu berhenti menunjukkan suci. Misalnya ketika seorang perempuan mengalami haid selama sepuluh hari kemudian berhenti dan setelah tiga hari, keluar lagi, maka yang tiga hari dihukumi suci.

Siklus Haid tidak Stabil

Kedua, riwayat lain dari Imam Malik menyebutkan, perempuan yang haidnya tidak stabil, maka ia sebaiknya memperhatikan dan membandingan keadaannya yang tidak normal tersebut dengan adat haidnya (kebiasaan haid yang ia alami sebelumnya), maka itulah masa haidnya. Jika darah terputus-putus tersebut tetap berlanjut, maka terhitung dari terakhir kebiasaan masa haidnya, terhitung sebagai istihadhah.

Ketiga, darah yang keluar terputus-putus itu disebut haid jika setelah kita jumlah mencapai perkiraan sehari semalam (masa mininal haid). Karena prinsipnya, hari-hari mengeluarkan darah termasuk masa haid bukan masa suci. Darah haid yang sesungguhnya adalah yang keluar sampai masa haid selesai, yaitu 15 hari. Namun bisa juga darah tersebut hanya keluar satu atau dua jam saja lalu berhenti. Kemudian keluar lagi dan terputus-putus hingga masa maksimal haid selesai.

Lalu ketika mengalami haid yang terputus-putus, di hari di mana tidak keluar darah apakah harus mandi wajib? Sebagian ulama berpendapat bahwa hari di mana haid terputus (tidak keluar darah) dianggap suci walaupun cuma satu hari. Maka, hendaknya dia mandi dan shalat—meskipun darah (haid) keluar lagi setelah satu atau dua hari.

Contoh cerita : keluar darah selama 5 hari, kemudian pada hari keenam dan ketujuh berhenti. Lalu pada hari ke delapan sampai kesepuluh keluar darah lagi. Maka, hari keenam dan ketujuh tetap shalat. Sebagian ulama (yang lain) berpendapat bahwa pada hakikatnya berhentinya darah haid tersebut belum suci. Itu hanya sekedar kering sehingga belum dianggap suci sampai darah haid berhenti total. Wallahua’lam. []

 

Tags: Fikih PerempuanHaidHak Kesehatan Reproduksi PerempuanMenstruasiPerempuan Haid
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID